A Dimas menurunkan koperku dari mobil lalu menggeretnya ke arah bus wisata study tour-ku, sementara aku mengobrol dengan Ilham yang rela menunggu sampai dini hari untuk sekedar mengantarkan sepaket McDonals untukku.
Study tour kelas 3 akhirnya dilaksanakan juga setelah ada perdebatan panjang. 3 minggu lagi Serah Terima Jabatan ekskul dan kami para pengurus malah meninggalkan sekolah selama 8 hari penuh. Aku dan teman teman SGV sudah siap berpetualang, melepas lelah setelah jungkir balik berlatih untuk acara Hari Kemerdekaan seminggu yang lalu. Tapi ketua umum kami....
Dari bahu Ilham yang tinggi, aku bisa melihat Ali sedang mendengarkan headphone-nya di salah satu kursi taman sekolah sementara Tatiana duduk di sampingnya. Aku tidak pernah melihat Ali tertawa ataupun terlihat bahagia bersama gadis itu namun aku berani sumpah, gadis itu selalu berusaha untuk terlihat jauh lebih bahagia daripada aku dan Ilham.
Ilham menyadari pandanganku yang jauh ke arah Ali lalu ia memelukku dan menenggelamkan kepalaku ke dadanya. Aku selalu suka dipeluk oleh Ilham. Rasanya begitu aman namun.... Pelukan Ilham tidak membuatku merasa nyaman seperti pelukanku dan Ali dulu.
Ya Tuhan, Bianca! Stop it!
"Iam percaya sama kamu, Bian.." Ujarnya dengan suara begitu dalam.
Aku mengangguk, "makasih udah percaya sama Bian."
"Jangan kecewain aku ya..."
Hatiku sakit. Rasanya aku memeluk orang yang tidak tepat.
***
Ilham tak kunjung menelponku setelah 3 hari. Dia seharusnya sudah sampai ke Bandung sejak 2 hari yang lalu dan bersiap siap untuk ospeknya di ITB. Aku selalu tersenyum lebar jika teringat "pacar" ku yang sekarang adalah mahasiswa FSRD ITB yang diterima dari jalur SNMPTN. Ilham memang punya caranya sendiri untuk membuatku bangga dan merasa beruntung memilikinya.
Tapi merasa beruntung saja tidaklah cukup. Belakangan aku sadar pilihanku untuk membuat Ali berhenti mencintaiku adalah hal yang tidak tepat. Aku dan Ali malah mempunyai jarak yang begitu jauh dan tak ada komunikasi intens layaknya sahabat lagi di antara kami.
Aku tahu Ali benci Ilham. Aku tahu Ilham benci Ali. Dan aku tahu Tatiana membenciku (dan tentu saja aku begitu membenci dia). Aku tahu semua ini dimulai dari obsesiku pada Ilham yang berujung mematahkan hati Ali yang begitu tulus dan menghadirkan bidadari jahat bernama Tatiana Khalisha.
Aku mematahkan hati Ali dan kini sikapnya yang selama ini aku inginkan malah mematahkan hatiku sendiri. Aku merasa begitu konyol.
Bersama Ilham mungkin aku bisa merasa begitu bahagia karena orang yang selama ini kukejar akhirnya jatuh cinta padaku juga. Tapi bersamanya pula aku tidak merasakan rasa yang sama. Rasa yang aneh dan seakan akan tidak mau dihilangkan. Perasaan yang Ali bangun dan berikan untukku.
Andai aku bisa kembali, apa aku akan berani memilih Ali?
***
Jakarta dan langit berbintang.
"Ilham FSRD ya? Selamat ya.." Ujar Ali dengan suara hangatnya. Seketika aku pun mengangkat wajahku dan menemukan sahabatku dengan dua cangkir coklat panas di tangannya. Ia menyodorkan salah satunya padaku lalu duduk di sampingku.
"Al..."
Ali tersenyum, "rasanya konyol kalo aku terus menerus ngehindarin kamu. Maaf ya ngebebanin kamu dengan perasaan ini.. Aku sudah berusaha keras untuk menyayangi Tatiana. Aku gak jadiin dia pelarian, kok. Aku tahu dia suka aku. Makanya aku kasih dia kesempatan."
Aku memutarkan bola mataku karena kesal mendengar kalimat Ali yang terakhir. Ali menoleh lalu tertawa kecil, "jangan gitu.. Dia bilang dia suka sama aku."
"Aku gak percaya!" Seruku kesal. Ali tertawa lagi, "jangan gini dong, Bian... Biarkan aku mencoba mencari kebahagiaan aku setelah kamu gak ada.."
"Ini yang aku gak mau." Sahutku tegas. "Aku gak mau jadi kebahagiaan utama kamu. Aku mau jadi pelengkap dari segala kebahagiaan hidup kamu. Aku gak mau kehilangan kamu makanya aku.. Aku.. Aku selalu berusaha membuat kamu mundur."
Tangisku pecah seiring dengan rintik hujan yang mulai turun. Aku tahu ini seperti adegan drama tapi ya Tuhanku, ini benar benar terjadi di momen ini. Momen yang begitu berharga dimana akhirnya aku berhasil bicara tentang perasaan ini pada Ali.
Ali menghela nafas, "kamu gak perlu merasa bersalah..."
"Aku gak mau kamu pergi, Al.."
"Aku gak akan pergi..."
Aku menangis sesenggukan, "aku sayang kamu, Al.. Kamu sahabat terbaikku."
Cowok itu tersenyum kecil lalu berucap, "terima kasih sudah menjadi gadis spesial untukku dan menemukan kebahagiaanmu pada Ilham. Karena jatuh cinta itu adalah ketika bahagia melihat orang yang kita cintai bahagia. Jadi dengan siapapun kamu bahagia, aku juga akan bahagia..."
***
"BIAN!! BIANCA AQUEENI!!!" Seru Ayesha membangunkanku dari tidur lelapku. Sudah hari ke 5 study tour dan baru malam ini aku bisa tidur nyenyak. Ayesha tampak begitu panik sambil memegang handphonenya.
"Ayesh kenapa...."
"Bian.... Bian sumpah sumpah........."
"Apa sih?"
Ayesha mencoba mengatur nafasnya, "ahh....... Itu... Tatiana kepergok ciuman sama Bagus!"
Aku langsung terbangun dari posisi tidurku. "APA?!"
Dasar jalang!
***
Ilham Razanto (mobile)
Kamu baik baik aja? Aku rindu kamu.
Jangan main sama Ali ya.
***
Ali tertawa terbahak saat menemukan pesan itu di handphone-ku. Aku yang sejak tadi pagi bingung bagaimana caranya membuat Ali tertawa lagi pun akhirnya bisa bernafas lega. Ali begitu shock melihat Tatiana berciuman dengan teman dekatnya sendiri. Ali dan Bagus cukup dekat karena mereka sama sama Ketua Umum Ekskul di SMANDA.
Aku masih ingat kejadian subuh tadi. Tatiana berlari lari memohon maaf dari Ali sementara cowok itu terus berjalan tanpa bicara apapun. Wajahnya begitu keras namun tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Ali tampaknya begitu menjaga perkataannya.
Ali terus terdiam sampai akhirnya aku menunjukkan isi SMS Ilham yang dikiriminya tadi pagi. Ali akhirnya tertawa lagi walau aku tahu dia masih kesal. Aku tahu bagaimana rasanya kecewa dengan pilihanku sendiri dan sahabatku sedang mengalami masa masa itu.
Bus melaju tidak terlalu kencang namun cukup untuk membuat seseorang yang merasa pening ingin memuntahkan isi lambungnya. Ali tampak begitu pucat sehingga aku mengambil kantong untuk muntahan dan memijat punggungnya seperti biasa.
Namun tangan Ali tiba tiba menurunkan kedua tanganku dari punggungnya. Ia menghela nafas lalu tersenyum, "jangan khianatin Ilham. Dia udah percaya sama kamu."
Tapi... Kamu kan...
Tidak. Ali bukan cuman sahabatku. Aku yakin hati ini begitu bodoh.
Aku pasti jatuh cinta pada Ali.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
I Need To Tell You
Teen FictionSaat kamu harus mengatakan sesuatu tapi orang kamu sayangi terlanjur pergi.... Bianca mengetahui segala perasaan yang Ali punya untuknya. Namun ia tidak merespon Ali karena Bianca tidak ingin merusak persahabatan mereka. Sementara itu ia terus berus...