"Sudah ku duga tidak ada yang waras diantara mereka bertiga." Batin Tian menggerutu.
Sejak hari itu orang-orang memanggilnya dengan panggilan "alpha cacat", setidaknya hal itu dapat mengalihkan suatu fakta bahwa ia adalah seorang omega.
Tian lebih sering menghabiskan jam istirahatnya di perpustakaan ketimbang di kantin maupun di tempat lain. Ayahnya meminta dia sebaik mungkin untuk menjaga jarak dan jangan pernah berteman akrab dengan mereka, jika ayahnya sampai mengetahui bahwa Tian bermain-main dengan mereka maka ia akan dihukum lagi, mungkin hukumannya lebih berat daripada saat ia dihukum karena rankingnya dikelas turun.
"Tebakanku benar kau ada disini, hai" ujar pria itu tersenyum manis dengan tangannya yang melambai kearah Tian.
Tian sedikit terkejut, pasalnya ia tengah asyik melamun tiba-tiba didatangi oleh orang yang muncul entah dari mana. Etthan duduk didepannya dan membawa satu kue dan satu susu untuk Tian, namun lagi-lagi Tian menolaknya dengan alasan bahwa di perpustakaan tidak boleh membawa makanan dan minuman. Etthan tidak mendengarkannya, ia malah berkata pada Tian bahwa dia dapat mendengar perut Tian yang berbunyi disepanjang pelajaran dan itu sangat mengganggu konsentrasi.
Tian tidak dapat mengelak, sesungguhnya apa yang di katakan oleh Etthan itu memang benar, ia merasa mendengar perutnya keroncongan tapi anehnya ia merasa sedang tidak ingin menyantap makanan apapun membuat Tian tidak terlalu mempedulikan perutnya.
Karena merasa tidak enak Tian menerimanya dan tidak lupa ia berterima kasih pada Etthan. Etthan mengangguk,setelah Tian menerima pemberiannya Etthan kembali meninggalkannya sendirian didalam perpustakaan itu, suasananya kembali hening dan sunyi padahal beberapa detik yang lalu ia merasa suasananya lebih hidup.
Tian menatap kearah kue dan susu yang tergeletak didepan matanya, apakah begini rasanya jika dia punya seorang teman yang bisa diandalkan dan peduli padanya.
Tian membawa kedua cemilan itu dan kembali kedalam kelasnya. Walaupun tidak ingin, ia harus tetap menyantapnya karena ia yakin bukan hanya Etthan yang dapat mendengar bunyi perutnya yang keroncongan ia yakin orang yang duduk didepan dan dibelakangnya pasti mendengar suaranya lebih jelas lagi.
Bagaimana tidak, Etthan yang duduk dibelakang Marsh jauh dari dirinya saja dapat mendengar dengan jelas, apalagi Marsh yang duduk tepat dibelakangnya.
"Memalukan" Pipi Tian panas saat membayangkannya.Sepulang sekolah, Tian berbelanja disebuah toserba yang terletak diseberang asramanya. Ia harus membeli beberapa keperluan untuk makanan hari ini dan juga untuk sarapan besok. Tian berkeliling cukup lama untuk memilah bahan makanan yang akan ia beli. Meskipun ayahnya sudah memintanya untuk jajan apa saja yang ia perlukan pasalnya ayahnya akan mentransfer uang bulanan untuknya,tapi ia tetap bersikeras untuk hemat dan memilih bahan makanan yang tidak terlalu mahal, menurutnya yang paling penting makanan itu segar dan bisa di olah olehnya maka ia akan membelinya.
Tian kembali ke asramanya dengan membawa dua kantong plastik ditangannya. Ia mengganti pakaiannya dan bersiap-siap untuk memasak ke dalam dapur. Tian sejak di tinggal ibunya bekerja keluar negeri, ia belajar memasak untuk mengganti peran ibunya di rumah. Meskipun seorang pria, masakan yang dimasak oleh Tian tidak kalah enak dengan masakan yang dimasak oleh wanita-wanita diluar sana. Ayahnya meskipun tidak pernah memuji masakannya secara langsung tapi Tian yakin ayahnya sangat menikmatinya bahkan dua mangkuk nasi sekali makan biasanya kurang untuk ayahnya.
Mencium ada bau harum di dapur, Daven masuk dan mengecek dengan tidak tahu malunya. Melihat kedatangannya, Tian langsung membuang muka membuat Daven benar-benar kesal dengan sikapnya yang seperti itu. Tian terlalu menunjukkan dengan terang-terangan bahwa ia tidak menyukai dirinya.
"Kau bisa memasak? biarkan aku mencicipinya." Daven mengambil sendok dan menyendokkan sendoknya kedalam masakan Tian yang masih berada di dalam panci. Tian tidak peduli, ia hanya tidak ingin berdebat dan merusak momen bahagianya.
Daven membelalakkan matanya begitu mencicipi masakan Tian, enak sangat enak sekali namun ia tidak ingin mengatakannya secara langsung pada Tian lalu ia berbohong.
"Apa yang barusan kau masak? apakah kau memasukkan sampah kedalamnya?"
Mendengar itu Tian mengerutkan keningnya, padahal beberapa menit yang lalu ia sudah merasakan masakannya sendiri namun menurutnya sangat enak dan bumbunya juga pas. Tian menggelengkan kepalanya apakah selera alpha memang begitu tinggi, padahal makanan seenak ini dibilangnya seperti sampah.Mendengar ada keributan Marshall dan Etthan menyusul keduanya, mengingat hubungan Tian dan Daven yang tidak akur mereka takut keduanya akan berkelahi dan siapapun yang ketahuan berkelahi di dalam area asrama maka keempat orang yang menetap didalam kamar akan diusir paksa tanpa terkecuali dan toleransi. Dengan begitu Marshall dan Etthan harus berjaga-jaga dan mengawasi kedua orang itu sebelum terjadi sesuatu hal yang merugikan mereka berdua.
"Ada apa ini?" tanya Etthan dengan mata yang menatap kearah Tian dan Daven secara bergantian.
"Bajingan ini memasak makanan yang tidak layak dimakan sama sekali, seperti rasa sampah" Daven menunjuk kearah masakan Tian. Etthan mengernyitkan dahinya merasa mustahil dengan omongan Daven, dengan wangi yang semerbak memenuhi dapur ini Daven mengatakan bahwa Tian memasak sampah. Etthan benar-benar tidak mempercayainya lalu ia berjalan menghampiri keduanya dan juga mencoba untuk mencicip masakan yang dimasak oleh Tian.
Etthan juga mengambilkan sesendok kuah untuk Marsh yang berdiri tak jauh darinya. Etthan merasa tidak ada yang aneh dengan masakannya sedangkan Marsh hanya berdiam diri tidak memberi tanggapan apapun.
"Enak, bahkan lebih enak daripada yang di masak oleh asistenku dirumah." Batin Etthan berkata.
"Daven, apa saat mencicipi masakannya kau tergesa-gesa dan lidahmu terbakar? jadi sekarang kau tidak bisa merasakan apapun? jelas masakannya seenak ini."
Pertanyaan Etthan barusan benar-benar membuat Daven merasa kesal, padahal ia ingin mengerjai Tian tapi Etthan tidak peka dan malah berbalik menyalahkan dirinya.
"Sialan" Daven pergi meninggalkan dapur tanpa menjawab apapun, hari ini Etthan berhasil membuat dirinya semakin kesal dengan Tian, ia semakin ingin mencari celah untuk menghancurkan bajingan cacat itu.
"Terima kasih." ujar Tian, Etthan menepuk bahunya pelan dan berkata jangan terlalu mempedulikan Daven, meskipun Daven seumuran dengan mereka tapi tingkahnya masih sangat kekanak-kanakan.
Sebagai ucapan terima kasih karena sudah membelanya, Tian mengajak keduanya untuk makan bersama dengannya lagian ia juga tidak tahu masakannya akan sebanyak ini padahal dia sudah menakar masakannya sesuai dengan porsi makannya.
Etthan dan Marsh menyetujuinya, mereka bertiga menyantap makanan dengan tenangnya tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Tian diam-diam menoleh kearah Marsh yang benar-benar tidak ada eskpresi apapun diwajahnya berbeda dengan Etthan yang masih ada menunjukkan tanda-tanda bahwa ia sangat menikmatinya. Marsh hanya mengunyah dan kadang tatapannya menuju kearah makanan yang ada diatas meja dan tidak mengalihkannya sedikitpun.
Membuat Tian bertanya-tanya didalam hatinya setelah melihat ekspresi datar Marsh.
"Apa masakanku sesuai dengan seleranya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Roommate's an Omega [END]
Fanfiction"Sialan, kau seorang omega tapi selama ini sekamar dengan kita para alpha..? " Homophobic GET OUT MY WAY!!!