VII : Nyekap Bapak Mertua

4.8K 70 2
                                    

Episode sebelumnya :

"Lepaskan saya, nak. Di dalam ada anak saya! Saya gak mau dilihat anak saya seperti ini." Katanya sembari mencoba melepas dan menjauh dariku. "Tenang aja pak, lagian saya juga cuma pengen nonton bareng Bapak Mertua saya, emangnya salah?" Kataku sembari terkekeh sedikit melihat tingkahnya itu.

•••••

Aku menguatkan tanganku dan memaksa tubuh mungil Bapak Mertuaku menempel di pundakku, Aku menyeringai, "Bapak gak lupa tentang apa yang saya kasih tau ke Bapak sebelumnya, kan?" Nadaku pelan, hampir berbisik.

Dia hanya mengangguk pelan, menandakan dirinya ingat tentang apa yang aku ucapkan! Aku ingin dia mendatangi kamarku karena hari ini, tidak, malam ini Tina akan ada lembur di Pekerjaannya dan kemungkinan akan pulang setelah 2 hari kedepan atau selambatnya saat lusa depan.

"Bagus kalau masih inget." Aku mengelus elus pundaknya. Ekspresinya terlihat masih sangat terusik dan risih dengan diriku yang memaksakan tubuhnya menempel kepadaku, tapi apa peduli? Aku sudah mendapatkan modal pertama untuk menaklukan Bapak Mertuaku sendiri!

Terlebih, sekarang ini nasib Pak Hasan seperti berputar putar di atas telapak tanganku. Meskipun sampai detik ini aku tidak tau hutang itu digunakan untuk apa, tapi yang aku tau hal itu cukup penting. Bahkan cukup untuk membuat Pak Hasan, Bapak mertuaku mau melakukan apa saja untukku.

•••

"Sayang, kamu ada liat tas kecilku gak ya?"

Suara Tina dari dalam kamar, aku mengendurkan tanganku dan dengan sigap Bapak langsung beranjak dan pergi kembali ke kamarnya. "Kamu taruh di meja rias mungkin, sayang?" Responku.

Tina keluar dengan pakaian formal rapih, rambut terurai sepundak, menenteng tas kerja berukuran kertas A3 atau lebih besar sedikit di tangan kanannya, ia menghampiriku.

"Aku nitip anak sama ayahku ya mas." Tangannya meraih tanganku, bersiap untuk berpamitan. "Iya, sayang. Kamu hati hati disana." Kataku sembari menyodorkan tanganku kepadanya.

Tentu, Tina. Aku akan menjaga anak anak kita, tapi aku tidak berjanji untuk menjaga Ayahmu, karena malam ini aku akan sedikit menjahilinya. Merupakan sebuah kehormatan dan kesenanganku tersendiri mendapatkan kepercayaanmu.

"Kamu berangkat jam berapa?" Tanya Tina kepadaku di tengah lamunanku saat kegirangan mendapat kesempatan emas ini. "Nanti, sayang. Mas mau siap siap mandi dulu, habis ini langsung berangkat." Jawabku dengan intonasi lembut berlebur suara parau.

Tina berpamitan, meninggalkan aku di rumah. Tentu saja, dengan ayahnya, Pak Hasan yang tak lain merupakan Bapak Mertuaku sendiri. Semua orang sudah tak ada di rumah saat ini. Aku menuju ke kamar mandi dan mulai membersihkan badanku sendiri.

Di tengah keasyikan ini, aku menyadari lupa akan satu hal yang cukup penting! Aku lupa membawa handukku! Alih alih mengenakan pakaianku kembali, aku rasa ini merupakan kesempatan untuk menundukan Bapak Mertuaku. Aku menyeringai.

"Bapak! Pak!" Teriakku dari dalam kamar mandi dengan suara yang lumayan menggema di ruangan. Tidak ada respon, "Pak? Bapak!?" Suaraku lantang kembali.

"Ya, iya? Ada apa?" Sahut Pak Hasan. Aku tidak mengetahui persis dimana dia berada sekarang, namun suaranya cukup jauh, sepertinya dia ada di ruang tengah atau sekitar sana. "Pak, saya boleh minta tolong ambilkan handuk saya di kamar?" Kataku lumayan keras (Supaya suaraku dapat terhantar kepada Bapak Mertuaku)

"Sebentar!" Sahutnya dari jauh sana. Aku melanjutkan mandiku ini, sampai beberapa menit kemudian suara ketukan berasal dari pintu kamar mandi, "Nak, handuknya Bapak taruh di meja depan pintu sini ya." Suara Bapak kini terdengar sangat dekat, aku sangat yakin sekarang Bapak berada tepat di balik pintu kamar mandi ini.

Dengan keadaan bugil basah dan beberapa bagian masih tertutupi dengan busa sabun, aku membuka pintu kamar mandi dengan sigap, menarik pundak Pak Hasan yang sempat berpaling ingin berjalan keluar. Gerakan ini benar benar seperti orang yang sedang ingin menculik orang lain.

Aku membawa paksa Pak Hasan ke kamar mandi dan menutup pintu. Dirinya yang belum sempat ancang ancang terlihat sangat terkejut bercampur dengan adrenalin panik. Aku menarik dan menyudutkan tubuh pendek Pak Hasan ini ke sudut tembok.

"A-apa Apaan kamu nak! Lepasin saya! Biarkan saya keluar dari sini!" Tentu hal yang wajar kalau Bapak berumur 55 tahun ini memberontak, karena di depannya sudah ada seorang laki laki tanpa busana yang memojokkannya ke tembok, terlebih orang itu adalah menantu laki lakinya sendiri.

Bapak menonggak melihat ke wajahku yang semakin mendekat bahkan tubuh kami sama sama sudah menempel satu sama lain. Aku memegang pergelangan tangannya. Dan pada saat itu juga aku dapat merasakan tangannya yang gemetar dan jemarinya yang ketakutan. Benar benar menggemaskan.

Dia tak bergeming, sementara aku mendekatkan wajahku ke lehernya, menempelkan bibirku yang sudah haus ini ke leher Pak Hasan, ku cium dan ku endus. "Ngghh..." Dia tercekit saat merasakan deruh nafasku di sela lehernya itu. Kembali naik, keatas tengkuk, kemudian ke telinga. Aku benar benar melakukan gerakan yang seduktif terhadap Bapak Bapak ini yang tak lain adalah Bapak Mertuaku sendiri.

Dari sini, aku dapat mendengarkan detak jantung yang bergeming keras yang berasal dari dada Pak Hasan. Dia benar benar ketakutan akan dominasiku. Aku menyeringai, menempatkan telunjukku tepat di dadanya, bibir ku bergeser ke pipi keriputnya, sedikit mengenai kumis Pak Hasan yang sudah terlihat sedikit memutih.

Secara spontan juga dirinya mendorongku menjauh, tenaga yang dikeluarkan lumayan besar karena mampu mendorongku sedikit ke belakang. Dari celah itu dia kemudian berlari keluar kamar mandi dan menghilang dari jarak pandangku seketika.

Aku mengusap bibirku yang sedikit lagi mampu bersenggama dengan bibir Pak Hasan, Bapak mertuaku. Lihat saja, sebentar lagi aku bukan hanya mendapatkan bibirnya, melainkan tubuh Pak Hasan seutuhnya. Dengan semua pikiran jahat itu aku menyeringai puas, karena seperti halnya buruan yang sudah ada di depan mata, kini aku akan memburu Pak Hasan sampai dia tunduk sepenuhnya terhadap Aku, Menantunya sendiri.

Menutup pintu kamar mandi kembali, aku melanjutkan Mandiku yang sempat terhenti karena rencana jahatku ini dan segera bergegas menuju kamar untuk mengenakan baju. Dengan handuk dibawah pinggang, dapat terlihat dengan jelas tulang pinggulku yang bidang, dan sedikit bulu kemaluan yang mengintip dari sela sela handuk atas, aku berjalan ke ruang tamu.

Sialan, kemana perginya Pak Hasan? Aku tidak melihatnya dimanapun. Yah, terserahlah, lagipula dia tidak akan bisa kemana mana karena rahasianya sudah ku genggam di tanganku. Kalau memang dia berani macam macam, aku akan mengeluarkan semuanya dan membuat dirinya bertekuk lutut bukan hanya di hadapanku, melainkan di hadapan anaknya sendiri, Tina.

Aku tak menemukan Bapak sampai aku berangkat kerja, jadi aku putuskan untuk membiarkannya begitu saja dan pergi sampai jam pulang pun tiba, hari ini lumayang senggang jadi waktu berjalan seakan lebih cepat dari hari kemarin kecuali saat aku mendekap Pak Hasan di kamar mandi pagi tadi.

Dan inilah saatnya, untuk mencapai panggung Fantasi Birahiku yang meriah di malam yang sunyi, bersama Pak Hasan, Bapak Mertuaku sendiri.

BERSAMBUNG.

======================================

Wah, Abi makin kesini makin berani aja sama Pak Hasan sampai Bapak Mertuanya sendiri di geret ke kamar mandi. Untung bagus Pak Hasan gak di telanjangin di tempat, kalau sampai kejadian, entah apa yang bakal dilakuin menantu bejatnya itu!

Cerita Berlanjut Saat Sudah Mencapai 250 Vote!

Selanjutnya : Jangan Kedaleman


(Judul Dapat Berubah)

MENAKLUKAN BAPAK MERTUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang