"Semesta tau betapa senangnya aku memilikimu."
~Ilesha Mutiadaksa~
•••••••
Duduk berdua di bawah cahaya rembulan yang terang, angin malam menghempaskan rambut tebal nan hitam milik lelaki yang sedang duduk berdampingan dengan seorang gadis berkerudung pashmina hitam. Suasana malam itu sunyi, hanya terdengar suara kendaraan yang berlalu lalang dekat dengan taman, memecah keheningan. Keduanya tak saling bicara sejak berada di taman lima menit yang lalu, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri.
Laki-laki itu, dengan rambut sedikit acak-acakan karena terpaan angin malam, sesekali melirik pada gadis di sampingnya. Matanya yang redup menyiratkan kerinduan mendalam. Ia sangat merindukan gadisnya, sudah hampir beberapa minggu ia hilang komunikasi dan hilang dari pandangan gadis itu. Ia merapatkan jaketnya, mencoba menahan dinginnya malam yang semakin menusuk tulang.
Gadis itu, dengan wajah yang tertutup bayang-bayang kerudung, tampak menunduk, jemarinya bermain-main dengan ujung pashmina seakan sedang mencari keberanian untuk berbicara. Namun, disatu sisi ia juga sedang menyembunyikan rona merah di wajah, duduk berdua dengan Bentala setelah sekian lama tak berjumpa membuatnya salting dengan keadaan.
"kamu dandan ya?" tanya laki-laki itu memulai dialog lebih dulu. Dan itu membuat sang gadis mendongak dengan refleks. "Pink, kaya pake blues on sekilo," lanjutnya terkekeh kecil.
Sialan, Bentala telah membuat Ilesha tak bisa mengendalikan detak jantungnya, detaknya semakin abnormal.
Tetapi, detik berikutnya ia berujar, berusaha sekuat mungkin untuk menahan tidak tersenyum. "Boro-boro dandan orang aku panik kamu datangnya lebih awal dari yang aku pikir." Ilesha sedikit mengerucutkan bibirnya.
Bentala, dengan tatapan penasaran, memiringkan kepalanya ke arah Ilesha dan mengangkat satu alisnya. "Ngapain panik?" tanyanya.
"Soalnya sebelum sebelumnya aku gak pernah ngenalin atau bawa cowok ke rumah dan dikenali ke keluarga," jawab Ilesha, mencoba menjelaskan.
"Emang mantan kamu yang waktu itu belum pernah kamu bawa dia ke rumah?" tanya Bentala dengan nada sedikit penasaran. Ilesha sering menghabiskan waktu bersama mantan pacarnya, tetapi apa mungkin ia tidak pernah mengenalkannya pada orang tuanya?
"Aku ga sembarangan bawa cowok ke rumah," jawab Ilesha tegas.
Bentala terdiam, tak percaya bahwa Ilesha begitu mempercayainya. Sejenak, ia merenungkan keberanian Ilesha mengenalkannya langsung pada orang tuanya, meskipun ia merasa telah mengecewakannya di masa lalu. Perasaan bersalah semakin membebani pikirannya.
Bentala menunduk, mencoba menenangkan dirinya. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya mengangkat kepalanya lagi. "Maaf ya," katanya lirih.
"Untuk apa?" tanya Ilesha, matanya menatap lurus pada Bentala, menanti penjelasan.
"Ma-maaf aja." Bentala gugup, tidak tahu bagaimana menjelaskan kesalahannya waktu itu. Penyesalan menguasai dirinya, dan ia berharap Ilesha bisa memaafkannya.
Ilesha menghela napas panjang. Ia sebenarnya mengerti, peka, dan sadar akan apa yang dimaksud Bentala. Namun, ia memilih untuk berpura-pura tidak memahami permintaan maaf itu. Mengungkapkan kebenaran tentang keegoisan Bentala hanya akan menjadi bumerang bagi hubungan mereka di masa depan. Ilesha ingin menjaga hubungan ini tetap tenang, tanpa drama.
"Kamu tau?" Ilesha mengalihkan pembicaraan, tangannya merogoh tas dan mengeluarkan dompet kecil. Ia mengeluarkan dua foto berukuran 4x6 dari dalam dompet itu, lalu menyodorkannya kepada Bentala. Ya, Ilesha sengaja mengalihkan topik.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ephemeral (Tamat)
Teen FictionGengre: Romance, Misteri •••🦋••• Sinopsis: Ilesha Mutiadaksa adalah seorang gadis yang dibayangi masa lalu kelam, membuatnya berjanji untuk tidak lagi membuka hati pada siapa pun. Namun, semua berubah ketika Bentala Zayn Shailendra hadir dalam hi...