Part 8

129 8 4
                                    

Assalamu'alaikum
Happy reading🥶
.
.
.
***

Panasnya matahari membuat pemuda yang masih berusia 22 tahun itu menyeka keringat yang terus bercucuran dari keningnya, terlihat dia sangat lelah. Dia duduk dibawah pohon yang rindang guna untuk berlindung dari teriknya matahari.

"Cape juga, ya," gumamnya.

Dia meneguk air yang berada dalam botol berukuran 100ml yang disiapkan sang istri tadi pagi, ia tersenyum kala mengingat perlakuannya tadi pagi.

"Astaghfirullah, kok bisa ya, saya jadi gini." Ia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil terkekeh.

Lais Al-Khanafi, ya, pemuda yang sedang kepanasan itu adalah Lais, yang tadi pagi sudah menyatakan perasaannya kepada istrinya.
Qila.

Dia menyandarkan punggungnya pada pohon besar itu, dia menyimpan kedua tangannya di belakang kepala.

Lais berpamitan pada Qila untuk pergi ke kebunnya tadi pagi, dia akan mengecek para petani yang bekerja di ladangnya. Dulu setelah ayahnya meninggal, kebun beserta sawah yang dikelolanya berpindah tangan oleh kakak dari ayah nya Lais yaitu, Om Andi. Selama 10 tahun dia tinggal di pesantren, biaya serta uang jajan hariannya dari hasil panen perkebunannya. Tetapi, para petani dalam memanen sayuran dan padi tak selalu mulus, ada kalanya naik turun..

Lais pernah tidak diberi uang bulanan oleh pamannya, karena pendapatan kebun sangat sedikit hanya mampu menggaji para petani yang bekerja disana. Lais tidak mempermasalahkan itu, dia juga jarang membeli jajan ketika di pesantren dulu. Dia memilih untuk menabung uang tersebut.

Hari ini matahari benar-benar memancarkan sinarnya, Lais benar-benar lelah hari ini. Hari semakin sore, Lais segera pulang ke rumahnya. Tak lupa, dia membeli makanan untuk istrinya, Qila.

"Dia suka ini gak, ya?" tanyanya.

Di perjalanan pulang dia tak henti-hentinya tersenyum, hari ini hatinya sedang berbunga-bunga. Setelah sampai di depan rumahnya, Lais memarkirkan motor miliknya ia turun dan langsung masuk ke dalam, tak lupa, ia membaca salam  terlebih dahulu.

"Assalamu'alaikum."

Qila yang sedang dikamar segera berlari ke ruang tengah rumah mereka, disana sudah ada Lais yang tengah tersenyum.

"Waalaikumsalam, Lais."

Dia mengecup tangan Lais, lalu tersenyum ke arahnya.

"Bawa apa?"

Lais terkekeh dia mengacak rambut Qila.

"Saya bawa makanan, tadi dijalan beli. Kita makan sama-sama, ya."

Qila mengangguk mereka duduk di sofa, Qila memperhatikan Lais yang sedang membuka kresek yang ia bawa.

"Ini, " katanya.

"Bunga?"

Lais mengangguk."Gak suka?"

Qila menggeleng."Suka, tapi kenapa kamu beli?"

"Karena kamu suka," balasnya pelan.

Qila repleks memukul lengan Lais, dia tertawa setelanya.

"Udah bisa gombal."

Qila menghirup aroma bunga yang ia pegang, dia menyukaimu semua jenis bunga, kecuali bunga bangkai.

"Kok bisa beli bunga, darimana?"

"Tadi, di sebelah yang jualan nasi yang saya beli ini ada yang jual bunga. Karena saya ingat kamu, jadi, saya beli."

Qila mengangguk."Lais," panggilnya.

LAIS AL-KHANAFITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang