•> Tri

136 24 8
                                    

「 Aku pasti akan langsung percaya jika ada seseorang yang membual tentang Kamu itu sebenarnya adalah bidadari atau yang semacamnya.」

‧͙⁺˚*・༓☾ ☽༓・*˚⁺‧͙

"Reaksi asam basa dari cairan............. "

Siang-siang, dan cahaya mentari di luar sana menyengat kulit, kipas angin tak mampu sejukkan ruang kelas apa lagi kepala berasap siswa-siswi yang tengah mencoba tetap waras ditengah-tengah suhu panas juga serangan kantuk.

"Chan, anterin ke toilet dong, " Jose berbisik, dengan tidak sopannya ia meletakkan kakinya di sela-sela kursi yang diduduki oleh Nata, buat seragam si Desember itu ditempeli jejak sepatu bermerek centang putih milik Jose.

"Kaki Kamu! Gak sopan banget!!" Nata mengomel, menepuk-nepuk bagian punggungnya yang ditempeli debu ber cap sepatu milik Jose.

"Kamu yang izin ya, " tak urung, Nata tetap menyetujui ajakan Jose, berdiri dari duduknya.

"Sebenernya Gue gak paham sama sekali apa yang dijelasin sama Bu Ima, " celetuk Jose begitu mereka sudah berada di koridor menuju toilet.

"Kamu pikir Aku paham? " Nata mendengus, mencebikkan bibir layaknya anak bebek.

"Gak percaya Gue, " Jose sanksi, Nata selalu merendah, bilang begitu tapi nilai ujiannya selalu di atas rata-rata, cuih.

"Pak Wali! " Nata tarik lengan Jose yang masih sibuk mencibir itu untuk bersembunyi di balik tangga, keduanya menahan napas sebab Guru Sejarah itu lewat persis di depan mereka, untung saja bawah tangga itu gelap jadi keberadaan dua pemuda bongsor di sana pun tak nampak penglihatan.

"Anjing deg-degan gue, " Jose mengelus dadanya, Nata sendiri masih celingukan takut-takut ada Guru yang akan menangkap basah mereka sedang membolos pembelajaran.

‧͙⁺˚*・༓☾ ☽༓・*˚⁺‧͙

Menjadi kelas dua belas, itu artinya harus tahan dengan kalimat-kalimat wejangan dari Guru-guru yang berbunyi;

"Kalian disini tinggal beberapa bulan lagi"
"Belajar yang rajin karena cuman beberapa bulan lagi kalian akan lulus"

Dan sejenisnya.

Tapi kalau dipikir-pikir, Baskara jadi kepikiran— maksudnya kepikiran setelah lulus ini ia akan lanjut kuliah, kerja, atau jadi pot bunga— aduh sepertinya kebanyakan dengar wejangan-wejangan dengan kalimat sama itu mulai menggerogoti kewarasannya.

"Pus.. Puss... "

Baskara hentikan langkahnya begitu dengar suara kecil yang asalnya tak jauh dari tempatnya berdiri. Penasaran, pemuda kelahiran Juni itu menolehkan kepalanya, temukan eksistensi sosok yang kemarin terhantam bola basket yang Dhani lempar.

Si Juni tak bisa menahan senyum gelinya begitu Nata mengajak kucing berbulu putih itu berbicara, tangan cantiknya membawa bungkusan makanan kucing yang sesekali si empu berikan pada si kucing.

"Kamu habis dari mana sih meng? Bulumu kotor"

"Meng, meng, " Nata memanggil-manggil si kucing dengan gemas, jemari lentiknya sesekali menggelitiki telinga si kucing, Nata juga biarkan si kucing menduselkan kepala pada telapak tangannya dengan manja.

"Lucu."

Nata menoleh kilat begitu dengar suara lain di belakangnya, matanya membulat sesaat sebab terkejut karena temukan sosok Baskara yang tersenyum ke arahnya.

"O-oh, kucingnya emang lucu, " celetuk Nata, kembali bermain-main dengan si kucing putih.

"Nggak pulang? " tanya Baskara, ikut berjongkok di sebelah Nata sambil memperhatikan si kucing yang sibuk bermain dengan tangan Nata yang terus menerus bergerak menggoda.

"Em? Masih belum pengen pulang, " jawab Nata tenang, padahal jantungnya sudah berdebar dua kali lipat dari normalnya.

"No no, meng, tidak digigit, " Nata dengan cepat menarik tangannya begitu taring runcing si kucing mulai berusaha menggigitnya, bibirnya cemberut.

Sialan, Baskara tak tahu sampai kapan ia bisa menahan kegemasannya. Yang jelas, Nata tampak seperti sosok kecil yang harus dilindungi dan bisa di masukkan kedalam kantong celananya kapan saja.

"Siapa kemarin nama lo? " tanya Baskara, tidak dia tak lupa, ia hanya ingin berkenalan dengan benar saja.

"Chandra, " Nata melirik sekilas, tangannya masih mengelus bulu halus kucing didepannya meski tadi hampir digigit.

"Chandra? "

"Iya, Chandra"

"Bukan, maksudnya Chandra siapa? " Baskara memperjelas, tak peduli apa yang Nata pikirkan tentang ia yang terlalu kepo dengan nama panjangnya.

"Chandra Nata Wijaya, kenapa? " tanya Nata bingung.

"Cantik, namanya. Orangnya juga, " Baskara tersenyum macam orang dungu, persetan sudah dengan harga diri. Orang cantik macam Nata terlalu mubazir untuk disia-siakan.

Nata yang dengar pujian spontan Baskara itu langsung memalingkan wajahnya yang mulai memanas, warna merah menjalar ke seluruh wajah, leher, dan bahkan telinganya.

"Nama Gue Baskara Semesta, " Baskara melanjutkan perkenalan, tak menyadari bahwa Nata seperti bisa meleleh sekarang juga karenanya.





Tbc

Asmaraloka [Sunki]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang