22. Solusi

45 1 0
                                    

Usai mandi dan Salat 'Asar, Bas duduk di ruang makan, berhadapan dengan Keisha.

"Minum dulu, Sayang," tawar putri Azka, menunjuk kopi di atas meja.

"Makasih, Sayang," jawab Bas, menyesap minuman yang disediakan istrinya.

"Mau makan lagi? Nasgor buatanmu atau aku pesanin apa, gitu?" tanya Keisha.

Bas menggeleng. "Enggak. Masih kenyang sejak makan siang tadi. O ya, aku mau berterima kasih, kamu udah menerima keadaanku yang seperti ini."

Keisha mengangkat kedua sudut bibirnya ke atas. "Sama-sama. Aku juga sedang mencoba berdamai dengan keadaan, sebab bila terlalu banyak denial, malah bikin hati sempit dan susah untuk bersyukur. Bahwa seorang Baskara dan istrinya, lulusan sarjana, tetapi mantan karyawan. Inilah lika-liku rumah tangga kita."

"Alhamdulillaah. Aku bersyukur memilikimu, Sayang." Bas mengecup dahi istrinya.

"Aku pun bersyukur punya suami yang gigih dalam berjuang, alias pekerja keras. Tanggung jawab masalah nafkah untuk aku dan calon anak kita." Keisha mengelus perutnya.

"InsyaaAllaah, selama aku mampu, akan usaha terus buat keluarga kecil kita. Menurutmu, gimana kalau aku cari karyawan buat bantu jualan nasgor? Kita udah kewalahan sekarang," usul Bas.

"Boleh, tapi jangan yang cewek!" Keisha langsung memasang muka cemberut.

Putra Danu tertawa kecil sambil mengusap pucuk kepala istrinya. "Iya, iya. Kamu lucu banget kalo lagi cemburu!"

"Tahu, ah! Aku capek. Mau rebahan dulu di kamar," jawab Keisha, lalu beranjak dari duduk.

"Iya, selamat beristirahat!" Suaminya hanya tersenyum tipis, lalu membuka ponsel.

Bas membuat sebuah flyer sederhana bertuliskan lowongan pekerjaan untuk 2 orang laki-laki yang pandai memasak, lalu membagikannya melalui semua media sosial. Dia sengaja tidak menawarkan untuk perempuan supaya istrinya tidak cemburu.

Keesokan harinya, ada beberapa orang datang ke kosan Bas untuk melamar pekerjaan. Keisha ikut keluar dan duduk di samping Bas untuk melihat pemilihan karyawan.

"Alhamdulillaah, cepat juga kita dapat kandidatnya," bisik Keisha pada suaminya.

"Iya, Allah memberi pertolongan, Sayang. Syukur, alhamdulillaah," jawab Bas dengan suara pelan.

"Tapi kalau boleh tahu, uang buat ngadain tes masak langsung hari ini, dapet dari mana, Mas?" tanya putri Azka.

Bas tersenyum manis. "Tenang aja! Halal, kok. Semalem, aku pinjam dari mantan bosku di kantor, yang dulu mengadakan PHK massal. Kalau warung kita sukses, insyaaAllaah aku bisa mengembalikannya."

"Oh, gitu. Aamiin," harap Keisha.

Setelah itu, Bas membaca satu per satu CV para laki-laki yang duduk di teras. Kemudian, dia membuka kain penutup sesuatu di atas meja panjang. Ternyata, semalam dia sudah menyiapkan alat-alat untuk mengetes karyawan.

Sebenarnya, tadi pagi-pagi sekali, Bas meminjam meja panjang dan beberapa kursi dari Ibu pemilik kontrakan. Untungnya beliau baik hati dan tidak suka memandang remeh orang miskin.

"Kalian harus memasak seporsi nasi goreng secara bergilir. Semua bumbu sudah lengkap dan juga alat-alatnya. Dua orang yang masakannya paling enak, akan menjadi karyawan kami. Serahkan hidangan ke atas meja di depan kami," ujar Bas, membuat mereka sedikit kaget.

Mungkin, mereka mengira, tesnya bukan hari ini, hanya disuruh menyerahkan CV dan wawancara. Ternyata Bas langsung mau menguji kemampuan memasak.

"Dimulai dari urutan pertama." Bas membuka salah satu CV dan menyebutkan nama kandidat.

Pria yang dimaksud pun berdiri mendekati meja. Dia tampak gugup, mulai mencuci tangan menggunakan air kran di luar, lalu memasak nasi goreng sesuai kemampuannya. Setelah selesai, dia meletakkan masakannya di atas meja depan Bas dan Keisha.

Pasangan suami-istri itu menunggu sebentar supaya nasi goreng tidak terlalu panas, lalu mulai mencicipinya. Ekspresi mereka tak bisa ditebak. Setelah itu, Bas memanggil calon karyawan berikutnya.

Beberapa saat kemudian, kandidat terakhir selesai masak. Bas dan Keisha mencicipinya, lalu masuk ke rumah untuk berunding.

"Baiklah, kami berdua sudah memutuskan," kata Bas, yang muncul dari balik pintu, "siapa yang akan menjadi karyawan kami. Dua orang yang paling berkompeten dalam memasak."

Semua mendengarkan dengan jantung yang berdebar, menunggu kata selanjutnya yang akan diucapkan Bas.

"Kami memilih nasi goreng yang rasanya paling mirip dengan masakan saya. Sebenarnya, semua enak, tetapi harus memiliki nilai jual. Konteksnya, karena kalian daftar di sini, tentu harus sesuai dengan selera pelanggan kami. Ada resep rahasia yang hanya dibagikan pada kedua karyawan terpilih. Saya bukan sombong, hanya saja, ingin mencari masakan sesuai target market. Apakah bisa dipahami?" jelas Bas, panjang-lebar.

"Bisa, Pak," jawab mereka kompak dan antusias.

Bas menarik napas panjang dan mengembuskannya kembali. "Baik, mohon bagi yang terpilih untuk selalu bersyukur dan jangan merendahkan orang lain. Kemudian, yang belum bisa menjadi karyawan, jangan berkecil hati! Masih banyak jalan untuk mencari rezeki, insyaaAllaah. Tanpa berlama-lama, kami berikan selamat kepada ... Rian dan Ardi."

Dua pria yang disebut namanya langsung sumringah sekaligus bersyukur, disambut oleh tepuk tangan serta ucapan selamat dari kandidat yang tidak terpilih.

**

Siang hari, Rian dan Ardi kembali ke kontrakan Bas sesuai perintah Bas sebelum pulang tadi.

"Ini adalah resep rahasia yang tidak boleh diberikan kepada siapapun. Saya akan mengajari kalian supaya bisa sesuai selera pelanggan di sini. Mengerti?" ujar Baskara sambil memperlihatkan sebuah kertas kepada karyawannya.

"Mengerti, Pak," jawab Rian dan Ardi, kompak.

Suami Keisha mulai mengajari langkah-langkah membuat nasi goreng yang enak. Rian dan Ardi bisa mengikutinya dengan baik. Setelah selesai, Bas mencicipinya masakan mereka berdua.

"Nah! Ini rasa yang saya cari, tetapi belum bisa mulai bekerja. Saya minta kalian ulangi memasak dari awal, apakah rasa nasi gorengnya bisa konsisten atau tidak. Bisa?" pinta Bas.

Ardi dan Rian mengangguk mantap sambil menjawab, "Bisa, Pak."

Bas masih setia mengetes kedua karyawannya, sambil sesekali membenarkan hal yang luput dari mereka. Keisha masih berkutat di dapur, mengerjakan pekerjaan rumah yang ringan-ringan.

Saat azan 'Asar berkumandang, Baskara mengajak Ardi dan Rian untuk salat ke masjid. Dia mendapat tatapan sinis dari Papa mertuanya, Azka. Mungkin beliau sudah mendengar rumor tentang warung nasi goreng yang mulai berkembang.

Selesai salat dan kembali ke kontrakan Bas, Rian dan Ardi melanjutkan membuat seporsi nasi goreng beberapa kali. Hingga menjelang Magrib, akhirnya Bas merasa puas dan mengizinkan mereka berdua pulang.

**

Keesokan harinya, Rian dan Ardi mulai bekerja membantu Bas berjualan "Nasi Goreng Rasha." Mereka ramah dalam melayani pelanggan, sehingga yang kemarin lusa mengomel sampai pindah ke warung lain, kini kembali lagi. Memang kalau lidah sudah cocok dengan rasanya, maka tak bisa dibohongi.

Bas dan Keisha senang, karena sekarang sudah tidak kewalahan lagi. Namun, masih terkendala dapur dan teras yang sempit. Untungnya, penghasilan Bas tak berpengaruh dan masih bisa menggaji kedua karyawan dengan layak. Keadaan ekonomi mulai stabil, yang berlangsung hingga tiga bulan lamanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Melawan RestuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang