05

163 30 14
                                    

Keesokan harinya, Rosie memutuskan untuk pergi ke rumah Jeka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keesokan harinya, Rosie memutuskan untuk pergi ke rumah Jeka. Ia berharap pemuda itu dapat diajak bekerja sama meskipun kemungkinannya kecil.

“Mas Jekanya ada di dalam, Mba. Sebentar nggih saya panggilkan.”

“Oh iya, Pak. Terima kasih.”

Rosie menunggu di depan rumah Jeka. Ia sengaja tidak masuk karena memang tidak ingin berlama-lama di sana. Sembari menunggu kehadiran Jeka, Rosie bertukar pesan dengan teman-temannya. Hari ini mereka berniat untuk pergi jalan-jalan bersama.

“Semoga aja dia berubah pikiran,” ujar Rosie pelan.

“Berubah pikiran gimana?”

Rosie langsung membalikkan badannya. Terlihat di sana Jeka datang dengan mengenakan pakaian santai seolah baru bangun tidur. Rosie menatap arloji di tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 WIB. Dia menatap aneh ke arah Jeka.

“Baru bangun?” tanya Rosie.

“Ngga sih, gue tadi lagi main game sama sepupu gue. Kenapa lo ke sini?”

“Gue ngga bisa ngomong di sini. Gimana kalo kita agak ke sana?”

Jeka menatap tempat yang ditunjuk Rosie. Pemuda itu menghela napas pelan. Sebenarnya ia malas bertemu dengan Rosie. Terlebih ketika mengingat perlakukan gadis itu padanya saat di bandara kemarin. Namun melihat wajah Rosie yang serius, membuat Jeka berpikir bahwa mungkin ada sesuatu yang serius untuk dibicarakan.

“Oke.”

Pemuda itu berjalan di depan Rosie. Meski hanya menggunakan kaos putih polos dan celana pendek hitam, ketampanan Jeka tidak berkurang sama sekali. Pemuda itu tetap terlihat menawan bak pangeran. Namun, itu tidak berlaku di mata Rosie. Pemuda itu tetap pemuda menyebalkan yang tidak ingin ia kenal. Tolong catat itu.

“Jadi tujuan lo ke sini ngapain?”

Saat ini posisi mereka berada di kursi taman dekat rumah Jeka. Posisi yang cukup strategis karena tidak terlalu ramai orang di sana.

“Kakak gue mau lanjutin perjodohan yang sempet dibatalin waktu itu.”

Bukan Rosie namanya jika tidak to the point. Ia menatap Jeka seolah menunggu jawaban dari pemuda itu.

“Jawaban gue masih sama dan lo harusnya tau itu. Lagian kenapa sih bahas hal itu lagi?”

Rosie mengangguk paham. Ia menatap ponselnya, di sana sang kakak mengirim pesan padanya. Rosie kemudian menunjukkan pesan itu pada Jeka.

“Kakak lo aneh ya?” celetuk Jeka.

Rosie menatap tajam ke arah Jeka. Gadis itu merebut paksa ponsel miliknya. Rosie tidak suka jika ada yang menjelek-jelekkan keluarganya.

“Jaga ya ucapan lo,” ketus Rosie.

Jeka tidak tersinggung, ia justru menatap lurus ke arah Rosie. Gadis itu tetap sama seperti sebelumnya. Ia cenderung bersikap cuek padanya. Namun, Jeka baru menyadari jika wajah gadis itu terlihat pucat. Ada beberapa luka kecil di wajah Rosie. Hari itu, Rosie menggunakan sedikit riasan sehingga jika dilihat sekilas wajahnya tampak baik-baik saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝙷𝙾𝙼𝙴Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang