H-5

300 49 3
                                    


Pagi ini, Freen termenung di depan wastafel berkaca segi empat. Setelah membasuh wajah, lalu ia meraih handuk kecil untuk mengelap wajahnya yang basah itu. Dia kembali menatap bayangan dirinya. Freen Menghela napas, potongan-potongan kejadian semalam kembali terlintas, mulai melekat seperti coklat yang mengeras. Membuatnya terpenjara dalam dilemanya sendiri.

Freen masih bisa merasakan hangatnya pelukan itu. Hampir saja dia menyerah dan membiarkan delusinya menyatu dengan bayangan Becca. Freen sadar, sebagian besar dirinya memang menantikan momen itu. Menikmati pelukan Becca yang memabukkan.

Freen berniat untuk mengambil cutinya dan itu sudah direncanakannya beberapa waktu lalu. Freen sudah siap dengan pakaian santainya, tak lupa juga sekotak sandwich dan juga air mineral yang dibawanya dalam sebuah tas tangan berukuran sedang.

Hari ini, Freen berencana untuk mengunjungi taman bunga tulip yang akhir-akhir ini sempat dibicarakan oleh Charlotte Austin—teman satu industrinya. Charlotte tampak excited saat membahas mengenai taman yang baru dibuka beberapa waktu lalu.

Charlotte Austin adalah seorang sous chef dan sekaligus wakil dari Freen sendiri. Charlotte merupakan wanita blasteran, ayahnya berdarah inggris  sementara ibunya berdarah Indonesia. Meskipun ayahnya seorang pemilik restoran bintang lima yang memiliki dua Bintang Michelin, Charlotte sendiri tak ingin ayahnya ikut dalam urusan pribadinya, maupun itu pekerjaannya sekaligus.

Charlotte lebih nyaman bekerja di restoran yang bukan milik ayahnya. Wanita itu punya ambisi yang berbeda. Dia tak ingin ada seseorang yang ikut campur dalam ranah pribadinya.

Wanita blasteran yang memiliki ambisi kuat itu memilih jalannya sendiri, kemana ia harus pergi. Tak hanya itu, Charlotte juga sangat terlihat menawan dengan garis rahang yang tegas, tatapan tajam serta alis tebal dan juga hidung mancungnya.

Charlotte bukan seorang yang mudah bermain-main dalam urusan cinta. Wanita itu lebih tampak nyaman dengan kesendirian walau usianya hampir menginjak kepala tiga. 

Baru saja Freen membuka pintu gedung apartemennya sebuah Ford Super Chief sudah terparkir diluar halaman. Dan sosok tegap itupun keluar dari salah satu pintunya.

Gemini terlihat menarik dalam balutan kaus abu-abu dan celana jeans biru tua. Freen sempat merutuki dirinya yang tanpa sadar memuji seorang Gemini—aktor terkenal papan atas dan juga sekaligus koleganya sendiri.

Perlahan lelaki itu berjalan ke arah Freen lalu berhenti saat jarak mereka hanya seperti antara sebuah meja dan kursi. "Halo" sapa Gemini tersenyum. Laki-laki itu tampak manis.

"Hai" balas Freen biasa lalu berjalan melewati Gemini setelah ia mengunci rapat pintu apartemennya.

Gemini memperhatikan Freen dengan tas tangannya yang cukup besar itu. "Lo mau pergi?" Tanya Gemini yang disambut deheman Freen.

Gemini mendelik. "Kemana?" Tanyanya lagi.

"Bukan urusan Lo" balas Freen ketus, kembali melanjutkan langkahnya.

Sementara Gemini berjalan mendekati Freen, "Bentar" tahan Gemini saat sudah mendekat, "Lo diundang buat dateng ke alenia9 bareng mereka" ujar Gemini mencoba menahan Freen.

Laki-laki itu berbalik dan menghentikan langkahnya, menatap Gemini tajam. "Gue gak ada waktu" balasnya dingin.

"Sekali aja, gue mohon" pujuk Gemini akhirnya, laki-laki itu benar-benar menurunkan harga dirinya sejenak.

"Mau ya, gue mohon banget sama Lo. Dua hari lagi gue pulang ke Inggris." Lanjut Gemini yang masih ditatap dingin oleh Freen.

"Gak ada urusannya sama gue" nada dingin itu masih menyelimuti dirinya.

HOME (REVISI!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang