Serpihan Memori

10 2 4
                                    

"Sebenarnya, dia anakku atau bukan?"
-Rey Bramasakti

"Ngeeeng, brum brumm"
Di ujung timur pulau Jawa, terdapat sebuah desa yang cukup makmur. Para penduduk disana memiliki berbagai macam mata pencaharian. Mulai dari bertani, berkebun atau bahkan menjadi nelayan di lautan.

Tanahnya yang subur menjadikannya tempat yang cocok untuk menanam segala macam jenis tanaman. Tak hanya itu, sumber mata air disana bisa ditemukan dimana-mana.

Terdapat 3 sungai utama yang memisahkan desa ini dengan desa sebelah.

"Brumm Bruumm, papa minggir! Roy mau lewat". Teriakan dan tawanya sudah bisa mewakili perasaan anak berusia 7 tahun itu. Kebahagiaan senantiasa menyelimutinya.

Bagaimana tidak, Kehadiran papa dan juga sang mama-lah yang menjadi sebab terukirnya senyuman indah di wajah Roy.

"Aaaa tidak, ada monster kecil yang naik truk mainan. Lariii!"

Meskipun berteriak demikian, Rey sama sekali tidak menampakkan raut ketakutan sama sekali. Justru malah ikut tertawa bersama anaknya.

"Ih pa, kok malah ketawa sih. Harusnya kan lari ketakutan kayak di tv kemarin" gerutunya si kecil Roy.

"Yah gimana ya, kalau di tv kan monsternya emang serem. Tapi kalo yang di depan papa monster selucu ini, siapa yang bakalan lari karena takut" jelasnya perlahan sembari menggelitiki pinggang buah hatinya.

Mama yang sedari tadi menyaksikan aksi mereka berdua dari jendela dapur, hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Ting ting ting ting, waktunya makan! Ayo Roy sama papa cepetan masuk".

"Yahh, udah abis ya waktu mainnya".

Melihat anaknya kehilangan senyuman, seketika itu pula naluri seorang ayah bangkit, lalu mulai menghiburnya agar tetap bersinar layaknya matahari pagi.

"Eh jangan sedih, kan besok kita bisa main bareng lagi, hehe" ucapnya sembari tersenyum dan menutup mata.

Untuk sesaat, suasana mendadak menjadi hening. Jangkrik yang sering bernyanyi kini menahan diri untuk bersuara. Burung-burung yang terbang bebas pun seakan kehilangan suara kepakan sayapnya.

Rasa dingin mulai menusuk tulang belakang sang ayah, membuat bulu-bulu tubuhnya seolah beranjak dari istirahatnya.

"Roy, roy. Kamu kenapa diem aja?"

Meski telah dilontarkannya pertanyaan, Roy tidak memberikan tanda bahwa dia akan merespon pertanyaan itu.

Tatapannya kosong, Apa yang dilakukan Roy hanyalah menghadap ke arah samping kanan dari tempat mereka tinggal.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
A Quite Dream (On-Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang