"Pelan-pelan." Ujar Irene lirih saat Aksara membawa Gia yang sudah tertidur keluar dari mobil.
"Kamu bawa naik dulu Sa, aku mau keluarin yang tadi kita bawa piknik." Pinta Irene dengan nada sedikit berbisik, takut sang putri kecil yang sedang dalam gendongan papinya terbangun.
Aksara bergegas masuk ke dalam rumah, tidak lama kemudian Irene menyusulnya masuk sebelum langkah kaki Irene ikut menaiki satu per satu anak tangga untuk menuju ke kamarnya sendiri setelah meletakkan tas piknik di dapur.
Langkahnya terhenti saat melewati kamar Gia yang pintunya tidak tertutup sempurna. Aksara tampak sedang coba kembali menidurkan Gia setelah meletakkan gadis kecil itu di atas ranjang.
Tatapannya terpaku, ada rasa dalam dirinya yang ingin berhenti sedikit lama hanya untuk melihat pemandangan yang sangat jarang dilihatnya itu.
Pertama kali Aksara menemui Gia saat dua hari setelah gadis kecil itu berulang tahun untuk yang pertama kalinya. Tentu saja Aksara menemui sang putri sendirian karena memang Irene bersikeras tidak mau bertemu dengan Aksara.
Entah karena ikatan batin antara anak dengan ayah atau ada faktor lain, tapi yang jelas, saat itu selama hampir dua hari Aksara benar-benar bisa mengurus Gia sendirian, bahkan benar-benar tanpa bantuan darinya.
Begitu juga dengan Gia. Gadis yang biasanya tidak akan mau dekat-dekat dengan orang asing itu sudah langsung memeluk sang ayah saat Aksara mengulurkan tangan untuk menggendongnya di pertemuan pertama mereka. Setidaknya, itulah yang Irene lihat dari CCTV di rumah yang tersambung dengan gadget miliknya.
Gia yang saat itu baru belajar berjalan, untuk pertama kalinya merasakan jatuh saat Aksara dengan berani mengajarkan sang putri untuk berjalan sendiri tanpa ada orang lain yang menggenggam tangan kecilnya, hal yang tentu saja sangat berbeda dengan cara Irene mendidik Gia.
Bahkan lelaki itu dengan berani meminta pengasuhnya agar tidak datang kecuali dia menghubungi, seolah dia sangat yakin bisa mengurus sang buah hati yang saat itu berusia satu tahun. Aksara bahkan bisa membuat MPASI di sela-sela jam tidur Gia hingga menyuapi bahkan memandikan gadis kecil itu.
Tunggu, Aksara bahkan bisa memasangkan japit hingga menguncir rambut Gia yang saat itu tentu saja belum sepanjang sekarang.
Ingatan-ingatan manis yang hanya Irene saksikan lewat CCTV itu harus dia sudahi untuk diputar di kepalanya saat melihat Aksara yang bersiap untuk keluar kamar.
Irene bergegas menuju ke kamarnya, berusaha untuk tidak berinteraksi lebih jauh dengan Aksara. Entah karena dia benci, entah karena dia masih cinta, atau mungkin karena Irene takut kembali jatuh cinta dengan laki-laki yang dikenalnya hampir seumur hidupnya itu.
Irene yang baru saja keluar dari kamar mandi dibuat terdiam saat Aksara mengetuk pintu dan memanggil namanya.
"Sebentar Sa." Jawabnya dengan sedikit berteriak dari dalam kamar.
Dengan cepat wanita itu mengambil kimono yang dia biarkan tergeletak di atas ranjang agar tidak memperlihatkan gaun malam yang sedang membalut tubuhnya.
Irene menarik gagang pintu kamarnya.
"Kenapa?" Tanyanya kemudian.
"Sudah mau tidur?"
Irene menggeleng.
"Mau minum kopi?"
"Aku sudah tidak minum kopi Sa." Ucapnya kemudian, membuat ekspresi kecewa tergambar jelas di wajah Aksara.
"Sudah tidak bisa minum kopi?" Lanjutnya bertanya, seolah ingin memperpanjang topik obrolan mereka malam itu.
Irene menggeleng. "Sudah tidak suka minum kopi." Lanjutnya kemudian yang membuat Aksara menghela napas berat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Best Wedding
FanfictionIrene dan Aksara yang bersahabat semenjak bayi tiba-tiba harus menjadi sepasang suami istri akibat perjodohan karena mereka tidak juga menikah hingga usia mereka menginjak kepala 3. Entah pernikahan seperti apa yang mereka jalani, yang jelas apabila...