4. Cemburu.

250 32 10
                                    

Tepat pukul 5 sore, Nafa tiba di Studio dan dia tidak melihat keberadaan mobil kekasihnya. Namun dia tidak perduli, yang penting dia langsung kembali setelah mengantar Aji. Nafa mendaratkan bokongnya di sofa depan dekat customers service. Ria menatap bosnya dengan tatapan kebingungan, Nafa datang dengan wajah kusut itu mengundang pertanyaan dari karyawannya. Namun Ria tidak berani bertanya lebih lanjut karena dia tidak mau mendobrak privasi sang pemilik.

Nafa menghela napas panjang, perasaannya dan tubuhnya sangat lelah menghadapi hari ini. Dia menatap langit langit Studio, "Ia, kalau semisal lo punya sahabat cowok dan pacar--lo lebih milih mana?"

Ria mengalihkan atensinya yang sedang merekap pemasukan dan menoleh pada Nafa yang kini sudah memandanginya seolah meminta jawaban, "Hmm? Oh--ya aku coba liat dulu situasinya dulu."

"Contohnya? Kalau pergi nih dua duanya ngajak dihari yang sama."

"Semisal ya mbak, kalau pacar kamu butuh ya harus ke dia--kalau sahabat kamu yang butuh sebisa mungkin kamu izin dulu sama pacarmu biar tidak ada kesalah pahaman. Atau--"

Pintu Studio terbuka lebar, aroma parfum Vanilla khas pria itu menyeruak ke segala sudut ruangan. Nafa menoleh pada seseorang yang datang. Pria itu datang dengan wajah tidak bersahabat, dia memandang Nafa dengan tatapan tajam dan berdiri tepat didepan Nafa.

Nafa mendongak membalas tatapan pria itu dan dia tersenyum, "Kak Revan--"

"Sampe kesini kapan?"

"Udah--20 menit yang lalu." Jawab Nafa.

Revan mengangguk dan menarik tangan Nafa untuk ia genggam. Nafa membalas genggaman itu dan mengambil tasnya, kemudian Revan membawa Nafa keluar Studio. Ria menggelengkan kepalanya, tidak ada ajakan lembut atau interaksi intens diantara kedua sejoli itu. Sikap dingin Revan sudah biasa Ria lihat bahkan Ria sendiri bertanya tanya apakah kekasih dari bosnya itu betulan cinta atau tidak? Revan memperlakukan Nafa didepan publik seperti musuh saja. Ria sampai amit amit kalau dapat pacar seperti Revan. Ya--tampan sih dan uangnya cukup banyak tetapi jika tidak diperlakukan baik untuk apa bertahan?

Ria juga sedikit tidak habis fikir pada bosnya, kenapa bisa menerima Revan sebagai pacarnya?

Namun Biarkanlah Ria berkecamuk dengan fikirannya sendiri yang tidak akan pernah mendapat jawaban dari pertanyaannya itu, karena Ria tidak akan berani untuk bertanya mengenai hubungan bosnya itu.

Jalan raya menuju apartement Revan cukup padat dikarenakan jam pulang kerja. Suasana didalam mobil sangat hening, jadi Nafa berinisiatif untuk menyalakan musik saja dari pada dia terjebak dalam kesunyian dan membuatnya semakin gelisah. Revan masih fokus pada jalan raya sementara Nafa menikmati lagu yang dia putar. Sesekali Nafa bernyanyi sendiri tak perduli berisik atau tidak. Yang penting dia tidak mati kutu sore ini.

45 menit kemudian mereka sudah sampai apartement Revan. Revan langsung masuk ke dalam kamarnya dan Nafa memilih duduk di sofa saja. Dia mengusap wajahnya kasar dan menatap pintu kamar Revan yang tertutup. Sepertinya Revan sedang mengganti bajunya. Nafa menyiapkan diri jika hari ini Revan marah marah kepadanya. Sebenarnya Nafa tidak mau diajak ke apartement Revan karena ujung ujungnya ya dia tidak akan aman.

"Naf--" Revan langsung duduk di sebelah Nafa dan Nafa memposisikan diri memutar badannya menghadap sang kekasih, "gua mau nanya."

"Kenapa?"

"Lo sama Aji tadi kemana aja?"

"Ke toko musik aja, Kak. Nggak kemana mana--kenapa?"

"Si Aji emang nggak punya pacar?" Tanya Revan dengan sorot mata tajam.

"Nggak, baru 5 bulan lalu putus."

Revan mendengus kasar, "Pantesan--"

"Kenapa kamu?"

Love In Trouble : Revan | RENJUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang