Hari Pertama

27 4 0
                                    

1
Hari Pertama

"Ssstttt ...." Jinni meletakkan jari telunjuk di bibirnya mengisyaratkan pada bayangan di dalam cermin untuk diam.

Gadis yang beberapa bulan lagi genap berusia enam belas tahun itu sudah mengenekana seragam putih abu-abu lengkap dengan rompi hitam berlabel sekolah favorit dari yayasan Jerome Utama. Ia memandangi bayangannya sendiri yang tampak cantik di cermin setinggi tubuhnya itu. Lagi-lagi ia mengganti-ganti mimik wajah seolah kegirangan bersiap masuk SMA.

"Jinni, sudah siap?" tanya seorang ibu paruh baya seraya mengetuk pintu kamar sang gadis.

"I-iya Bu," jawab Jinni gugup dan bergegas keluar dari kamarnya. Ia berjalan sopan di belakang sang ibu paruh baya yang rambutnya disanggul rapi.

Nyonya Herna Tamara, kepala sekolah di SMA Jerome. Ia pula yang merasa sangat bangga melihat gadis dari Garut bisa lolos dan berhasil mendapatkan beasiswa ke SMA Jerome. Merasa senasib karena sama-sama dari Garut, selain itu Nyonya Herna sangat menginginkan anak perempuan. Tapi, ia hanya memiliki satu anak laki-laki bernama Axel, yang kini duduk di bangku kelas dua belas SMA Jerome.

Cowok tampan yang sudah mengenakan seragam serupa dengan Jinni pun sudah duduk santai di meja makan.

"Wish, murid baru," sapanya ramah pada Jinni, gadis itu hanya tersenyum canggung.

"Mau sarapan dulu?" tawar Nyonya Herna mempersilahkan Jinni duduk bersama.

Dengan malu-malu, Jinni pun duduk dan menyantap roti sandwich yang sudah tertata di atas piring.

"Ayo berangkat bareng saja," ajak Nyonya Herna, tapi Axel menolak.

"Ma, Axel naik motor aja kayak biasa. Jinni aja tuh barangkali mau," ucap cowok berparas tampan dengan tinggi badan hampir dua meter itu. Menjulang tinggi sampai Jinni harus mendongak saat melihat ia bicara.

"Ya sudah, yuk Nak," ajak Nyonya Herna pada gadis yang masih malu-malu itu.

Mendapat beasiswa di SMA bergengsi dan mendapat perlakuan sangat baik dari kepala sekolah merupakan anugerah tersendiri bagi Jinni. Ia bak merasa kalau ini sangat sempurna. Meskipun harus merantau dan jauh dari ibu yang tetap di Garut, ia merasa sangat bahagia lantaran mendapat tempat kos gratis di rumah Ibu Kepala Sekolah. Apalagi sikap Nyonya Herna yang sangat baik dan ramah. Axel pun tidak memperlakukan buruk pada Jinni. Semua seolah sangat sempurna dan berjalan dengan mulus. Betapa bahagianya Jinni.

"Mau turun di sini atau sekalian masuk ke dalam sekolah?" tanya Nyonya Herna.

"Oh, di sini saja Nyonya," jawab Jinni sopan.

Nyonya Herna tersenyum mendengar jawaban gadis manis itu. Jinni pun keluar dari mobil putih yang dipakai sang kepala sekolah. Ia berjalan di trotoar menuju gerbang sekolah yang masih berjarak kurang lebih lima ratus meter tersebut.

Belum juga Jinni memasuki gerbang sekolahnya ia sudah melihat banyak mobil-mobil mewah yang menurunkan anak sekolah di depan gerbang. Ia berpikir ini bukan hanya sekolah favorit tapi memang seperti kabar-kabar yang santer beredar Jerome School atau SMA Jerome adalah sekolah untuk kalangan elit. Jinni memang tidak memeriksa berapa uang bulanan sekolah ini karena ia tidak membayar serupiah pun semua ditanggung beasiswa bahkan tempat tinggal pun ia mendapat tempat khusus dari sang kepala sekolah.

"Hei," seorang gadis tiba-tiba menepuk bahu Jinni. Ia menoleh terkejut, apa memang secepat ini akan mendapat teman?

"Kamu anak Mrs. Herna ya?" tanya gadis berambut panjang lurus itu. Ia mengenakan kacamata minus menutupi matanya yang kecil. Sementara tas berwarna coklat muda itu ia tenteng di tangan.

"Kenalin aku Olive, kelas sepuluh. Kamu pasti kelas sepuluh, aku dengar Nyonya Herna punya anak yang masuk SMA tahun ini." Gadis bernama Olive itu langsung nyerocos saja tanpa memastikan kebenarannya lebih dulu.

"A-e-iya." Jinni sangat canggung menjawabnya. Tapi, sepertinya ia juga tidak bisa mengelak dari praduga-praduga tak bersalah yang dilontarkan teman barunya itu. Lagi pula tidak ada yang kenal Jinni di tempat ini, kalau sampai ia ketahuan anak beasiswa bisa-bisa nggak punya teman kayak di film-film kalau anak miskin nggak punya teman.

Jinni menimbang-nimbang isi otaknya. Sampai akhirnya ia meyakinkan diri untuk mengangguk dan tersenyum membalas sapaan ramah dari gadis etnis china di depannya.

"Aku Jinni, Jinni Argatha." Jinni tersenyum seraya mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

Olive pun merangkul bahu Jinni dan mengajaknya bersama memasuki gerbang sekolah. Di tempat baru yang sama sekali tidak Jinni kenal. Ia akan berjuang tiga tahun hingga lulus. Paling tidak, jika ini yang ia bisa Jinni bertekad akan memperbaiki kehidupannya yang suram.

***

Haloo salam semuanya
Puing kembali menulis loh
Kali ini dengan kisah Jinni Argatha seorang gadis SMA yang berharap bisa jadi anak populer, emmm bisa nggak yaa

Semangat dukung terus yaa kawal sampai tamat

Perfect Life Jinni Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang