24. Membaik.

179 21 13
                                    

Nafasya tidak bisa berkutik apapun semalam. Yang hanya bisa dia lakukan hanyalah mengiyakan kemauan Revan yang tak ingin pisah darinya, dengan catatan Revan akan berubah. Dan sudah bisa Revan pastikan jika dia akan berubah dan akan menyayangi Nafa seperti dia menyayangi Zahra dulu. Jujur saja Nafa masih takut, tetapi sekali lagi dia percaya pada Tuhan jika dia yakin pada hatinya.

Dua hari Revan di opname dan selama dua hari itu juga Nafa menjaga suaminya. Tadi pagi ada teman-teman kantor Revan dan juga atasan Revan, Vania. Melihat kondisi Revan yang tidak memungkinkan untuk berangkat kemarin maka Vania memakluminya. Recananya kemarin Revan akan berangkat untuk dinas luar ke luar negri, tetapi karena musibah ini Revan tidak akan bisa berangkat. Maka Vania memberikan Revan waktu untuk pulih, setelah pulih baru Revan bisa bekerja kembali.

Nafa cukup terkejut kala suaminya itu memperkenalkan dia dengan teman-temannya. Dan yang parah lagi, Revan memberikan pengumuman resmi bahwa Nafa sedang hamil muda 4 bulan. Memang perutnya belum terlihat membuncit tetapi jika Nafa mengenakan pakaian pas dengan tubuhnya, perutnya akan terlihat membesar. Perbuatan Revan itu membuat dirinya geleng-geleng kepala.

"Harus ya kamu pengumuman gitu, Mas?" tanya Nafa yang langsung duduk di sofa.

Revan terkekeh dan mengangguk, "Haruslah, kenapa emang?" tanya Revan dengan santai.

"Ya—malu, Mas." Jawab Nafa.

Kedua alis Revan hampir menyatu, "Loh? Ngapain malu? Kan aku tanggung jawab, kamu juga enggak hamil diluar nikah, kan?"

Nafa menggelengkan kepalanya dan menghembuskan nafas panjang, "Nggak sih—Cuma kan—"

Tujuan Revan seperti itu hanya ingin memberikan kabar Bahagia saja pada teman-temannya, tidak salah kan? Apa yang salah? Berita Bahagia lebih baik harus di umbar kan? Karena sejujurnya Revan belum pernah sebahagia ini. Jika saja Revan tidak sakit, mungkin dia akan berlari pada Nafasya dan memeluk istrinya itu.

"Nafa," panggil Revan.

Nafa menatap Revan dengan pandangan lurus menatap kedua mata suaminya itu, "Kenapa, Mas?"

Revan menghembuskan napas panjang, sebulan ini kepalanya sangat semrawut. Hidupnya tak karuan karena ditinggalkan oleh Nafasya. Menurut Revan permintaan maaf saja rasanya tidak akan cukup Revan utarakan. Revan menyadari bahwa dirinya berdosa sekali pada istrinya. Nafa dengan tulus mencintainya dan dengan bodoh Revan balas dengan sebuah kebohongan besar. Sialnya, Revan baru menyadari dia secinta itu pada Nafa saat Nafa tidak ada disisinya.

Revan sangat menyadari bahwa Nafa lebih dari apapun, bahkan jika disandingkan dengan bintang dilangit, Nafa akan lebih indah dari mereka. Revan tidak akan membuat Nafa kecewa lagi, dia tidak mau Nafa pergi dari sisinya lagi. Satu bulan lamanya ditinggali oleh Nafa mampu membuatnya hancur, cukup satu bulan saja jangan selamanya.

"Aku boleh minta kamu buat disisiku terus nggak?" tanya Revan dengan hati-hati. Tiba-tiba saja perasaannya jadi tak karuan.

Nafa menghembuskan napas panjang dia tentunya ingin disisi Revan, hanya saja dia takut dibuat kecewa dan jatuh terperosok lebih dalam lagi. Nafa tidak mau terlena akan cinta yang Revan berikan jika cinta itu bisa menusuknya kapanpun.

Nafa bangkit dari duduknya, dia berjalan perlahan menuju Revan yang terbaring disana. Nafa duduk disisi tempat tidur Revan. Tangannya bergerak mengusap pergelangan tangan Revan yang diperban, "Aku mau—Cuma—" Nafa menghembuskan napas berat, "aku takut kecewa lagi, Mas." Jawab Nafasya dengan keraguan didalam hatinya.

Tangan Revan bergerak menggenggam tangan Nafa, "Kamu ragu?"

Nafa menganggukan kepalanya, "Aku ragu—karena kemarin aku liat Zahra—"

Love In Trouble : Revan | RENJUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang