⋆ 0.3 𐙚

310 35 1
                                    

"Sebenernya ngga susah sih buat milih, soalnya aku emang ngga mau ikut keduanya."

"Kalo kamu bingung mending ikut aku aja," tawar Justin pada Salma pada akhirnya.

Rasanya waktu berjalan begitu cepat, di pinggir sungai terlihat Salma dan Justin yang tengah menghabiskan malam bersama sembari menyantap jajanan pinggir jalan.

"Oh iya emangnya bener kamu sama Nicha diskors?" Justin mengubah topik pembicaraan, ia menatap Salma tak berkedip, menunggu gadis itu menjawab.

"Mh-hm, kamu tapi ngga usah khawatir, aku kena skorsing cuma dua hari kok."

"Kalian berdua sama-sama kena dua hari?" Tanya Justin kembali, dirinya dilanda rasa penasaran.

"Kalo dia sih kena tiga hari, siapa suruh mulai duluan. Kamu tau ngga sih, dia itu ngeludahin aku kan terus aku ngga terima dong akhirnya aku jambak aja rambutnya."

"Lain kali kalo mau ribut di atas ring aja sayang, nanti kamu bisa dapetin motor atau mobil, biar ngga sia-sia berantemnya." Justin  berujar dengan candaan agar Salma melupakan kesedihannya.

Salma mendorong tubuh Justin untuk memberikan jarak, "IHH NGGA LUCU TAU!"

Gadis itu tak habis pikir dengan kekasihnya yang masih sempat-sempatnya bercanda pada situasi seperti ini, padahal air mata sudah menggenang di pelupuk mata gadis itu membuat Justin merasa bersalah dan dengan cepat mengusap pundak Salma.

"Sal aku ngga bermaksud bikin kamu nangis, maaf." Justin meraih tangan Salma dan mengecupnya.

"Bu-bukan karena kamu kok," suara Salma tersekat membuat Justin benar-benar merasa bersalah.

Gadis itu menelan ludah beberapa kali lalu menarik napas dengan susah payah.

"Kamu tau kan g-gimana orang tua aku, aku takut Justin." Salma berusaha menjelaskan agar Justin tak salah paham.

Justin menggenggam erat jemari Salma, ia kembali mencium punggung tangan berwarna putih pucat itu sambil menatap netra kecoklatan sang kekasih yang terlihat memantulkan cahaya rembulan.

"Salma aku kan udah berapa kali bilang sama kamu, selama ada aku disini kamu ngga perlu takut sama siapapun, aku rela kok pasang badan buat kamu," Justin terkekeh sendiri sambil menunjukkan otot tangannya yang belum terbentuk sempurna.

Salma tertawa dengan tingkah kekasihnya, "Eung, oke deh kalo ada pacar aku yang hebat ini mah semuanya aman."

Memang sejak Salma menjalin kasih dengan Justin ia merasa hidupnya menjadi aman, semua orang tak berani mengusiknya kecuali satu orang bernama Nicha itu.

Hening mengisi jeda kedua anak manusia yang sedang berpelukan itu, hingga Justin melepaskan pelukannya tatkala menyadari jika hari sudah semakin larut.

"Sekarang kita pulang ya, kamu udah lega kan?" Justin memastikan jika Salma sudah tak terbebani dengan kata-kata yang gadis itu pendam.

Salma mengangguk, mereka segera kembali menaiki motor Justin yang terparkir tak jauh dari tempat mereka duduk tadi.

"Pelan-pelan aja ya jalannya, aku ngga mau cepet-cepet sampai rumah." Salma berujar sedikit berteriak agar Justin mendengarnya.

"Iya sayang," Justin tetap menjawab walau suaranya teredam dengan angin malam yang berhembus kencang.

🤍

Bellisa sejak tadi terus saja menggonta-ganti saluran televisi, sebuah tarikan nafas panjang terdengar dari belah bibirnya, ia sangat bosan malam ini.

Gadis yang berada sendirian di dalam kamar inap itu memutuskan untuk membuka ponselnya yang sejak tadi bergetar, ia menggigit bibir bawahnya sambil menatap benda pipih itu, lagi dan lagi kekasihnya terus saja mendapatkan rumor dari berbagai pihak.

Sweet - Liskook AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang