33 - Sirik Tanda Tak Mampu

162 12 0
                                    

“Cantik amat,” komentar Hasna ketus sambil menonton tayangan berbahasa Korea dari laptop di tempat tidurnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Cantik amat,” komentar Hasna ketus sambil menonton tayangan berbahasa Korea dari laptop di tempat tidurnya.

“Biasalah,” jawabku singkat sambil tersenyum lebar menatap pantulan diri di cermin.

Aku puas banget dengan pemilihan setelan kencan Sabtu ini. Kaus turtleneck lengan pendek, berwarna pink muda polos yang melekat pas di tubuh langsingku. Kausnya hanya menutupi hingga perut bagian atas. Maka aku memadukannya dengan celana high waist dari bahan jin tebal berwarna biru terang.

Pokoknya aku jadi cantik banget setelah memakai ini. Eh, ralat. Maksudnya makin cantik.

Selesai mematut diri, aku memperhatikan Hasna lewat pantulan cermin. Bibir tipisnya tengah mengerucut. Matanya memang masih mengarah ke laptop di pangkuan, tetapi sepertinya dia sudah kehilangan minat melihat para oppa. Padahal dia lagi menonton video klip grup boy band Korea Selatan kesayangannya. Namun, rupanya kesenangan itu kalah pada rasa iri yang aku jamin sedang membuatnya dongkol setengah mati.

Hasna masih jomlo sampai detik ini. Aku juga, sih. Yang membedakan, kalau aku punya gebetan sementara dia enggak punya. Mana belum ada panggilan interview pula. Tawaranku untuk bekerja di perusahaan almarhum Papa, ditolaknya mentah-mentah. Katanya dia bosan. Masa ketemunya sama aku lagi, aku lagi. Sama A Abi lagi, A Abi lagi.

Ya, aku maklum, sih. Sebenarnya, aku juga pengin bekerja di perusahaan lain. Rasanya tertekan banget jadi anak buah kakak sendiri. Mana kakaknya kayak A Abi. Irit senyum, irit pujian. Salah sedikit, mengomelnya bisa panjang dikali lebar. Sudah begitu yang dikomentari bukan hanya kinerjaku di kantor, tetapi juga hubunganku dengan Damar yang sampai detik ini belum juga ada kejelasan.

Sedih, sih. Tetapi, ya sudah. Aku sudah berjanji untuk menunggu.

Aku berusaha menarik napas panjang. Menghipnotis diri sendiri supaya kembali menguatkan hati.

Jangan galau, Abella. Ini hari Sabtu. Saatnya kangen-kangenan sama Mas Damar tersayang. Kamu cuma punya waktu dua hari, sebelum dia sibuk mengurus artis yang mau konser bulan depan. Semangat …!

Sekali lagi aku menyisir rambut yang panjangnya sudah hampir menyentuh pinggul. Kemudian mengumpulkan setiap helaiannya menjadi satu, lalu mengikatnya cukup tinggi dengan bantuan sahabat tersayang yang langsung menghampiri setelah dikasih sinyal. Aku tahu, dia melakukannya setengah hati. Selama mengikatkan rambutku, mulutnya enggak berhenti mengomel. Mengomentari kebiasaanku yang kalau mau kencan, pasti dari pagi sudah menyatroni kamarnya.

Padahal enggak ada alasan khusus. Aku hanya merasa lebih tenang kalau bertemu Hasna dulu, sebelum menemui Damar. Kalau enggak salah, sudah dua kali Damar menjemputku di rumah Hasna. Malah bundanya Hasna sempat kenalan.

“Nanti nge-date ke mana?” tanyanya datar, tapi ketahuan penasaran.

Aku mengambil ponsel yang tergeletak di nakas, kemudian membuka laman internet dan memamerkan hasil pencarian semalam. Tempat kencan yang kupilih kali ini memang agak berbeda. Lebih spesial dari biasanya. Sebab ada misi yang harus aku capai: membuat Damar yakin dan percaya padaku, lalu menyatakan cinta dan mengajak berpacaran.

Hostel for Singles (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang