19. Bersabar Memulai Usaha

23 0 0
                                    

Pukul setengah satu siang, Keisha tersadar dari alam yang mimpi. Dia membuka matanya, seketika mencium bau nasi goreng yang lezat.

'Mm, ini pasti suamiku yang masak. Sedap banget!' Perempuan itu menggeliat, lalu mengubah posisinya menjadi duduk dan menuju dapur.

Dia melihat punggung Baskara yang sedang sibuk memasak. Pria itu tampak mengenakan apron berwarna putih.

"Mas?" panggilnya.

"Hm?" sahut Bas.

Keisha memeluk suaminya dari belakang. "Rajin amat, Yang? Jadi lapar, nih! Eh, tapi kenapa kamu masaknya banyak banget?"

Putra Danu menjawab, "Mau jualan nasi goreng, mulai siang ini."

" Hah?" Istrinya kaget. "Kok, cepat banget ideku direalisasi? Aku kira masih besok."

Bas yang sudah selesai memasak pun berbalik badan. "Karena aku nggak mau menunda peluang kesuksesan. Sebenarnya, dari dulu, aku bercita-cita jadi koki."

"Kamu pantas jadi koki! Oke, kita kerja sama buat jualan hari ini. Tapi, makan dulu, kan?" Keisha mengelus perutnya yang lapar.

"Eits! Kita salat dulu. Aku sudah menyiapkan beberapa porsi untuk difoto dan dipromosikan. Sekalian buat kita makan siang." Bas merasa begitu semangat.

"Yey! Bahagianya jadi istri kamu. Serasa diratukan. Yuk, kita jemaah!" Keisha beranjak ke kamar mandi.

Beberapa menit kemudian, dengan khidmat, mereka melaksanakan kewajiban empat rakaat, berzikir dan berdoa. Setelah selesai, Keisha mencium tangan Bas.

"Ayo makan! Nggak sabar menikmati masakanmu yang super enak!" ajak Keisha.

Bas mengangguk. "Ayo! Emangnya beneran enak?"

Giliran istrinya yang mengangguk. "Iya. Aku yakin jualan kita nanti laris manis."

"Aamiin."

**

Selesai makan, Bas menyapu teras sampai bersih, lalu mulai berjualan nasi goreng di depan kontrakan.

Keisha membantu dengan merebus air dan menyeduhnya menjadi teh. Dia menaruh bahan-bahan membuat es teh di dekat nasi goreng. Kebetulan, ada beberapa es batu yang sebelumnya tersimpan di dalam freezer.

Setengah jam kemudian, mereka siap berjualan nasi goreng dan es teh. Keisha mengambil gambar jualannya dan mengunggahnya di media sosial.

"Yang, kamu jangan terlalu aktif bergerak, loh! Aku khawatir perutmu kram lagi." Bas mengingatkan, saat keduanya duduk di teras.

"Aku sudah sehat dan bisa aktivitas, kok. Tenang aja!" Putri Azka tampak sumringah.

Suaminya mengembuskan napas panjang. "Ya udah, deh. Terserah kamu. Kalau capek, istirahat!"

Keisha mengangguk. "Iya, Mas. Santai!"

Keduanya masih menunggu pembeli, tetapi belum ada juga yang datang. Sesekali juga mengecek ponsel, tak ada satu pun chat yang mau memesan nasi goreng.

Rata-rata tetangga yang lewat depan kontrakan, hanya sekadar menyapa dan hanya bertanya jualan apa. Keduanya menjelaskan kalau mulai sekarang, di sini jual nasi goreng dan es teh. Setelah itu, mereka pergi, sebab ingin tahu saja.

**

Bas dan Keisha mulai gelisah, sebab belum ada yang beli. Saat azan Magrib tiba, Bas berangkat ke masjid untuk melaksanakan salat. Setelah itu, kembali ke kontrakan untuk menunggu pembeli.

"Kamu salat dulu, Yang! Sabar, minta sama Allah supaya menggerakkan hati orang-orang untuk membeli nasi goreng," perintah Bas.

Istrinya mengangguk lesu. "Baik, Mas."

Selang beberapa jam, apa yang diharapkan Bas dan Keisha belum juga terwujud.

"Gimana ini, Mas? Jualan kita nggak ada yang beli! Padahal, tadinya udah menebak kalau nasi gorengmu ini enak banget dan bakalan laris manis!" kesal Keisha.

"Sabar, Sayang. Baru juga sehari jualan. Jangan putus asa, ya? Rezeki itu datangnya dari Allah. Itu tanda bahwa kita manusia biasa. Tak bisa meramal apa pun yang terjadi di masa mendatang. Tugas kita adalah berusaha dan berdoa. Selanjutnya, biar Dia yang menentukan." Bas menenangkan putri Azka dengan mengusap-usap bahu wanita itu.

Keisha menarik napas panjang, lalu mengembuskannya kembali. "Ya, kamu benar. Astagfirullah. Salah aku juga, sih. Nggak seharusnya terlalu yakin sampai merasa bisa mendahului takdir Allah. Kita tutup aja, gimana? Daripada bikin emosi, mending istirahat."

Suaminya mengangguk. "Kamu benar. Istirahat duluan, gih! Kasihan dedek di dalam perut. Kita tutup, biar aku yang beberes. InsyaaAllaah, besok mulai lagi jualannya. Mungkin, hari ini belum banyak yang tahu."

"Iya, Mas. Semoga besok banyak yang udah tahu, terus mencicipi dan jadi pelanggan kita, deh!" harap Keisha, lalu masuk rumah.
"Aamiin." Suaminya tersenyum manis.

Selang satu jam, Bas selesai membereskan dagangan serta membersihkan depan rumah. Di dapur, dia juga sudah memanaskan kembali nasi di dalam panci kukus, supaya besok masih bisa dimakan untuk dirinya dan istrinya.

"Sayang!" panggil Keisha dari depan pintu kamar.

"Iya?"

Keisha menuju ke arah sumber suara, di dapur. "Salat dulu, yuk! Azan Isya' baru aja kelar," ajaknya.

Bas mengusap kepala istrinya. "Rajin banget sekarang. Bersyukur punya teman hidup seperti kamu. Ayo!"

"Ya, kita, kan, harus banyak meminta pertolongan Allah untuk bertahan hidup. Besok, besoknya lagi dan seterusnya," sahut Keisha.

"Cerdas sekali! Tapi, kamu nggak usah khawatir. Rezeki kita udah dijamin oleh Allah. Tinggal mau ambil atau enggak. Cara mengambilnya dengan usaha, entah itu jualan atau pekerjaan lainnya. Pesangonku masih ada. Memang nggak dibelanjain semua, buat jaga-jaga kalau nasi gorengnya belum laku seperti tadi sore," jelas Bas.

Perempuan di hadapannya menyunggingkan senyum. "Makasih, Sayang. Kamu juga cerdas dalam mengatur keuangan. Maafkan aku yang kemarin marah-marah karena kamu kena PHK. Aku ingin jadi istri yang lebih bersyukur lagi. Ternyata, kamu pekerja keras dan berjuang sampai sejauh ini."

Putra Danu memeluk Keisha. "Tenang aja, Sayang. Aku udah maafin kamu, asal jangan diulangi lagi. Kita memang masih dalam tahap perkenalan setelah nikah. Karakter yang sebenarnya, ya, munculnya sekarang. Kalau pas pacaran, kan, banyak kamuflasenya."

"Iya, ya. Baru paham. Apa pun yang terjadi dalam rumah tangga kita, kita lalui sama-sama, ya? Tolong terima semua kekurangan dan kelebihanku. Aku juga akan berusaha menerimamu apa adanya." Istrinya menitikkan air mata.

"InsyaaAllaah. Aku cinta banget sama kamu dan akan terus memperjuangkanmu semampuku. Ikrar waktu akad, kan, hakikatnya di hadapan Allah. Nggak mungkin aku main-main dengan itu," janji Bas.

"Makasih, Mas. Aku juga sangat mencintaimu," jawab Keisha.

Beberapa saat setelahnya, keduanya bergantian mengambil air wudu, salat berjemaah dan berdoa, lalu saling menyimak bacaan Alquran.

"Damai banget rasanya, Mas, kalau udah gini," kata Keisha, sambil bersandar di bahu suaminya, usai mengaji.

Pria itu mengangguk. "Iya. Itu berarti, kita diberi rezeki yang berkah. Sedikit, tapi membuat hati kita tenang."

"Iya, ternyata rezeki nggak dalam bentuk uang aja. Tapi juga suami penyayang seperti kamu, terus nikmat beribadah dengan aman dan nyaman."

"Alhamdulillaah. Kita harus selalu bersyukur, meski dalam keadaan sulit. Banyak di luaran sana yang buat makan aja susah, sedangkan kita masih ada pesangon," jawab Bas, merasa bahagia.

"Alhamdulillaah."

Melawan RestuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang