Kehamilan ibu semakin besar tiap bulannya. Perutnya terlihat besar dan bulat menonjol di usia 5 bulan. Dan ibu terlihat sangat cantik, itulah kata yang bapak dan Rumi ucapkan setiap melihat ibu. Doa Hazel terkabul, adik baru bukan seperti Rumi, karena ia akan menjadi adik perempuan. Hazel senang bukan main, ia akhirnya bisa memiliki adik perempuan. Berbeda dengan Rumi, ia merasa sedih karena tidak bisa punya teman main sebab sang adik adalah perempuan.
Tapi dibandingkan alasan tersebut, Rumi kadang masih sedih karena ia bukan lagi anak bungsu keluarga Wiryadamara.
"Ibu nanti adiknya lebih deket sama ibu atau bapak?"
"Hm, I don't know kan belum lahir adiknya, masa ibu bisa langsung nebak?"
"Semoga sama bapak aja ya. Kalau adik deket sama ibu nanti aku deketnya sama siapa?"
"Loh kok gitu?"
"Iya kan bapak sama kakak, terus kalau adik sama ibu. Aku sama siapa?"
Kenapa Rumi selalu mengkhawatirkan jika orang - orang akan pergi dan melupakan dirinya setelah adik lahir. Apakah itu insting anak kedua? Sebisa mungkin ibu selalu meyakinkan kepada Rumi bahwa ia tidak akan pernah dilupakan oleh siapapun, apalagi oleh ibu.
"Kenapa sih suka mikir gitu, ibu gak akan lupain Rumi. Kan Rumi juga anak ibu, kakak juga anak ibu."
Rumi hanya diam menatap perut buncit ibu yang sudah terlihat menonjol dari balik baju yang ibu kenakan. Sedangkan ibu menatap putra satu - satunya yang sejak ia mengandung anak ketiga selalu mengkhawatirkan hal yang sama.
"Gini deh. Kalau misalnya Rumi merasa dilupain sama ibu, Rumi bilang ya. Karena ibu juga gak ngerti kenapa Rumi takut kalau ibu bakal lupain Rumi. Oke?"
Ibu dan Rumi menautkan jari kelingking mereka, membuat tanda perjanjian, lalu mengecup jempol satu sama lain, tanda jika janji mereka akan abadi dan tidak boleh diinkari.
Rasa gelisah Rumi jadi terus terngiang - ngiang di pikiran Ayu. Membuat dirinya ikut khawatir. Tentunya ia menceritakan semuanya kepada Pram.
"Kenapa ya mas dia tuh selalu bilang kayak gitu. Apa karena dari awal gak mau punya adik ya, perasaan waktu Hazel mau punya adik nggak kayak gini kan? Malah tiap hari aku ditanyain kapan bisa ketemu adiknya."
Pram terkekeh mendengar cerita dari Ayu tentang Rumi yang terus menggalaukan hal yang tidak perlu.
"Dia cemburu itu, tapi belibet ngomongnya. Intinya dia takut kamu lebih sayang dan perhatian sama adiknya daripada sama dia. Makanya jangan terlalu clingy sama Rumi."
"Loh apaan sih, kan Rumi anak aku. Kamu juga tuh cemburu kan kalau Rumi clingy sama aku, anak sama bapak sama aja."
Bukannya menolong rasa gelisahnya, Pram malah membuat Ayu badmood. Ayu meninggalkan Pram untuk tidur lebih dulu, karena sudah terlalu kesal. Hari ini mood Ayu berubah seperkian detik.
"Hahaha, maaf ya sayang ... Jangan marah dong cantikku. Nanti aku ngobrol sama Rumi ya. Kamu gak usah mikirin yang begini, nanti cepet stress gak baik."
Pram mengecup pipi Ayu, membuat Ayu tersipu dalam pejamnya. Ayu lebih cepat melting dengan kata - kata Pram yang sebenarnya itu memang apa yang biasa Pram ucapkan. Ayu lebih cepat baper di kehamilannya yang sekarang.
Sesuai ucapannya kepada Ayu, Pram mengajak putranya untuk berbincang empat mata. Tanda perbincangan sangat serius.
"Rumi tolong buatin bapak kopi ya."
"Kenapa nggak kakak?"
"Sekarang kamu juga kakak."
Rumi sedikit shock saat bapak menunjuk dirinya dan bilang jika ia juga sekarang menjadi seorang kakak. Oh no, apakah artinya ia juga harus bekerja kerja membuatkan kopi untuk bapak sama halnya seperti yang kakak Hazel biasa lakukan?
Tapi perintah orang tua harus segera dilaksanakan. Mau suka atau tidak, perintah orang tua jika tidak dilaksanakan maka kamu menjadi anak yang durhaka. Bergegas Rumi membuatkan secangkir kopi hitam pesanan bapak. Lalu membawanya kepada bapak yang sedang santai di halaman belakang dengan pemandangan kolam ikan.
"Sini duduk dulu, bapak mau ngomong."
Dengan penuh rasa penasaran, jantung berdebar cepat, dan keraguan, Rumi duduk di samping bapak. Duduk manis dan sopan menunggu apa yang sebenarnya ingin bapak ucapkan kepada dirinya.
"Kamu masih gak terima ya kalau mau punya adik?"
"Nggak."
"Bohong. Kenapa terus ngerasa ibu bakal lupain kamu? Itu namanya cemburu Rumi, kamu cemburu dan takut ibu gak bakal perhatiin kamu lagi kayak sekarang, betul gak bapak?"
Rumi diam mematung, menatap bengong ke kolam ikan. Dalam hatinya ia membenarkan apa yang diucapkan oleh bapak. Ia memang sedang cemburu dan masih belum bisa menerima jika kenyataannya beberapa bulan kedepan ia akan menjadi seorang kakak.
"Rumi ..., hidup itu gak bisa semuanya kita atur. Punya anak atau saudara termasuk kenyataan hidup yang nggak bisa kita request sama Tuhan. Bapak sama ibu juga gak pernah ngerencanain ini, tapi nyatanya rencana Tuhan berbeda. Dia ngasih kepercayaan lain sama kita lewat janin calon adik kamu yang ada di perut ibu.
"Rencana Tuhan gak ada yang tahu Rumi, bapak gak tau kedepannya kalau udah tua terus pikun, ya bakal lupa kan sama kamu. Kamu juga, belum tentu nanti udah gede masih inget bapak sama ibu."
"Rumi bakal tetep inget bapak sama ibu kok."
Rumi tidak terima dengan perumpamaan bapak kepada dirinya.
"Hahaha, iya iya. Makanya kita gak perlu ribet - ribet mikirin masa depan yang belum tentu sesuai bayangan kita, cukup jaga - jaga aja sama kemungkinan yang mungkin bakal terjadi, selebihnya bawa santai aja. Kita jalani dulu apa yang ada di depan mata. Bapak sama ibu gak mungkin bakal lupain sosok kamu sama kakak nanti. Bapak cuman mau, kakak sama Rumi sayang yang tulus sama ibu dan adik nanti. Oke?"
Rumi mengangguk setuju dengan permintaan bapak. Dan ucapan bapak sebelumnya juga Rumi rasa ada benarnya, kenapa ia selalu menggelisahkan hal sepele dan berakhir membuat ibu ikutan murung.
"Kamu inget gak, dulu pengen dipanggil mas, pengen jadi mas Rumi katanya."
"Ih itu kan dulu waktu aku kecil."
"Sekarang? Udah ada nih adiknya, masa gak mau dipanggil mas. Ibu hamil lagi juga mungkin doa dari kamu waktu masih kecil yang pengen dipanggil mas, tapi baru bisa Tuhan kabulin sekarang."
Obrolan Rumi dan bapak yang awalnya berniat singkat saja menjadi obrolan panjang sampai keduanya lupa waktu. Ibu dari dalam rumah memperhatikan seruan bapak dan anak laki - lakinya itu, tersentuh ibu melihatnya sampai menitikkan sedikit air mata.
"Ibu kenapa?"
"Eh? Kelilipan ini aduh banyak angin masuk nih gara - gara bapak buka pintunya lebar - lebar."
"Masa sih? Ayok bu kita bikin cheesecake sekarang, udah keburu sore."
Selagi bapak dan Rumi asyik berbincang di halaman belakang. Hazel dan ibu membuat cheesecake, karena ibu ngidam cheesecake tapi yang buat harus Hazel.
KAMU SEDANG MEMBACA
(special chapters) My Heart Calls Out For You
FanfictionA few new chapter from the previous stories, enjoy.