Jakarta, 2024
Cerita yang harusnya masih punya perjalanan panjang itu harus terpaksa berhenti di tengah jalan. Sebab tokoh utama dalam cerita itu memilih menyerah. Bukan karena perasaan itu telah hilang, bukan karena ia tak lagi sanggup menahan rasa sakit yang terus meradang, bukan juga karena ia menemukan haluan berbeda yang lebih menyenangkan. Ia hanya kehabisan tenaga untuk terus bertahan. Karena ia tau, mencintai tidak pernah serumit ini. Harusnya jika cerita ini dibangun dengan tokoh yang tepat, maka alurnya pun akan jauh lebih sederhana. Tidak harus banyak menerka, tidak harus banyak bertanya, apakah jalan yang ia pilih sudah benar atau selama ini hanya tenggelam pada kesia-siaan?
Mestinya akhir bahagia itu lebih mudah untuk dituliskan. Namun, mengapa dengannya terasa sangat sulit untuk diwujudkan? Mengapa semua jalan terasa buntu dan hanya menimbulkan bingung?
Walau cerita itu akhirnya terpaksa untuk dituntaskan, nyatanya tidak ada yang benar-benar selesai. Apalagi menyangkut kasih sayang. Sesuatu yang tertinggal meski sudah terpisah pada tempat yang berbeda. Sesuatu yang enggan hilang meski tokoh utama dalam cerita itu telah pergi sejauh mungkin. Berpindah, bertemu tokoh lain, ataupun memulai menulis ceritanya sendiri.
Karena tulus, bukan hanya sekedar kepemilikan. Karena tulus, bearti merelakan bahagia, kan? Meski tak harus berakhir bersama. Meski jalannya mungkin telah berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Koma
PoetryCerita yang tidak akan pernah selesai, dan bagian yang tidak pernah bisa berhenti untuk tidak dibuka kembali.