6. Segala titik pikiran

844 115 17
                                    

'Tidak bisa di pungkiri, bahwa dulu raga ini nyaris di buang.'
#junardika

***

'Jun emang lo yakin Ezlyn udah bisa lupain Wafda?'

Juna meringis memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri. Perkataan Mika itu berputar di kepalanya sesaat ia membaca pesan yang baru saja Mika kirimkan kepadanya. Menyadari bahwa kekhawatirana itu selalu ada, rasa takut kehilangan itu selalu ada. Karena, setelah kehilangan Ayana, Juna benar-benar takut merasa kehilangan lagi.

Termasuk kehilangan Ezlyn Giannisa Gilian.

Orang yang Juna kenal sebagai kekasih sahabatnya, dengan singkat cerita menjadi kekasihnya sekarang. Juna sempat di kata-katain sebagai orang yang merebut, menikung, mengkhianti, mengambil bekasan sahabat sendiri. Sebenarnya Juna tidak mau perduli, karena kenyataannya mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Namun terkadang Juna lupa, bahwa ia juga manusia yang perasa yang bisa sakit karena perkataan-perkataan jelek orang lain yang mengarah kepadanya.

Juna sadar, bisa saja ia menyakiti hati sahabatnya. Tetapi Wafda sendiri, sudah menganggap bahwa hubungannya dengan Ezlyn sudah selesai.

Juna
|Lyn, pulang sama siapa?|

E♡
|Sama Rumi, Juna.|

Juna menghela nafas gusar, padahal sudah jelas dengan foto yang terbilang asal  itu menjawab kenyataan yang sebenarnya.

Ezlyn berbohong.

Dan Juna cemburu.

Ingin melupakan kegusaran hatinya. Juna bangkit dari tempat tidurnya, mengambil langkah pelan mendekati rak-rak tempat menyimpanan koleksi leggonya dan mengambil satu kotak leggo yang akan Juna selesaikan malam ini.

Dengan kedua mata yang sayu, Juna mengeluarkan isi kotak itu dan keluarlah semua brick yang ada. Mencoba memasang brick-brick itu dengan teliti dengan pikiran yang sedang bercabang.

'Andai lo gak kesini mungkin Bunda gak akan pergi.'

Reflek Juna menjatuhkan brick yang sedang ia susun dengan tangannya. Perkataan menyakitkan itu kembali terlintas ke dalam pikirannya, jantungnya berdetak dengan cepat dan entah kenapa kedua mata nya berkaca-kaca.

'De kalau nanti  Ade lagi sedih, bosan, atau apapun itu, Ade bisa main leggo, ya. Kakek sama Nenek beliin Ade leggo yang banyak, supaya pikiran Ade tetap fokus.'

Dan di malam kematian Bundanya, Juna berusaha fokus untuk menyelesaikan brick-brick tersebut.

"Nek, Ade ingin masang-masang leggo ini tanpa adanya pikiran-pikiran menakutkan ada di kepala Ade. Ade ingin masang leggo ini dengan hati yang bahagia," lirih Juna menatap brick-brick itu dengan sendu.

Jika waktu bisa di putar, mungkin Juna akan memutuskan untuk tidak pernah kembali ke rumah ini.

Dan, andai saja.

***

Pikiran Juna sangat keruh. Segala rasa sakit dan sesak di dadanya terus Juna rasakan sejak semalam. Mulai dari Jova yang mendiamkannya, Dylan yang tidak menatapnya, dan Ezlyn yang bersikap biasa saja seakan memang tidak melakukan kesalahan.

Dan di ruangan paskibra lah Juna menenangkan dirinya dari pikiran-pikiran jelek yang menghampirinya. Walaupun sekarang sudah masuk jam pelajaran, Juna masih enggan untuk keluar dari ruangan ini.

Suara pintu terbuka, membuat lamunan Juna buyar dan langsung menoleh ke arah pintu. Mika lah yang muncul dengan langkah khas seorang Mikasena yang terkenal sebagai sahabat dekatnya.

"Gua cariin taunya di sini," celetuk Mika yang langsung duduk di samping Juna memperhatikan gelagat Juna yang Mika sadari sedang tidak baik-baik saja.

"Kata coach Rangga nanti ada latihan, kalau bisa jangan ada yang izin," sambung Mika.

Stronger | Jun SvtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang