MLF: 09

7.1K 734 66
                                    

Sinar matahari pagi masuk menembus gorden apartemen Luna. Perempuan berambut panjang itu sedang berdiri di depan lemari pakaian dengan jubah mandi yang melapisi tubuhnya.

Ia mengerutkan kening saat memilih pakaian dan beberapa kali berdecak malas. Semua pakaian yang ada di lemarinya begitu mewah dan rumit.

Tak menemukan apa yang ia cari, Luna mendudukan dirinya di pinggir kasur.

"Lebih baik aku ke mansion Nathan tadi malam, disana pakaian apapun ada. Huh... " Luna menoleh pada nakas dan bergeser mendekat.

Ia segera menghidupkan ponselnya dan melihat berbagai notifikasi, tapi sebuah notifikasi yang baru muncul menarik perhatiannya.

Manager Megan: Kau dibayar dua kali lipat dari harga yang ditentukan. Kau bisa mengeceknya sendiri.

Senyuman lebar langsung terbit di bibir Luna. Ia segera melakukan pengecekan dan nominal yang baru masuk di rekeningnya sungguh mengejutkan baginya.

Namun perasaan bahagia mendadak lenyap ketika ia melihat pesan dari Nathan sekaligus teringat akan janji yang ia lupakan.

"Aku harus melakukan sesuatu, semoga Nathan tidak marah atau tidak... "

Luna tak melanjutkan ucapannya ketika ia mengingat sesuatu.

Ia teringat scene di dalam novel ketika Nathan marah saat female lead melupakan janjinya dengan Nathan dan malah pergi bersama pacarnya.

Ya, saat itu Nathan belum mengekang dan mengancam female lead, namun setelah itu ia mulai possessive dan menunjukkan obsesinya pada female lead.

Luna langsung mengusap lengannya karena merinding membayangkan sifat asli Nathan. Huhu, ia tiba-tiba merasa ciut.

"Tapi kalau bagaimana kalau aku membuat Nathan cinta mati padaku?" gumam Luna seraya mengusap dagunya.

Ia mungkin bisa, tapi rasanya mustahil. Kemudian ia menggelengkan kepalanya mengusir ide gila yang tiba-tiba hinggap.

Padahal ia sangat ingin merasa dicintai secara gila-gilaan. Haha!

. . .

Kini Luna berjalan pelan di trotoar. Ia menggunakan baju putih dan rok selutut yang ia dapat setelah mencari di tumpukkan pakaian lama. Meski begitu tak terlihat usang sama sekali, apalagi dipakai oleh orang cantik.

Katakan saja Luna terlalu percaya diri.

Saat ini tujuannya adalah ke halte yang dekat dengan apartemennya. Ia ingin ke mansion Nathan tapi bingung menggunakan apa.

Ingin minta tolong pada managernya tapi Ia urungkan. Jadi Luna memilih naik bus, walau mungkin rutenya tak tak sampai disana.

Intinya Luna bingung dan memutuskan beristirahat di halte lebih penting. Setelah sampai, Ia segera duduk di samping perempuan muda yang tampak sibuk.

Tuk. Tuk. Tuk.

Pandangan Luna mengadah ke langit yang mulai mendung dan menjatuhkan rintik hujan. Semakin lama hujannya semakin deras membuat udara disekitar menjadi dingin.

"Aku salah kostum," lirih Luna seraya mengusap lengannya yang terhembus angin. Ia juga menarik kakinya ke belakang saat percikan genangan air mengenai kakinya.

Luna rasanya ingin membeku, salahnya juga tak sempat membaca perkiraan cuaca.

Sementara itu sebuah bus datang dan para penumpang mulai naik dan turun, agak berdesakan karena tak ingin terkena hujan.

Luna sendiri memutuskan menunggu kesempatan agar ia tak perlu berdesakan dengan yang lain. Tangannya terulur ke depan guna merasakan air hujan yang mengguyur bumi.

"Sudah berapa hari aku di dunia ini, ya?" lirihnya. Ia ingin kembali ke dunianya, ini hanyalah dunia khayalan.

Tin!

Bunyi klakson membuat Luna kaget dan melihat supir bus yang memandangnya dengan dahi berkerut. Luna menyengir pelan saat menyadari tinggal dirinya yang belum naik.

Ia segera keluar dari tempatnya berteduh sementara dan memasuki bus. Tapi kakinya tergelincir saat menginjak tangga bus yang basah sehingga tubuhnya terbanting ke belakang.

Disaat bersamaan guntur bergemuruh seakan berperan sebagai backsound atas kesialan Luna. Wanita itu terduduk di atas genangan air dan air hujan mengguyur badannya dengan kuat.

Penumpang di dalam bus menatap Luna prihatin namun tidak peduli. Mereka juga ada urusan mendesak dan tidak ingin dirinya basah saat menolong Luna.

Kemudian dengan susah payah Luna berdiri, namun ia merasakan kakinya terkilir dan membuatnya harus berdiri dengan satu kaki. Ia segera berkata pada supir untuk kembali berkendara karena ia batal masuk.

Tak menunggu lama bus segera melaju dan Luna kembali duduk di halte. Ia ingin pulang dan segera tidur, jadi dia segera menelpon Megan namun hanya suara operator yang terdengar.

Tak menyerah, Luna kembali menelpon hingga beberapa kali namun hasilnya tetap sama dan di akhir panggilan handphone nya berkedip-kedip dan langsung mati.

Luna mengadah ke langit, dan tiba-tiba menunjuk awan hitam diatas sana. "Untuk siapapun yang membawaku ke dunia ini... Fuckkkkk!" Luna menunjukkan dua jari tengahnya dengan kesal.

Bgurrr!

Suara guntur seakan menyahut Luna membuat wanita itu langsung menarik tangannya dan beringsut ke pojok.

"Huhu, mau pulang!"

. . .

Nathan dengan setelan kantornya sedang duduk di dalam mobil. Jarinya ia ketukkan pada setir mobil, mengisi keheningan di mobil itu.

Mata hitamnya tak beralih dari pemandangan di depannya. Ia tersenyum dingin melihat Luna yang meringkuk kedinginan di halte.

"Bukankah ini hukuman yang pantas?"

Nathan tertawa pelan, "mari kita lihat berapa lama kau bertahan, baby."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Male Lead's FianceeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang