Edisi memasuki libur kuliah, aku berniat ngasah otak aku buat nulis cerita baru.
Bukan long story.
Genre : Romance
Vote dan komennya jangan lupa kakak!
Harap maklum kalo typo bertebaran, komen aja okey?!
👉🏻❤️👈🏻
Fanzo tengah menatap sang kekasih yang duduk tepat di seberangnya, hanya terpisah oleh meja bundar yang berada di tengah-tengah mereka berdua.Sudah sehari berlalu sejak Arbela tidak mau ditemui olehnya, dan untunglah hari ini gadis itu mau bertemu dengan Fanzo—ya, itu pun karena Fanzo tiba-tiba datang ke rumah Arbela dan memaksa kekasihnya yang keras kepala itu.
Cowok berusia 20 tahun itu menatap serius gadis yang tengah menyilangkan tangan di dada dan memancarkan aura permusuhan. Ini semua karena kejadian dua hari yang lalu, di mana Fanzo membuat gadis itu kesal setengah mati saat dalam perjalanan pulang dari kampus bersama teman sekelasnya. Untunglah saat itu Arbela yang dibonceng.
"Ngomong dong, katanya tadi mau diselesaikan masalahnya," ujar Arbela dengan nada yang sama sekali tidak santai.
Fanzo, yang sudah sering menghadapi tingkah Arbela, pun menghela napas. Ia tidak mau sampai kehilangan kendali dan membentak Arbela. "Kan kemarin aku sudah jelaskan semuanya sama kamu," balas Fanzo dengan suara yang tenang.
"Apa?" Arbela mencondongkan tubuhnya, lengannya kini bertumpu pada meja. "Kamu jelasin apa, hah?" sentak Arbela dengan sinis.
Fanzo kembali memejamkan matanya, menahan rasa geram karena tingkah Arbela benar-benar mengundang amarahnya.
Fanzo membuka matanya lagi. "Aku sudah jelaskan sama kamu, kalau misalnya aku itu cuma nanya kenapa kamu ngabarin pas sudah aku tanya." Suara Fanzo terdengar masih stabil, meski ada nada geram.
"Heh! Aku juga sudah jelaskan sama kamu, ya, aku itu baru banget naik ke motor dan baru mau foto buat ngasih kabar ke kamu, tapi kamu malah bilang aku sering begitu. Padahal apa? Kamu yang sering lupa ngabarin aku, gitu aja nggak sadar," cibir Arbela kesal.
Masalah kali ini memang hanya soal memberi kabar, tapi luar biasa membuat Arbela kesal. Gadis itu memang memiliki sumbu yang sangat pendek, baru disentuh sedikit oleh Fanzo saja, tapi sudah hampir meledak.
"Ya sudah, kan aku juga nggak memperpanjang masalahnya, jadi kenapa kamu masih marah sih?" Kali ini Fanzo benar-benar frustrasi dengan Arbela. Bebal sekali gadis itu.
"Hah? Gampang banget kamu ngomong." Arbela menanggapi tak terima, lalu memundurkan tubuhnya dan bersandar pada sandaran kursi. "Kamu kemarin nggak mau memperpanjang masalah, tapi justru kamu malah ngomong pakai 'gua-lo' ke aku. Jadi wajar dong kalau aku marah."
"Ya kenapa harus marah, bukannya kamu sering begitu?"
"Oh, kamu balas dendam ceritanya?"
Arbela menepuk kedua tangannya, menghasilkan suara yang menyebalkan di telinga Fanzo karena tepukan itu dibarengi wajah tengil gadisnya.
"Heh, aku nggak balas dendam, aku juga waktu itu cuma lagi kesel terus kepikiran kamu yang sering nyebut 'gua-lo' kalau lagi berantem," jelas Fanzo mencoba menenangkan Arbela.
"Alah, banyak alasan, tahu nggak? To the point aja deh, kamu udah nggak sayang sama aku, kan?" tuduh Arbela dengan nada serius, walau tak ditanggapi serius oleh Fanzo.
Cewek memang sering begitu kalau sedang berantem dengan pasangan mereka, jadi kata-kata 'kamu udah nggak sayang aku' sudah sering banget cowok dengar.
"Aku nggak sayang kamu dari segi mana sih? Aku selalu ngantar kamu kalau ke kampus pusat, loh. Itu jauh banget, bisa sejam lebih kalau macet, apalagi kalau sudah panas. Kamu aja suka malas, kan, kalau ke kampus pusat pas panas, apalagi aku?"
"Oh, jadi kamu ngungkit-ngungkit? Kamu nggak ikhlas nganter aku? Gitu maksud kamu?"
Astaga...
Fanzo mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan, benar-benar frustrasi kalau sudah berdebat dengan Arbela, rasanya tak ada habisnya.
"Sayang?" panggil Fanzo, menekan perasaannya.
"Apa?" sahut Arbela galak.
"Kamu kalau aku ceburin ke tengah laut, marah atau nggak?" canda Fanzo, meski wajahnya masih tertekan.
Sudut bibir Arbela berkedut. Ia tahu Fanzo sangat frustrasi dengannya; rasanya ia ingin tertawa, tapi gengsi dong.
Melihat Arbela yang diam sambil menahan sudut bibir yang tampak jelas ingin tersenyum, membuat rasa kesal Fanzo berkurang perlahan-lahan. Ia pun tersenyum.
"Apa? Nyengir, nih, kamu," ledek Fanzo.
Setelah itu, Arbela langsung tertawa geli. Ia benar-benar tidak bisa menahan tawanya kalau Fanzo sudah membahas-bahas soal cengiran, karena Arbela memang sering sekali nyengir tanpa alasan.
"Kamu mau apa? Cimin? Martabak? Bakso bakar? Takoyaki?" tawar Fanzo. Karena suasana sudah mulai membaik, ia akan menyogok gadis itu dengan jajanan favoritnya.
Dengan semangat, Arbela mengangguk. "Ayo kita berburu kuliner!" Arbela bangkit dari duduknya dengan penuh semangat.
"Ayo!" Fanzo mengulurkan tangannya, dan Arbela menyambutnya hangat.
Apa? Jangan menyindir Arbela yang luluh sama jajanan, kalian juga pasti begitu.
To Be Continue!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Yang Mencintaiku
Short Story[ Follow dulu sebelum membaca guys! ] Arbela memiliki emosi yang tak pernah stabil, rasa egois yang tinggi, dan ia selalu melampiaskannya kepada sang kekasih akan tetapi sang kekasih selalu ingin bersamanya, tetap ingin bersama Arbela. Seburuk apapu...