𝟎 : 𝐌𝐚𝐧 𝐢𝐧 𝐛𝐥𝐚𝐜𝐤

13 2 2
                                    

𝓟𝓮𝓷𝓹𝓪𝓷𝓭 𝓹𝓻𝓮𝓼𝓮𝓷𝓽

.

.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

Suara bel pintu berdentang membuyarkan konsentrasinya.

Wanita muda berusia kisaran dua puluh sembilan tahun mendongak, tubuhnya menegang, jari-jari tangan membeku melayang beberapa inci dari atas tombol faksimili yang menjadi pusat perhatiannya beberapa detik lalu. Alisnya sedikit mengerut, jantungnya tiba-tiba berdebar tanpa alasan.

Siapa yang bertamu malam-malam begini di sebuah rumah yang jauh dari pemukiman?

Dalam ketegangan, wanita itu menunggu dalam bisu. Berharap bahwa bunyi bel pintu hanya bagian dari ilusi atau berasal dari lahan pertanian para penduduk yang menggunakan semacam alat tradisional, biasanya digunakan mengusir hewan-hewan perusak tanaman.

Tapi, dentangan lain yang merobek kesunyian malam diantara derasnya hujan, membuatnya sadar bahwa dia memang tidak sendirian.

Gemuruh suara angin menderu, menabrak rinai pepohonan sementara air hujan menghantam atap dan tanah dengan jutaan tetes air tumpah. Kilat sekilas menyambar, menampilkan siluet-siluet gelap yang mencekam. Menghantarkan hawa dingin menusuk tulang dan bulu kuduk yang meremang.

Si wanita masih membeku, menahan napas, menelan saliva susah payah. Kaki jenjangnya yang berada di atas kursi perlahan turun, menapaki lantai kayu yang membeku. Dengan langkah pelan dan tanpa suara, dia membuka pintu kamar, kepalanya melongok keluar.

Hanya ada kegelapan, kesunyian, dan kehampaan dalam rumah megah itu sejauh mata memandang. Tidak ada siapapun dan tidak ada tanda-tanda kehidupan lain, kecuali dirinya.

Wanita itu berniat mengabaikannya, kembali hendak menutup pintu kamar dan kembali tenggelam dalam pekerjaan. Toh, dia seorang wanita dan rumah ini berada sedikit lebih jauh dari pemukiman warga.

Otaknya memikirkan banyak kemungkinan terburuk mengenai hal yang mungkin terjadi saat dia membuka pintu. Entah itu perampok atau pembunuh berantai, siapa yang tahu?

Tapi, perampok mana yang membunyikan bel pintu rumah targetnya?

Saat otaknya sibuk dengan pemikiran absurd, suara bel berdentang kembali terdengar bagai alunan musik kematian di tengah hujan badai. Wanita muda itu terperanjat, kepalanya menoleh ke sumber suara, bulu kuduknya terasa meremang tanpa alasan.

Bel itu berbunyi untuk ketiga kalinya.

Prasangka buruknya perlahan berubah menjadi kekhawatiran, mengetuk hati nurani yang dilandasi rasa penasaran tentang siapa yang berada di balik pintu rumahnya.

Mungkin saja, itu adalah warga yang ingin berteduh sejenak sampai hujan reda. Mungkin juga, itu bibi Ina.

Pemikiran itu menggerakkan hatinya, membuat dia mengambil keputusan besar meski ketakutan. Hujan badai diluar dan pintu yang diketuk saat tengah malam, apa alasan lain selain meminta bantuan?

Yah, setidaknya pikiran itu membuatnya sedikit tenang.

Wanita itu melangkah menuruni anak tangga dengan langkah sedikit ragu. Langkahnya terasa melayang saat dia menuju jendela, melihat keluar, mencoba mencari tahu siapa yang berada di balik pintunya. Tak ada siapapun di halaman.

Dia menarik napas panjang, melangkah takut-takut ke arah pintu depan. Dia menyentuh pegangan logam yang dingin, memutar kunci dan menarik daun pintu hingga terbuka. Angin beku menerobos masuk, menggoyangkan surai kelam dan dress seputih susu yang di kenakan. Satu kilatan cahaya menerangi sekilas halaman, disusul suara gemuruh berisik yang menggelegar.

Tidak ada siapapun di balik pintu besar ini.

Kening si wanita mengerut heran, kepalanya menoleh ke kiri-kanan, mencari-cari sosok yang menekan bel rumahnya beberapa menit lalu. Sayangnya, tidak ada siapapun kecuali suara gemuruh hujan, pepohonan yang bergoyang dan gemerisik daun berguguran terbawa angin kencang.

Pandangan matanya menyapu setiap sudut halaman, memperhatikan dengan cermat andai-andai si pelaku bersembunyi di kegelapan. Namun, semua usahanya sia-sia karena tak menemukan satupun siluet seseorang, kecuali, sesuatu yang diletakkan tak jauh dari depan pintu. Sebuah kotak kardus berukuran sedang, sedikit basah terciprat air hujan.

Apa bibi Ina lupa membawanya?

Dia mendekat dengan langkah pelan, mengangkat kotak kardus itu, ekspresi wajahnya sulit dijelaskan.

Kotak kardus itu sangat ringan, seolah kosong, tapi ada beberapa suara berisik dari dalam saat di goyangkan. Kening si wanita kembali mengerut, sekali lagi memperhatikan halaman dan akhirnya melangkah masuk bersama kotak ditangan.

Dia tidak menyadari bahwa seseorang mengintainya dari balik pohon pinus seberang jalan, menatapnya dengan senyuman dingin di wajah dan memperhatikan setiap gerakannya tanpa terlewat.


To be continued....

𝐈𝐥𝐥𝐮𝐬𝐢𝐨𝐧Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang