[34] Pengakuan

34 4 0
                                    

Selamat menikmati, jangan lupa vote and komennya💙

🌀🌀🌀

Untuk kali ini, biarkan aku menikmati manisnya sebuah hubungan.

🌀🌀🌀

Tatapan itu masih tidak terlepaskan darinya sejak Maudya masuk keruangan ini. Selepas meyakinkan Amrif yang ketakutan, Maudya lalu membersihkan pecahan kaca yang berserakan di lantai karena pecahan gelas.

Maudya bukan orang bodoh yang tidak menyadari jika sedari tadi tatapan itu selalu mengikutinya kemanapun ia melangkah. Seolah-olah, jika Maudya tidak berada dalam pandangannya sedetik saja dapat membuat ia menghilang.

"I love you, Maudy." Pengakuan Amrif yang tiba-tiba itu mampu menghentikan gerakan tangan Maudya yang hendak membuang pecahan kaca ke dalam tong sampah.

Secara perlahan, Maudya melirik pria di atas brankar itu dengan ngeri, apalagi melihat senyuman lebarnya itu semakin membuat bulu kuduk Maudya meremang. Secepat kilat Maudya mengalihkan pandangannya.

Agaknya telinga Maudya tadi salah dengar. Atau mungkin saja pria itu sedang dirasuki oleh jin ruangan.

Yah, pasti begitu.

"Sayang kok gak jawab? Mas lagi nembak kamu loh ini?" Rengek Amrif terdengar kesal karena sudah cukup lama menunggu tapi pernyataan cintanya tidak juga dibalas.

"Mati aku mas kalau kamu tembak." Jawab Maudya berusaha untuk bersikap acuh tak acuh. Didekati nya nakas yang terletak sebuah mangkuk bubur yang memang disediakan untuk Amrif makan.

"Ck, bukan itu. Masa kamu gak denger sih tadi mas bilang apa?!"

"Apa?" Maudya membalas tatapan Amrif menantang, menunggu lelaki itu mengulang kembali ucapannya untuk dijawab.

"I love you, wu aini, saranghaeyo, choaiyo, aishiteru, aku cinta kamu. So, will you live with me forever?" Amrif menatap bola mata hitam itu dengan lekad.

Sial, lelaki ini benar-benar membuat Maudya rasanya ingin menghilang saja. Malu sekaligus bahagia tentu saja. "Only in this world, or until the afterlife?" Tanya Maudya iseng.

"Both."

Maudya pandangi kedua bola mata tajam yang berhasil membuatnya jatuh cinta itu dengan lekad. "Aku pikir-pikir lagi." Jawabnya seraya memutuskan tatapan.

"Kok gitu?"

"Butuh waktu untuk aku percaya, karena jujur aku masih ragu." 

Mengingat kembali masa-masa dimana sering kali Amrif menyakitinya membuat Maudya kembali berpikir untuk menerima lelaki ini sepenuhnya. Bukan tidak memaafkan, justru Maudya sudah memaafkan apa yang telah lelaki ini perbuat padanya. Hanya saja, entah kenapa masih ada keraguan di hati Maudya ketika mengingat pernikahan mereka didasari oleh ketidaksengajaan. Maudya hanya takut, jika seandainya pada kenyataan Amrif masih memiliki rasa kepada Salsa.

"Maaf."

Pandangan Maudya kembali tertuju pada lelaki yang kini menundukkan kepalanya merasa bersalah. Sepertinya lelaki itu menyadari alasan Maudya tidak memberikan jawaban segera.

Ditepuknya kepala lelaki itu dengan lembut. "Semua orang pernah melakukan kesalahan. Tanpa kesalahan, seseorang tidak akan pernah tau apa artinya penyesalan, tanpa kesalahan pula, manusia tidak akan tau bagaimana caranya untuk bertanggungjawab. Mas sudah sangat bagus menyadari kesalahan itu, sekarang waktunya untuk tidak mengulangi hal yang sama." Tutur Maudya.

Dear My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang