"Bitch you're basically his slave!" Olivia berseru sambil mengangkat gelasnya. "Maybe sexy slave in the future?"
"Olivia!" protes Jenna. Membayangkan diri menjadi asisten Kane saja sudah membuat perutnya mulas. Kini bayangan kegiatan mereka lima tahun lalu kembali muncul di kepala Jenna.
"Nah, 'kan kau sudah membayangkannya sekarang." goda Olivia.
Jenna memukul lengan Olivia. "Stop it, bitch!" omelnya sambil tersipu.
Keempat gadis itu berada di sebuah bar dekat kampus untuk merayakan hari-hari mereka. Selain itu, mereka sedang berusaha mengalihkan perhatian Iris dari ujian salah satu mata kuliahnya yang membuat gadis itu stres beberapa bulan ini.
"Guys, sepertinya aku harus pulang. Aku harus memperbaiki projekku." Iris bergerak gusar.
"Duduk!" Ana menarik Iris yang hendak berdiri. "Musikmu sudah sangat bagus, tidak ada yang perlu kau cemaskan, profesormu akan terkesima mendengar hasil karyamu."
"Really?" Iris luluh.
"Okay-okay I want to make a toast!" Olivia berseru. "To amazing college life, to the never-ending party, to the new intern job with a drop-dead gorgeous boss, and to Ana for always taking care of us."
Jenna, Iris, dan Ana hanya terkekeh melihat tingkah Olivia. Gadis itu sangat-sangat aktif dan lebih blak-blakan jika sudah bertemu dengan alkohol.
"For us!" seru Ana menambahi.
Mereka semua menyatukan gelas dan meninum isi gelas masing-masing. Setelah beberapa gelas tequila, Jenna merasa lebih rileks. Pikirannya tidak lagi dipenuhi oleh kemungkinan-kemungkinan buruk tentang pekerjaan barunya.
•••
Shit! Shit! Shit! Fucking shit!
Seharusnya Jenna tidak banyak minum. Seharusnya ia pulang lebih awal bersama Iris dan Ana daripada minum hingga larut malam bersama Olivia. Tapi Jenna tidak mau pulang dan memikirkan apa pun tentang pekerjaannya—dan Kane.
Jenna harus menerima akibatnya sekarang. Dengan kepala yang masih terasa berputar dan perut mual, Jenna harus bersiap pergi ke kantor. Ia tidak boleh terlambat untuk hari pertama.
Mandi secepat kilat dan mengenakan riasan seadanya, Jenna berlari ke luar kamar. Ia mengambil gelas dan mengisinya dengan kopi yang dibuat Ana.
"Maaf aku harus pergi," ujar Jenna terburu-buru.
"Yeah, you should!" Ana mengomel. "I've been waking you up since 7."
"I'm sorry," ujar Jenna. "I love you, guys!" serunya. Ia kemudian melihat ke arah Olivia yang masih terbaring di sofa setengah sadar. "Not you! I hate you right now!"
"Love you too, bitch. Good luck nailing that hot CEO!" gumam Olivia masih dengan mata setengah terpejam.
Benar saja, Jenna terlambat. Ketika sampai di kantor, Kane sudah duduk di ruangannya. Di jalan, Jenna mengecek pesan emailnya dan ternyata ada surel dari Martha—asisten Kane yang sedang cuti. Email itu dikirim kemarin sore. Pesan itu berisi jadwal, kegiatan, dan kebiasaan Kane. Sialnya, Kane harus menerima kopi dan sarapannya saat sampai di kantor.
Dengan langkah takut, Jenna mengetuk pintu kantor Kane. "Selamat pagi, Mr. Hayes."
"You can call me Kane," sahut Kane datar. Matanya tetap fokus ke laptop di hadapannya.
Jenna berjalan menghampiri meja Kane dengan segelas kopi dan roti. "Ini sarapanmu."
"Aku sudah punya semuanya," mata Kane menunjuk ke arah segelas kopi dan piring berisi roti lapis yang sudah habis setengah. "Kau terlambat hampir satu jam. Kau kira aku akan diam saja menunggu makananku sampai?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Loathe You | BOOK 1 | TERBIT ✔️
Romance[LIMA CHAPTER TERAKHIR DIHAPUS UNTUK PROSES PENERBITAN] Hampir lulus kuliah, Jenna Lim hanya ingin segera punya pekerjaan agar tetap bisa menetap di New York. Dia kemudian mendapat pekerjaan sebagai anak magang di kantor milik Kane Hayes atas rekome...