Ada kakak Hazel dan mas Rumi

311 77 6
                                    

Sudah sembilan bulan lebih beberapa hari terlewatkan. Tinggal menunggu beberapa menit kedepan sampai personil baru keluarga Wiryadamara hadir ke dunia. Dirasa dengan pengalaman yang sudah - sudah semua proses kelahiran adik baru akan berjalan mudah. Tapi nyatanya tidak, ibu harus melakukan proses melahirkan dengan operasi karena alasan satu dan lain hal. Untungnya, tidak ada yang keberatan dengan cara tersebut, selagi ibu dan adik sehat apapun akan disetujui dan dilakukan oleh seluruh keluarga besar Pram dan Ayu.

"Eyang ibu lagi apa di dalem?"

Hazel, Rumi, dan beberapa keluarga Pram dan Ayu sudah menunggu di rumah sakit. Ditemani kakek dan nenek - neneknya, Hazel dan Rumi masih belum mendapatkan kabar apapun tentang ibu dan adik baru.

"Adik mas lagi di tolong sama dokternya supaya keluar dari perut ibu."

"Aku gak boleh lihat?"

"Jangan dong, kalau terlalu ramai nanti susah dokter tolonginnya. Sabar ya."

Tidak beberapa lama sejak percakapan Rumi dan Eyang (mama Pram), bapak keluar dari ruang operasi membuat atensi keluarga beralih kepada bapak.

"Bapakkkk"

Panggil Hazel dan Rumi. Bersama - sama mereka menghampiri bapak dengan semangat. Tentu saja semangat kedua kakak tersebut disambut oleh senyuman sumringah bapak yang baru saja keluar dari ruang operasi.

"Ibunya mana??"

"Ada di dalem, masih istirahat. Nanti kita ketemu ibu di kamar aja ya."

Akhirnya setelah proses yang panjang proses kelahiran adik baru sudah selesai. Semua anggota keluarga yang hadir menunggu datangnya ibu dan adik di kamar pasien. Sambil menunggu, tentu saja Rumi yang baru pertama kali merasakan pengalaman seperti ini sangat penasaran, pertanyaannya tidak pernah henti masuk ke gendang telinga bapak. 

"Iya sabar ya mas, nanti juga kesini kok. Tuh ibu udah dateng."

Bapak membantu perawat yang mengantarkan ibu ke kamar. Sayangnya rasa penasaran Rumi belum berakhir sampai disitu, karena adik tidak ikut bersama ibu. Setelah ibu kembali di kamar, Rumi berpindah menyerang segala pertanyaan dari rasa penasarannya kepada ibu. 

"Hei, udah, stop. Kasihan ibu masih capek."

"Iya, maaf ya. Ibu capek ya?"

"Udah gak usah ditanyain lagi Rumi."

Hazel yang sejak tadi mendengar seribu pertanyaan penasaran Rumi juga ikut lelah, sampai harus ia hentikan dengan menutup mulut Rumi dengan kedua tangannya.

"Udah biarin ibunya istirahat, kakak sama mas ayo makan dulu. Opa antar."

Sebenarnya rasa penasaran Rumi belum terpuaskan. Tapi perut yang sudah demo besar - besaran meminta untuk diisi detik itu juga. Sambil menyita waktu sampai adik diantarkan ke kamar, Rumi dan Hazel diantar oleh opa (papi Ayu) mengisi asupan energi terlebih dahulu.

...

Perut sudah terisi, artinya energi Rumi sudah kembali penuh. Semoga ibu maupun bapak juga sudah mengisi energinya, karena kini Rumi tidak akan bisa dihentikan oleh siapapun. Ia sudah siap untuk memuaskan rasa penasarannya.

Saat mereka membuka pintu ruang kamar ibu, adik sudah ada. Di gendongan bapak, adik tertidur pulas. Sedangkan ibu di kasur masih mengisi energinya. Hazel dengan semangat menghampiri bapak yang sedang menggendong adik, sedangkan Rumi malah mematung berdiri kikuk di samping opa. 

Berjalan pelan Rumi malah menghampiri ibu di kasur, ia memeluk erat lengan sang ibu tanpa berkata apapun.

"Rumi kenapa? Adiknya itu udah ada, tadi nanyain terus kan. Bapak coba sini, masnya belum kenalan sama adik."

Bapak menghampiri ibu dengan adik digendongannya, Hazel juga mengikuti bapak di belakang. Pelukan Rumi semakin erat saat adiknya sudah berada di depan mata. Dengan tatapan panik dan suasana canggung, ibu membantu Rumi untuk sekedar mengelus pipi merona sang adik.

"Sini mau gendong adiknya gak?"

"Kakak mau."

Dibantu oleh bapak, Hazel memangku adiknya yang masih nyaman tertidur. Sedangkan Rumi hanya mematung memperhatikan bayi pink di depan matanya. 

Semakin lama tamu mulai berdatangan, ada om Gio dan juga auntie Amara menghampiri mereka. Sudah lama Hazel dan Rumi jarang bertemu dengan om dan auntie kesayangannya. Sampai kegaduhan yang berasal dari obrolan mereka membuat adik menangis, masih belum terbiasa dengan bisingnya dunia, khususnya kebisingan dari kedua kakaknya serta om dan tantenya yang tidak kalah berisik.

"Dia gak mau punya adik."

"Nggak, boong."

"Kenapa gak mau? Sini om bisikin."

Om Gio membisikan sesuatu kepada Rumi dan membuat beberapa orang disana penasaran. Rasa penasaran semakin memuncak saat Rumi tertawa dengan apa yang om Gio bisikan kepadanya.

"Ibu, kata om Gio kalau punya adik nanti adiknya ..."

Belum selesai Rumi menyelesaikan ucapannya, om Gio langsung menutup mulut bocah itu. Rasanya bisikan yang baru saja ia kasih tahu kepada Rumi bukan rahasia umum yang boleh ibu ketahui.

"Eh, rahasia ini."

"Oh hahaha. Emang iya?"

"Kalau nggak bahaya ya gapapa, kakak Hazel juga suka gitu kan?"

"Ih apaan sih, kok ngomongin akunya."

Om Gio dan Rumi saling pandang menempelkan jari telunjuknya di depan bibir, merahasiakan semua percakapan mereka sambil cekikikan.

Di rumah sakit ibu dan adik hanya di temani oleh bapak saja. Jadi Rumi dan Hazel harus tinggal di rumah, tidak sendiri tentunya ada Oma dan Eyang yang akan menemani mereka sampai ibu dan adik boleh pulang.

Sebelum Hazel dan Rumi pulang mereka berpamitan terlebih dahulu kepada ibu, bapak, dan adik baru yang sejak tadi masih nyaman memejamkan matanya dengan damai. Bergantian Hazel dan Rumi mencium salam perpisahan kepada sang adik, karena mereka harus pulang terlebih dahulu dan kembali lagi esok hari.

Rasanya sangat sulit bagi Rumi untuk berpisah dengan ibu untuk waktu yang lumayan lama. Namun, mau tidak mau mereka harus berpisah untuk sementara sampai kondisi ibu lebih segar. Selain ibu dan bapak, Rumi dan Hazel juga harus berpisah untuk beberapa saat dengan adik barunya. 

"Bye adik, see you at home."

"Ibu aku pulang dulu ya. Dadah adik, see you soon."

"Iya sayang. Terima kasih ya, i'll miss you yang baik sama oma dan eyang ya."

Akhirnya mereka berpisah setelah mengucapkan salam perpisahan yang panjang. Padahal esok hari juga mereka bisa datang lagi. 


Welcome to the family, Helena Priscilla Wiryadamara.

(special chapters) My Heart Calls Out For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang