CB-03

705 72 3
                                    

HAPPY READINGS!!!

***

"Oh, jadi nama murid baru itu Kiara?" Tanya Abdi pada Radit.

Sayangnya, Radit yang masih kesal pada Ramdan hanya diam saja. Tapi, tatapan tajam Radit masih tertuju pada Ramdan si lelaki pendek yang menurut Radit sangat menyebalkan melebihi dari adiknya sendiri. Sialnya, Ramdan malah cengengesan dan semakin menambah rasa kesal Radit saat ini, hingga dimana Adbi menjadi penengah agar kedua temannya ini bisa kembali berdamai.

"Udah lah, lo udah tau kaya gimana si Ramdan gausah diladenin," ujar Abdi.

Radit menghela napas, ia melihat jam pada ponselnya.

"Mau balik? Atau mau nongkrong dulu?" Tanya Ramdan.

"Gue ngikut aja sih, tapi pengennya nongkrong dulu sebelum balik. Udah lama juga kita ga nongkrong di tempat dulu," ujar Bagus.

Radit mengangguk saja, lagian ia juga merasa jenuh jika harus pulang awal dan tidak bisa kemana-mana lagi setelah berada di rumah. Bukan apa, hanya saja, Papa nya yang selalu menyuruh Radit belajar karena memang nilai Radit berada diujung tanduk. Tapi sampai sekarang Radit masih saja malas-malasan.

"Yaudah, gas aja lah ke tempat biasa."

Radit, Bagus, Ramdan dan Abdi. Mereka beranjak dan langsung pergi meninggalkan kelas Radit yang sudah tidak ada siapa-siapa lagi. Meskipun mereka selalu berbuat tingkah yang terkadang memancing rasa kesal satu sama lain, tapi sampai sekarang pertemenan mereka masih baik-baik saja tanpa ada masalah sedikitpun. Dan mereka pun sudah berjanji, jika mereka tidak akan pernah melibatkan percintaan diantara pertemenan mereka.

Singkat saja, mereka berempat kini sudah berada di sebuah kedai yang letaknya memang tidak jauh dari sekolahan. Mungkin tinggal melewati beberapa blok rumah dari belakang sekolah saja sudah sampai. Dan seperti biasanya, mereka memilih untuk duduk di kursi luar dibandingkan di dalam. Selain bebas, mereka tidak betah dengan rasa sumpek dan bau-bau yang bercampuran.

"Mau makan apaan lo pada? Gue yang bayar," ungkap Bagus.

Ramdan dan Abdi terlihat sumringah, "Seriusan lo? Abis nyolong dari mana?"

Radit terkekeh, "Di kasih enak malah ngelunjak."

Bagus mendengus, "Temen gaada akhlak kaya lo pada yang halal gue jual di dark web."

"Cepetan mau apaan? Atau gajadi gue bayarin, bayar masing-masing."

"Yah anjir, ko menu nya sama-sama aja? Ini gaada nasi kecubung? Atau paling engga jus biji alpukat? Bosen," tutur Ramdan sekenanya.

Abdi hanya geleng-geleng kepala, "Nih, ada obat penambah tinggi badan, mau?"

Perkataan Abdi refleks membuat Bagus dan Radit tertawa terbahak-bahak, dan hal itu juga langsung membungkam ramdan yang dengan wajah kesalnya namun tidak bisa melakukan pembelaan.

"Udah anjir, kasian si Ramdan dibully terus sama lo pada."

Bagus mendekat dan menepuk bahu Ramdan menguatkan, tapi...

"Makannya jangan sering-sering main sama tuyul, jadi nular susah tinggi, kan? Sabar aja," tutur Bagus melas.

"BERISIK YA ANJING, GUE TINGGI!!" tegas Ramdan tak terima dirinya semakin dibully.

Sayangnya, ketiga temannya malah menatapnya kasian. Sialan emang!!!

***

19.44 WIB.

Setelah pulang dari kedai, Radit langsung membaringkan tubuhnya diatas kasur sambil memeluk bonekan Cinnamon nya yang bisa dibilang hampir sama dengan seukuran tubuhnya sendiri. Dalam diamnya, Radit malah tiba-tiba kepikiran tentang gadis yang secara mendadak masuk ke dalam kehidupannya. Sudah lama sekali Radit tidak berkenalan dengan seorang cewek. Terakhir kali, jika tidak salah pun sewaktu akhir jaman SMP itupun tidak dekat. Karena Radit malas meladeni nya, hanya buang-buang waktu saja.

Cinnamon Boy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang