Bab 1A

2 1 0
                                    


"Hey Methaa... apa kabar kamu? Awet muda, ya?" sambut mamaku gembira saat tante Metha dan keluarganya tiba di rumah. Mamaku cipika-cipiki dengan Tante Metha. Sementara, papaku memeluk erat Om Adit. Meluapkan rasa kerinduan yang begitu mendalam sebagai sahabat lama.

"Kamu juga awet muda. Makin sukses makin cantik malah," Tante Metha balik memuji mamaku. Mereka berdua sama- sama tertawa bahagia, setelah lama tak jumpa akhirnya bertemu juga.

"Ah, bisa aja kamu," jawab mamaku sembari mencolek lengan Tante Metha. Sedangkan para suami hanya memandangi istri mereka dengan bahagia juga. Aku hanya bisa diam memandangi.

"Udah, ayo masuk. Kangen- kangenannya di dalem aja," saran papaku. Semua menuruti. Kami para Srikandi berjalan beriringan di depan menuju tempat makan malam. Dan, para papa- papa berjalan di belakang kami sama- sama saling menepuk punggung. Memberi isyarat bahwa memang 'keadaanku baik- baik saja dan aku sehat, begitu juga sahabatku.' Yahh, itu terpancar jelas dari rona wajah papaku dan Om Adit.

Tante melirikku yang sedari tadi hanya bisu. Kemudian tersenyum lembut kepadaku. Aku yang sedikit kaget mendapat senyuman Tante Metha buru- buru membalasnya juga dengan senyuman.

"Ini Aira yang dulu masih SMP itu, ya?" tanya Tante Metha tiba- tiba Kepada mamaku.

"Iyah," jawab mamaku dengan nada bangga. Karena memang hanya aku seorang anaknya di dunia ini. Mama memang tidak berniat memiliki keturunan lagi setelah tau rasanya melahirkan aku. Yang katanya 'susah dan sakitnya' minta ampun.

Hingga pada akhirnya mama harus menjalani proses caesar untuk melahirkanku ke dunia ini setelah sebelumnya hampir melahirkanku dengan proses alami. Namun, keadaan mama tidak memungkinkan untuk itu. Benar- benar perjuangan seorang mama.

Dulu sih, kata mama, beliau sempat hamil lagi ketika aku berusia 5 tahun. Namun sayang mama harus kehilangan bayinya, seandainya lahir dia akan menjadi adik laki- lakiku yang paling tampan. Penyebabnya karena kandungan mama yang lemah. Mengharukan sekali saat mendengar cerita itu dari mama. Aku berdoa dan berharap semoga hal tersebut tidak terjadi kepadaku juga. Itu pula yang jadi harapan dan doa mama dan papa kepadaku.

"Udah gede, ya. Terlihat dewasa malah. Makin cantik kayak mamanya," sahut Tante Metha kemudian.

Aku hanya tersenyum nyengir.

"Iya, dong, anaknya siapa dulu," jawab mama

Rasanya seperti keluarga sendiri. Kami semua makan sambil sedikit mengobrol. Dan tawa- tawa yang lain pun hadir di tengah- tengahnya. Banyak hal yang mereka tanyakan kepadaku. Om Adit dan Tante Metha. Dan mereka juga menceritakan tentang keluarga mereka kepadaku. Benar- benar seperti keluarga besar. Pantas saja kalau mama melarangku mengajak Siska makan malam kali ini.

*******&&&&&&*******

Selang lima belas menit berjalan. Terdengar suara bel rumah berbunyi. Kami semua terdiam sejenak karena suara itu.

"Itu pasti anak- anakmu sudah datang," sahut mama.

"Iya sepertinya. Biar aku bukakan dulu pintunya," jawab Tante Metha.

"Sudah tidak usah. Biar Aira aja yang jemput mereka," sela mama begitu melihat Tante Metha bangkit dari kursinya. Tante Metha berhenti saat mama bicara seperti itu. Kemudian ia duduk kembali. Aku sekilas melihat mama bermain mata dengan tante Metha. Seperti memberikan kode. Entah apa itu. Tidak jelas dan aneh. Tante Metha pun tersenyum mengerti.

Aku langsung bangkit dari dudukku ketika mama menginstruksikan untuk membukakan pintu untuk tamu selanjutnya. Aku berjalan pelan ke ruang depan.

Kemudian bergegas memutar kunci dan membukakan pintu. Dua orang laki- laki menyambutku di depan pintu. Satunya berpakaian casual jeans dan yang satunya lagi ribet memakai dan membenahi jasnya. Terlihat lebih dewasa dan formal.

"Hai," ia menyapa dan sambil melemparkan senyum. Aku balik tersenyum. Aku yakin, ini pasti Ridho, si bungsunya Om Adit dan Tante Metha.

"Elo pasti Aira, kan?" sambungnya lagi, mencoba untuk menebak identitasku. Kemudian serta merta menjabat tanganku." Gue Ridho temen main waktu kecil dulu. Inget, kan?" sedikit memaksakan.

Dan, ternyata memang benar dugaanku. Ini si Ridho.

"Ohh, aku Aira. Ayo masuk, sudah ditunggu," ajakku sambil menerima jabatan tangannya. Sementara itu, aku berusaha untuk mengingat, kalau dia teman masa kecilku.

Ada aura- aura aneh di sini. Laki- laki yang satunya hanya memandangiku cuek. Buat kenalan juga ogah sepertinya. Songong! Kataku dalam hati.

Tiba- tiba saja ia langsung nyelonong masuk begitu, mendengarku mempersilakan mereka masuk. Menyebalkan sekali. Sementara itu Ridho berjalan beriringan denganku di belakang laki- laki formal itu.

Aku mendengar Ridho mendengus pelan menanggapi sikap kakaknya itu. Yang entah siapa namanya. Aku juga tidak tahu. Kurang berminat untuk tahu juga.

"Dia memang agak dingin," sahut Ridho tiba- tiba sambil melayangkan tangannya ke udara, mengisyaratkan aku untuk tak menghiraukan laki- laki itu. Aku pun tersenyum pelan tanda memahami akan maksudnya.

**********8&&&&&&&********

Setibanya di ruang makan, aku kembali duduk di kursiku dan kembali meyuap makananku yang sempat ku tinggalkan.

"Malem Tante.. Om. Saya Ridho," sapa Ridho sembari memeluk papaku dan menjabat tangan mama. Ia lalu mencium pipi kedua orangtuanya, Om Adit dan Tante Metha. Setelah itu Ridho duduk di dekat Om Adit. Mama papaku menyambutnya dengan hangat.

" Saya Revan, Om...Tan," sahutnya. Kemudian menjabat mama papaku dengan hangat. Kemudian duduk di sebelah Tante Metha. Tepat di depanku.

Sungguh kontras sekali sikap yang ditunjukkannya sekarang dengan yang tadi ketika aku menyambutnya. Dasar penjilat! Aku mendengus pelan tak memedulikan drama yang sedang dimainkannya. Feelingku agak sedikit tidak enak tentangnya. Aku memilih untuk menyuap makananku kembali ketimbang melihatnya. Males.

*********&&&&&******

Happy reading yaa ^_^
Jangan lupa kritik, saran dan komennya.
Starnya juga ya.

Mumuciiii

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cherry! Terkadang Kebencian Juga Bisa Semanis CherryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang