14. Perubahan

194 27 11
                                    

"Kamu laper enggak?" tanya Revan pada Nafa.

Tepat pukul 3 sore itu Revan menjemput Nafa dan mereka pulang bersama. Kepala Nafa masih dipenuhi dengan kejadian tadi pagi. Namun ini sudah 20 menit perjalanan pulang Revan belum membahas hal itu. Mekski belum membahasnya tetap saja membuat Nafa bertanya tanya. Apakah ada yang revan sembunyikan?

"Mie Pak Karso?" Tanya Nafa.

"Oke." jawab Revan.

Makan sore sudah diputuskan dan keadaan dalam mobil kembali hening. Nafa tetap pada fikirannya tentang kejadian tadi pagi sementara kepala Revan sibuk memikirkan sebenarnya ada apa dengan Cendana? Bukannya dia tak mau membahasnya, hanya saja dia sekarang sangat takut akan kedekatan Cendana dengan Nafa.

Perkataan Aji ternyata benar, Cendana sangat terang terangan mendekati Nafa dan anehnya dia tidak bisa melarang atau mempertegas pada Nafa untuk tidak dekat dengan Cendana. Jangankan untuk melarang, membahas kejadian tadi pagi pun dia belum mau. Revan takut itu akan merusak mood Nafa.

Sebisa mungkin Revan tidak memasang wajah bete sore ini padahal kenyataannya hatinya masih bergejolak ingin menghantam wajah Cendana. Sebenarnya ada banyak kekhawatiran namun dia tidak bisa mengutarakannya pada Nafa. Kenapa rasa takut kehilangan itu baru dia rasakan sekarang?

Ponsel Nafa sedari tadi sangat berisik dan Nafa terlihat sangat risih. Nafa langsung mematikan ponselnya dan menyimpannya dalam saku celananya. Revan melirik ponsel Nafa sekilas dan tadi sebelum dimatikan dia melihat nama Cendana tertera di laya ponselnya dan Revan tersenyum tipis. Rupanya Revan benar benar harus waspada sekarang.

"Kenapa kamu matiin?" tanya Revan dengan tenang. Sekali lagi Revan mencoba untuk tenang.

Nafa menggelengkan kepalanya, "Nggak penting." Jawab Nafa.

Memang benar bagi Nafa kehadiran Cendana sangat tidak penting dihidupnya dan hanya menganggunya saja. Namun bagi Revan itu hal lain, kehadiran Cendana sangat mengusik dirinya. Revan takut nanti Nafa akan luluh pada Cendana dan meninggalkan dia.

"Cendana bukan?"

Nafa menoleh pada Revan, "Tadi dia telepon aku." Jawab Nafa.

"Kenapa enggak kamu angkat? siapa tahu aja penting." ucap Revan.

Sumpah, kalau bisa lebih baik Nafa blokir saja nomornya, begitu fikir Revan.

"Ngapain amat ah!" ketus Nafa.

Sepertinya Nafa sangat tidak suka topik obrolan mereka tetapi Revan penasaran sejauh mana mereka dekat? Sampai sampai Cendana sangat sering mengirim hadiah untuk istrinya itu. Sialnya Revan baru tahu kemarin itu pun Aji yang menceritakannya.

"Kalian deketnya gimana?"

"Mas--nggak penting sumpah!" ketus Nafa.

Oke. Revan lebih baik berhenti saja dari pada mood Nafa berubah buruk. Mungkin tentang Cendana akan dia cari tahu sendiri saja.

Tangan Revan bergerak mengelus rambut panjang Nafa dan yang dia tersenyum, "Maaf ya, sayang." ucapnya.

Kemudian Revan menarik tangannya, Nafa menoleh pada Revan dengan sorot mata sayu, "Mas--kamu sayang aku enggak?"

"Kenapa kamu tanya begitu?"

Nafa menghembuskan nafas panjang, "Aku ngerasa kamu enggak sayang sama aku." jawab Nafa.

Revan menghembuskan nafas panjang kini tangannya bergerak lagi untuk meraih jemari Nafa, kemudian dia tautkan jemarinya pada jemari Nafa dan menggenggamnya erat erat.

"Kalau aku enggak sayang kamu, aku nggak akan nikahin kamu."

"Lebih sayang aku--atau Zahra?"

Revan tersenyum, "Kamu."Jawabnya tanpa ragu. Memang benar bukan?

Love In Trouble : Revan | RENJUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang