Episode 27

268 198 14
                                        

JANGAN LUPA VOTE, FOLLOW, KRITIK DAN SARANNYA!
Typo, koreksi📌

●○●○●○

Terlihat seorang gadis sedang duduk, sibuk berkutat dengan buku-buku. Waktu masih menunjukkan pukul enam tiga puluh, tetapi gadis itu sudah bergulat dengan bolpoin dan bukunya.

Dengan alis yang saling bertaut, ia begitu cepat memainkan tangannya untuk menulis dan membolak-balik lembar putih yang sudah penuh coretan. Raut lelah jelas terlihat di wajahnya. Gadis itu menghela napas lega ketika berhasil menyelesaikan tugasnya.

Nara merenggangkan tangannya yang mati rasa karena terlalu lelah menulis. Ia kemudian mengambil bukunya dan memeriksanya, menyamakan dengan buku yang tadi disalinnya, yaitu buku milik Dhara.

"Kali ini, alasan lo nggak ngerjain tugas Geografi dan Ekonomi apa lagi?" tanya Dhara jengah. Entah sudah ke berapa kali Nara lupa mengerjakan pekerjaan rumah dengan berbagai alasan yang dibuat-buat.

Nara melamun, otaknya berputar mengingat peristiwa kemarin sore. Pipinya memerah, ia tersenyum malu sambil menggigit buku yang dipegangnya.

Dhara memasang ekspresi julid melihat kelakuan Nara yang aneh. Bukannya menjawab, sahabatnya malah asyik senyum-senyum sendiri. Tidak mungkin kan cewek itu kesambet jin penunggu sekolah?

"Jawab, Markonah! Bukan malah senyum-senyum sendiri kayak orang stres!"

Nara ingin tertawa melihat kekesalan Dhara. Sebenarnya, ia juga ingin bercerita tentang kejadian kemarin. Tapi ia tidak bisa, karena Razka tidak ingin ada yang tahu tentang hubungan mereka yang bahkan belum jelas namanya apa.

"Biasa, begadang," jawabnya beralibi.

Dhara semakin kesal mendengar jawaban ringan itu. "Sudah berapa kali gue bilang, jangan begadang! Lo itu punya darah rendah, Maemunah!"

Kesal sih kesal, tapi bisa tidak sih sahabatnya itu tak usah mengabsen nama tetangga mereka?

"Ya, maaf. Semalam mata gue nggak mau diajak kompromi." Nara tidak berbohong. Semalam, matanya memang tidak mau diajak kerja sama. Padahal, ia sudah menguap berkali-kali. Tapi matanya malah mengajaknya terus membaca novel. Kata otaknya sih... tinggal sepuluh bab lagi, nanggung kalau ditinggal tidur sekarang.

"Awas aja kalau tiba-tiba penyakit lo kumat!" seru Dhara melotot memperingatkan.

"Masih aman kok, cuma kepala cenat-cenut dikit," desis Nara sambil tertawa canggung.

Kini, Dhara tampak seperti Kak Ros yang siap memarahi dua tuyul botaknya. Kalau di film-film, pasti di kepala Dhara sudah muncul tanduk iblis.

ʕ •ᴥ•ʔ

Nara sedang berjalan di koridor sendirian. Ia baru saja keluar dari toilet. Biasanya, ia selalu ke toilet bersama Dhara. Namun kali ini, saat hendak meminta Dhara menemaninya, cewek itu sudah lebih dulu menghilang entah ke mana. Padahal, Nara hanya tertidur sebentar di pojok kelas. Saat ia bertanya pada Sela dan Mona, mereka juga tidak tahu ke mana perginya Dhara.

Tidak biasanya sahabatnya itu pergi tanpa memberi tahu siapa pun. Biasanya, Dhara selalu menitip pesan agar teman-temannya bisa melaporkan pada Nara. Ya sudahlah, mungkin saja Dhara sedang buru-buru, jadi tidak sempat bilang. Nara mencoba berpikir positif.

Saat hendak berbelok di tikungan koridor, tiba-tiba tangannya ditarik oleh seseorang. Ternyata, orang itu adalah Razka. Nara langsung panik. Ia menoleh ke kanan dan kiri, khawatir ada yang melihat mereka.

Detik dan Detaknya (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang