1. His Smile

7 3 0
                                    

Ah, entahlah. Leara memiliki kebiasaan buruk saat merasa kesal. Leara merasa harus melampiaskan amarahnya kepada apapun atau siapapun yang ia temui. Jika amarahnya belum terlampiaskan, maka seolah perasaan marah itu akan mengendap lama dalam sanubarinya menciptakan badai yang bergulung gulung dan membuatnya badmood seharian.

Ngomong-ngomong, nasibnya hari ini bukan yang pertama kali. Nasib kurang mujur demikian telah berulang-ulang kali Leara alami terhitung sejak setahun ia menjadi mahasiswi PAI.

Mengenaskan. Di pagi pagi buta saat subuh berkumandang, ia akan segera mempersiapkan diri untuk berangkat kuliah. Dan kemudian menuju ruang kelas kosong. Dengan alasan yang lagi-lagi sama. Yaitu tidak mengetahui informasi di grup chat kelas. Entah saat itu ia sudah di perjalanan, atau ia yang terlambat bangun.

Dan sekarang, Leara berjalan luntang lantung menyusuri jalan paving kampus yang mulai ramai.

kruuuk

Leara mengelus perutnya penuh sayang saat bagian tubuhnya satu itu melepaskan hormon gherlin yang menimbulkan suara gemuruh bagaikan raksasa mengaum di dalam goa menandakan bahwa dirinya memerlukan sarapan.

Segera, ia mengambil sepeda motor putihnya dan menuju penjual nasi rames yang terletak di depan kampus. Sebuah warung kecil yang beberapa bagiannya terbuat dari papan kayu. Beberapa kursi panjang yang juga terbuat dari kayu diletakkan di depan warung sebagai fasilitas yang diberikan kepada customer agar dapat menikmati makanannya dengan nyaman.

Ia memesan sepiring makanan dan segelas teh hangat. Memilih kursi yang dekat dengan jalan raya. Maksud hati agar kekasihnya dapat lebih mudah untuk menemukannya nanti, namun malah merasa bising dengan suara gemuruh jalan raya di pagi hari. Tapi tidak masalah, Leara tetap kekeh tidak akan pindah.

Ia telah mengirim sebuah pesan singkat kepada kekasihnya untuk menyusul kemari jika sedang tidak ada kuliah beberapa menit setelah ia mengetahui nasib buruknya ketika menuruni tangga gedung fakultas tadi. Sudah tampil cantik dan rapi, sayang jika ia harus kembali pulang begitu saja. Karena dengan begitu, ia sama saja menyia-nyiakan sabun, sampo, parfum wangi buah, bedak tabur, lipblam dan sunscreen yang ia pakai.

Dan bersyukurlah ia bahwa Kava--kekasihnya-- baru ada mata kuliah pada pukul 15.30 nanti. Dan Kava tampak tak masalah jika harus menyusulnya kemari.

Leara mengenal serta menjalin hubungan dengannya saat duduk di bangku SMA. Namun, keduanya mesti dipisahkan saat Kava memilih untuk berkuliah di salah satu Universitas di Semarang dengan mengambil jurusan Manajemen Bisnis sedangkan ia mengambil jurusan Pendidikan Agama Islam di salah satu Universitas Islam masih di kota yang sama dua tahun berikutnya.

Leara menarik piring yang disuguhkan oleh mamang penjual dengan lap tersampir di pundak yang baru saja mengantarkan pesanan miliknya untuk mencium aroma wangi sayur oseng jamur kecap yang menggoda matanya. Menu yang disediakan di warung makan ini beraneka ragam namun tergolong murah. Terdapat berbagai macam pilihan menu. Mulai dari oseng-oseng sayur, lauk pauk seperti telur, tempe, tahu, ikan asin, cumi, udang yang dimasak dengan berbagai jenis bumbu masakan, sampai menyediakan makanan makanan manis pencuci mulut.

Menunya kali ini berupa oseng jamur, telur bacem, es teh, donat salju, dan pudding mangga, Leara hanya perlu membayar 16 ribu saja. Sangat ramah di kantong baginya. Leara sampai perlu mempromosikannya pada teman-temannya yang lain dengan label rumah makan dengan 'harga merakyat rasa memikat'.

Tak berselang lama, ditengah kesibukannya melahap sarapan, seorang cowok bertubuh tegap dengan stelan rapi mendatanginya. Bibirnya mengulas senyum secerah lampu stadion yang membuat pagi di Semarang kali ini terasa semakin bersinar terang benderang. Cowok bermata lebar dengan bulu mata dan alis teramat tebal itu menarik kursi dihadapannya.

Ruang Monolog (Sudah pernah terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang