12. Pertemuan dengan Aji

185 25 17
                                    

"Nafa?" Panggil Revan.

Pintu kamar dibuka oleh Revan. Terlihat Nafa yang memeggangi ponselnya duduk disisi tempat tidur dengan wajah yang berantakan. Pipinya terlihat sangat basah dan hidungnya sangat merah. Revan segera menghampiri Nafa dan menarik wanitanya itu pada pelukannya. Mengelus punggung kecil sang istri seolah memberikan ketenangan pada Nafa, padahal Nafa menangis seperti ini karena Revan.

Nafa membalikkan tubuhnya menghadap Revan, dia peluk suaminya dengan erat sementara Revan mencium pucuk kepala Nafa. Nafa semakin terisak dan tangan Revan masih setia mendekap Nafa. Tidak ada percakapan diantara keduanya, baik Revan mau pun Nafa masih bergulat dalam pemikiran masing masing. Revan yang memikirkan Zahra yang marah tadi dan Nafa yang merasa sangat berdosa pada Revan karena tak izin kepada Revan.

Revan bisa mendekap Nafa seerat ini seolah hari esok dia tak bisa mendekap sang istri lagi namun fikiran dan hatinya tidak ada disana. Revan benar benar meminta maaf pada Nafa perkara perasaannya belum bisa sepenuhnya untuk sang istri. Setelah tadi dia bicara pada Zahra, dia sempat berfikir dan ada rasa takut kalau Nafa tahu perihal hadiah yang ia berikan pada Zahra. Memang semua itu tidaklah pantas tetapi ada yang mendorongnya untuk memberikan hadiah pada Zahra. Secinta itu Revan pada Zahra namun sekarang dia sadar bahwa perasaannya itu sangat salah. Bahkan dari awal dia menjadikan Nafa pacarnya saja sudah salah.

Rasa cinta itu memang ada untuk Nafa namun belum sebesar rasa cintanya pada Zahra. Revan sendiri juga sebenarnya ingin mencintai Nafa dengan seluruh hatinya, namun namanya perasaan tidaklah bisa ia paksakan. Nafa wanita yang sangat baik dan cantik, Nafa juga wanita yang sangat mandiri belum lagi Nafa juga sangat pintar masak. Lalu apa lagi yang Revan cari? Ditambah Nafa juga satu keyakinan dengannya. Bisa dia ajak ke rumah Tuhan, tidak seperti Zahra yang hanya menunggu didalam mobil saat Revan sedang beribadah.

"Jangan nangis." Ucapnya dengan lembut.

"A-aku minta maaf, Mas. Aku salah--"

Revan bergerak mencium kening Nafa dan tersenyum, "Nggak pa-pa. Kamu jangan ulangi lagi. Aku khawatir sama kamu, Naf. Takut kamu kenapa kenapa diluar sana, apalagi ini udah malem." Balasnya.

"Aku janji nggak akan gitu lagi, Mas." Lirih Nafa.

Nafa berjanji dia tidak akan pernah pergi dengan Aji atau pria mana pun tanpa seizin Revan.

"Sekarang tidur ya? Udah jam 1, nanti pagi kan kamu harus kerja." Ucap Revan.

Nafa mengeratkan dekapannya pada tubuh Revan, Revan pun membalas dekapan Nafa. Dalam hati Revan berdoa semoga saja dia bisa mencintai Nafa dengan sangat. Dan tiba tiba nama Aji lewat begitu saja pada kepalanya. Sebenarnya ada apa dengan manusia itu sampai bisa bisanya memulangkan Nafa tengah malam begini? Apakah dia tak tahu etika? Atau dia mau merebut Nafa? Rasanya tak akan mungkin, mengingat Aji satu agama dengan Zahra jadi Revan rasa itu tidaklah mungkin.

Ingatkan Revan nanti siang dia harus menemui Aji untuk menjelaskan semuanya karena Revan merasa hatinya ada perasaan mengganjal yang membuat dadanya sedikit sesak. Apakah Revan kecewa? Ataukah Revan cemburu? Entahlah itu perasaan apa Revan belum bisa mendeskripsikannya. Yang jelas ada perasaan dongkol saat Aji bertemu dengan Nafa dan semoga saja ini yang terakhir kalinya Aji pergi berdua saja dengan Nafa.

"Mas, jangan marah lagi." Lirih Nafa, wajahnya masih basah.

Revan terkekeh dan menganggukan kepalanya, "Kamu jangan bikin aku kesel lagi. Tadi hampir aja aku teriak saat lihat jaket si Panjul di sofa--"

"Aji, Mas! Bukan Panjul. Ganti ganti nama orang itu nggak baik!" Pekik Nafa.

"Ya abisnya ngapain dia pulangin istri orang tengah malem, nggak sopan!" Ketus Revan.

Love In Trouble : Revan | RENJUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang