Prolog

15 2 0
                                    


Wangi manis tersebar ke seluruh ruangan, tangan lentik itu dengan lihai membalik setiap pancake yang sudah setengah matang agar tak ada satu pun yang gagal. Senyum manis terlukis di wajah cantiknya ketika sepasang lengan merengkuhnya dari belakang. Wanita itu terkekeh ketika mendengar keluhan kecil pria di belakangnya, sudah dua hari prianya tinggal di rumah dan menghabiskan waktu bersama keluarga kecil mereka setelah hampir dua minggu pergi dalam perjalanan bisnis.

"Kau harus segera ke kamarnya, anakmu itu akan merengek sehari penuh jika tidak menemukan ayahnya di depan wajah saat terbangun nanti. Dia masih sangat merindukanmu," ucap Haein pada sang suami.

"Yah, kau benar, tapi aku juga masih sangat merindukan istriku yang cantik ini. Rasanya seperti sepuluh tahun aku tak melihat wajah cantikmu dan aku masih sangat ingin memelukmu saat ini."

"AYAH!"

Keduanya tertawa pelan ketika mendengar teriakan sang anak, sosok yang baru saja menjadi topik perbincangan pagi mereka. Younghwa segera beranjak menghampiri sang anak setelah mendapatkan kecupan di pipi dari sang istri. Langkahnya semakin melebar seiring kencangnya teriakan sang anak yang kini menangis karena tak kunjung menemukan keberadaannya.

"Ayah ada di sini, jagoan, kenapa menangis seperti itu?"

Anak yang baru berusia sepuluh tahun beberapa minggu lalu itu menghentikan tangis nya dan segera membuka lebar kedua tangannya, meminta agar sang ayah segera memeluknya agar lebih tenang. "Aku pikir ayah pergi tanpa pamit lagi pada Hwa!"

"Ayah hanya sedang membantu ibu memasak untuk sarapan dan bekal kita nanti. Kau tidak lupa jika hari ini kita akan pergi ke taman bermain, bukan?" Youngha masih setia memeluk Seonghwa, anak ter-sayangnya yang kini sudah lebih tenang meski masih tersisa sedikit tangis.

"Benar kita jadi pergi bersama?" tanya Seonghwa sedikit tak percaya, "Aku tidak apa jika ayah harus pergi untuk bekerja lagi, asal jangan pergi tanpa pamit seperti kemarin."

"Ayah, kan, sudah janji setelah pulang dari Jepang, kita akan pergi bersama. Pokoknya, kita akan banyak menghabiskan waktu bersama hari ini, jadi ayo cepat bangun dan bersiap!" Younghwa mengangkat tubuh kecil itu dengan semangat, membawa keduanya menuju kamar mandi untuk memandikan Seonghwa. "Maaf karena jarang meluangkan waktu untuk kita, maaf juga karena pergi tanpa pamit saat itu. Ayah benar-benar dibutuhkan sehingga pergi langsung sepulang kerja."

"Tidak apa-apa, Hwa sudah memaafkan Ayah, tapi lain kali jangan lupakan Hwa dan Ibu. Setidaknya Ayah harus menelepon jika akan pergi lama supaya Hwa tidak khawatir."

Younghwa tersenyum lebar, hatinya selalu hangat jika melihat wajah manis anaknya yang begitu pintar dan penuh pengertian. Ingin rasanya meminta pengampunan pada sosok di hadapannya ketika lagi dan lagi kebohongan begitu lancar terucap tanpa sedikit pun kesalahan dari mulutnya.

"Baiklah, sekarang kita harus segera bersiap sebelum Ibu berubah menjadi harimau dan mengamuk karena kita terlalu lama bermain air."

Seonghwa tertawa mendengar ucapan ayahnya, namun juga mengangguk menyetujui. Meski Haein berwajah cantik dan manis layaknya bidadari, di beberapa kesempatan ibunya itu bisa berubah menjadi sosok yang menyeramkan di mata mereka berdua.

* * *

Senyum tak juga luntur dari wajah anak berusia sepuluh yang tengah berada di keramaian dengan kedua tangan menggenggam masing-masing sebuah balon dan es krim. Seonghwa tak ingat kapan terakhir kali mereka bermain bersama karena kesibukan sang ayah yang begitu menghabiskan waktu. Bahkan jika Younghwa tak bekerja, ayahnya itu sudah terlalu lelah untuk sekadar bermain di taman sehingga ia harus menahan keinginannya dan memilih untuk bermain di rumah saja. Namun hari ini, sang ayah menepati janjinya yang terucap saat ulang tahun ke-sepuluh. Hadiah terbaik yang bisa ia dapatkan dan Seonghwa akan terus mengingat hari ini sebagai hari yang paling bahagia untuknya.

"Dia sangat bersemangat dan tak kenal lelah," keluh Younghwa yang lelah mengikuti stamina anaknya yang tak kunjung habis meski mereka telah menghabiskan hampir setengah hari di taman bermain. Semakin dilihat, Seonghwa justru semakin bersemangat mengelilingi seluruh area dan terus meminta untuk menaiki semua wahana yang menurutnya menarik.

"Itu karena dia sudah menunggu hari ini tiba." Haein tersenyum tak kalah lebar dengan sang anak, bergelayut manja pada Younghwa yang berada di sebelah nya. Dia juga merindukan lelaki di sampingnya dan telah lama menginginkan kebersamaan seperti ini. "Terima kasih telah menepati janji, aku senang melihatnya sangat bahagia."

"Apa pun untuk keluargaku tercinta," balas Younghwa bahagia. Inilah keluarga yang ia inginkan, keluarga yang sejak dulu ia butuhkan. Bersama dengan wanita yang ia cintai dan buah hati yang paling ia nantikan. Younghwa merasa jika kehidupannya telah lengkap hanya dengan keberadaan mereka berdua.

"Ayah, Ibu!" Seonghwa memanggil kedua orang tuanya cukup kencang, tak begitu memedulikan reaksi orang lain yang mungkin akan terganggu dengan suaranya. Ia hanya terlalu bahagia untuk bisa menahan diri dan tak ingin melewatkan se detik pun waktu. "Aku mencintai kalian, ayo kita bersama selamanya!"

Younghwa dan Haein yang mendengar itu berlari kecil untuk mengejar Seonghwa, membawa sang anak ke dalam pelukan dan memberinya banyak sekali kecupan. Matahari terbenam membuat suasana terasa semakin hangat dan begitu indah. Seonghwa berdoa dalam hati, semoga keluarganya akan selalu bahagia setiap saat. Ketiganya cukup membuat orang lain yang melihat ikut tersenyum dan bahkan tanpa sadar bertepuk tangan untuk mereka. Tak sedikit pula tatapan iri tertuju, termasuk tatapan benci dan tak percaya yang terarah dari sudut terujung taman yang luas.

RUNAWAY •PSH•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang