Jakarta, 2024
Aku menulis ini pada hari dimana aku harus merelakanmu lagi. Yaa, untuk yang kesekian kali. Aku harus memilih untuk tidak apa jika tidak denganmu. Aku harus memilih jalan yang tidak akan ada kata kita di dalamnya. Meski tak bisa ku pungkiri, semakin aku berlari semakin aku ingin kembali.
Pada masa dimana aku bisa melihat senyummu secara berkala. Pada masa dimana kita selalu bertukar cerita, sedih, senang, juga bahagia. Pada masa dimana kecewa itu mengepungku jika melihat mu dengan seseorang selain aku. Kecewa yang harusnya tak perlu, karena toh kamu bukan penuh milikku.
Yaa, aku hanya memiliki sebagian mu. Dan sebagian lainnya yang tak pernah ku tau ada dimana. Sebagian lainnya yang tak pernah bisa ku temukan. Sebagian lainnya yang mungkin ada pada diri lain seseorang.
Seperti sedang menunggu kereta yang tidak hanya selesai pada satu pemberhentian. Ada tujuan yang lainnya. Yang mungkin pemandangannya akan lebih indah jika berenti disana. Begitupun aku, yang bukan menjadi satu-satunya pemberhentianmu. Aku tau, tapi aku tetap keras kepala untuk menunggu.
Hingga pada masanya, aku harus memilih kalah. Karena tenaga yang kupunya sudah habis semua. Dan kamu hanya berakhir sebagai ketidakmungkinan yang memilukan untukku seorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Koma
PoetryCerita yang tidak akan pernah selesai, dan bagian yang tidak pernah bisa berhenti untuk tidak dibuka kembali.