Ibu peri berubah menjadi ibu tiri

341 82 7
                                    

"Rumi! Kebiasaan pulang sekolah suka seenaknya. Tas kamu simpen di tempatnya, jangan langsung tiduran gini, mana belum ganti baju."

Rumi kaget saat ibu masuk ke dalam kamarnya, marah - marah hanya karena ia menyimpan tas di lantai dan masih memakai seragam saat tiduran di kasur. Maksudnya, kenapa ibu harus marah - marah kepada Rumi dan kebiasannya di kamar, kan itu juga kamar Rumi sendiri.

Sepertinya, semakin tua kehamilan ibu membuat suasan hatinya cepat berubah. Sedikit saja ada yang membuat ibu tidak nyaman, detik itu juga rasanya badai paling dahsyat akan tiba. Kemana perginya ibu bak ibu peri itu ya. Apakah calon adik dalam perut ibu yang mengambil alih suasana hati ibu?

"Kak."

"Kakak."

"Hazel Amoura."

"Yang sopan. Mentang - mentang mau jadi kakak juga, seenaknya manggil kakak pake nama doang."

"Abisnya dipanggil gak nyaut terus. Lagian, kenapa sih semua orang sensi banget hari ini. Aku salah apa deh?"

Rumi masuk ke dalam kamar kakaknya. Merebahkan diri di kasur Hazel yang empuk. Memandang langit - langit kamar Hazel sambil mengadukan cerita tentang hari ini jika ia baru saja kena semprot ibu lagi.

"Makanya kamu jangan banyak tingkah aneh."

"Aku lagi yang salah. Aku laper deh kak. Kakak mau buatin aku makan gak?"

"Emang ibu gak masak?"

Rumi mengedikkan bahu. Karena kasihan melihat muka memelas adiknya yang terlihat lesu dan kelaparan, Hazel mengajak Rumi ke dapur untuk melihat apakah ibu sudah masak atau belum. Karena harusnya makanan untuk makan malam sudah tersedia, sebentar lagi juga bapak pulang kerja.

"Kan aku bilang nggak ada."

Kedua kakak - beradik itu hanya bisa saling pandang, celingukan ke arah dapur sambil berpikir mereka harus makan dengan apa dan bagaimana. Hazel membuka tiap lemari persedian makan dan kulkas, tapi berakhir ia kebingungan harus memasak apa.

"Loh, kenapa pada bengong di dapur? Laper kalian?"

Tepat waktu, bapak sudah pulang dan membawa makanan yang ia beli untuk dimakan bersama malam itu. Karena Rumi bilang sudah lapar, bapak langsung menyiapkan makanan yang ia beli, dibantu oleh kedua anaknya. Setelah selesai membuka bungkusan makanan, bapak pergi meninggalkan kedua anaknya untuk menghampiri ibu.

Sebelum bapak pulang ke rumah, ia mendapatkan pesan jika ibu sedang tidak mood melakukan banyak hal hari itu, ibu terus merasa lelah dan mengantuk yang berujung merusak suasana hatinya. Oleh sebab itu, ibu berpesan kepada bapak jika lebih baik mereka makan dengan membeli beberapa lauk saja diluar. Bisa saja bapak memasak, namun ibu takut bapak terlalu capek harus memasak setelah pulang bekerja.

"Sayang. Sakit perutnya?"

"Hm, nggak. Anak - anak udah makan?"

Pram duduk di pinggir kasur, mengelus pinggang Ayu yang membelakangi posisi duduknya.

"Udah, Rumi udah kelaperan banget kayaknya. Kamu laper gak? Makan dulu yuk."

"Laper, tapi mager banget."

"Mau aku bawain kesini makanannya?"

Ayu menggeleng dan masih terpejam. Rasa malasnya menyebar kemana - mana. Akhirnya ia memutuskan untuk makan di meja makan bersama anak - anak, tapi alasannya setelah Pram selesai membersihkan badannya, karena sebenarnya ia masih malas untuk beranjak dari kasur.

Beberapa menit kemudian, bapak dan ibu menyusul kedua anaknya yang masih sibuk mengunyah makanan tanpa berniat untuk menyudahinya sesegera mungkin.

"Ibu, ada makanan kesukaan ibu loh."

Seruan Rumi membuat semangat ibu sedikit muncul. Melihat anaknya yang makan dengan lahap tidak pernah membuat ibu gagal memberikan senyum bangga.

"Wow ... enak gak? Mau dong suapin ibu sama mas Rumi."

Rumi tersipu malu dengan panggilan baru yang ibu sebut. Kedua telinganya memerah, yang dapat terlihat jelas oleh siapapun. Ibu, bapak, Hazel, dan Rumi melanjutkan makan malamnya dengan tenang. Selepas makan malam, untuk menghabiskan waktu sebelum tidur mereka memutuskan menonton film bersama.

"Rumi makan mulu. Udah lebih dari jam 8 ini, nanti gendut kamu."

Baru kali ini ibu terang - terangan menyuruhnya untuk berhenti makan. Dan diakhiri dengan sebutan yang membuat dirinya merasa bersalah untuk makan makanan ringan di atas jam makan malam. Ada apa dengan ibu, pikir Rumi. Tidak lama dari situ, ibu pamit untuk tidur lebih dulu, karena ibu tidak nyaman lama - lama di sofa.

"Bapak, ibu kenapa sih? Kok aku kena omel terus?"

Adu Rumi kepada bapak. Dan sebalnya, bapak seperti biasa saja dengan tingkah ibu. Seperti hal tersebut bukanlah sesuatu yang baru baginya. Malah aduan Rumi tentang perlakuan ibu yang aneh kepadanya dibalas gelak tawa oleh bapak.

"Bawaan hamil itu, gak papa nanti juga ibu biasa lagi."

"Tapi kenapa ke aku doang sih. Kakak juga dimarahin ibu gak?"

Hazel menggeleng. Interaksi antara ibu dan Hazel memang jarang juga sih dibandingkan dengan Rumi. Karena Hazel sudah lebih mandiri, beda dengan Rumi yang masih di awasi oleh ibu. Mungkin dengan begitu, Rumi lebih sering kena semprot dibandingkan dengan Hazel.

"Masa aku salah dikit aja di ceramahin panjanggg banget, itu tandanya apa sih bapak? Nggak aneh - aneh kan?"

"Nggak kok, mungkin nanti adik mirip sama kamu. Makanya ibu seringnya ngomel sama kamu."

"Ih, gak boleh. Gak boleh ada Rumi kedua di rumah ini."

"Mirip mukanya, bukan sifatnya."

Takut ada perdebatan lebih, bapak langsung mengoreksi ucapannya yang sangat ditentang oleh Hazel.

Sampai kamar, Rumi jadi berpikir apa maksud bapak barusan. Kalau suatu saat adik lahir lalu mirip dengannya, apa hubungannya antara omelan ibu dengan adik yang mirip Rumi. Hal tersebut terus terngiang - ngiang dipikiran Rumi sampai ia tertidur.

"Kamu ngomelin Rumi terus ya akhir - akhir ini? Anaknya protes tuh."

"Gak tau ya, karena mirip kamu kali ya. Jadi aku omelin."

"Loh kenapa jadi aku?"

Tidak ada balasan dari Ayu, padahal Pram menunggu jawaban selanjutnya. Apakah Ayu sudah terlelap atau sedang kembali MALAS.

"Ih gak mau peluk, gerah banget mas. Nih peluk guling aja."

"Mas sakit punggung yang sini, pijitin."

Sepertinya adam di keluarga Wiryadamara menjadi tumbal dari suasana hati ibu, tidak Rumi tidak bapak, bagi ibu rasanya mengundang jengkel dan rasa malas yang berlebih. Mungkin karena keduanya juga sangat bawel jika berada di sekitar ibu. Selain Rumi, bapak juga jadi ikut overthinking dengan perubahan sifat ibu. Apa benar itu karena adik di dalam perut ibu? Jika iya akan seperti apa adik kelak, sampai membuat ibu peri memakai topeng ibu tiri.

(special chapters) My Heart Calls Out For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang