2. Diculik Kakek Gendut

57 1 0
                                    

"Berhenti! Aku mohon!" teriak seorang gadis saat empat pria tiba-tiba datang ke rumah sederhananya dan mengacaukan semuanya.

Pria-pria itu tak mempedulikan teriakan Serena dan tetap menendang, membanting apapun yang ada di rumah Serena.

Setelah puas mengobrak-abrik, salah satu dari mereka mendekati Serena dengan tatapan mengancam. "Aku peringatkan sekali lagi padamu. Kau harus segera melunasi hutangmu! Kami akan kembali besok, dan kau harus sudah menyiapkan uang sepuluh juta dolar!"

"Camkan itu!" teriak si pria lagi. Menendang kursi kayu milik Serena dengan keras sebelum pergi.

Serena luruh ke lantai. Ia terisak pilu saat matanya mengedar memandangi ruang tamunya sudah tak berbentuk. Semuanya berantakan. Banyak barangnya yang rusak.

Uang sepuluh juta dolar. Dari mana ia bisa mendapatkan uang sebanyak itu?

Serena baru saja kehilangan ayah tirinya. Ia bahkan belum mendapatkan waktu untuk berduka, di saat orang-orang asing itu mendadak datang dan menagih hutang padanya.

Ia tak merasa pernah berhutang pada mereka.

Tapi saat mereka menyebut nama ibu Serena. Maka tahulah ia kalau ibunyalah yang telah meminjam uang pada mereka. Dan kini ibunya pergi entah ke mana dengan membawa harta keluarga yang tersisa.

Setelah cukup lama terdiam dalam kesedihan. Serena bangkit berdiri, kedua tangannya sibuk mengusap jejak air mata di pipinya yang mulai mengering.

"Ya. Aku tidak boleh diam saja. Aku harus berangkat kerja sekarang. Mengumpulkan uang untuk melunasi hutang," ucap Serena pada dirinya sendiri, memberikan kekuatan lewat kata-katanya.

Sekarang hanya tinggal dirinya sendiri yang bisa Serena andalkan. Ia tidak memiliki siapa pun lagi.

Ia tidak boleh menyerah karena hidupnya masih panjang.

Serena berderap ke kamar mandi, bersiap berangkat bekerja. Sedang, ia akan membiarkan rumahnya dalam keadaan berantakan untuk sementara.

Setelah mandi dan memakai seragamnya. Serena mengambil tas kecilnya yang berisi ponsel, dan uang lima dolarnya yang berharga. Meski, hanya sedikit, setidaknya lima dolar bisa ia belikan roti di saat nanti ia lapar.

Dengan cepat Serena melangkahkan kakinya menuju club tempatnya bekerja setelah mengunci pintu rumahnya. Melalui jalanan yang lengang dan dihiasi lampu berpendar terang di setiap sisinya.

Sekarang sudah jam tujuh malam, Serena harus bergegas sebelum terlambat. Perlu waktu lima belas menit untuk sampai ke club.

Di tengah perjalanan. Serena merasakan ada seseorang yang mengikutinya dari belakang. Namun, ketika ia menoleh untuk melihat siapa itu. Ia tak mendapati seorang pun di sana.

Tiba-tiba Serena dihinggapi ketakutan yang luar biasa. Ia takut jika orang-orang brutal tadi masih mengikutinya dan berniat jahat padanya.

Maka, Serena mempercepat langkahnya sambil sesekali menoleh ke belakang untuk memeriksa.

Sialnya, karena kurang hati-hati, kaki Serena terantuk batu. Ia jatuh dengan wajahnya terlebih dahulu menyentuh jalanan aspal.

Ia meringis menahan sakit saat permukaan aspal yang kasar telah menggores pipinya.

Serena hendak bangkit berdiri, tapi ada dua pria bertubuh besar menyergapnya dari belakang.

"Diam dan ikuti kami," desis salah satu pria.

Serena hendak berteriak minta tolong. Tapi, dengan cepat sebuah tangan terulur membekap mulutnya dengan sebuah sapu tangan.

Pandangan Serena mengabur, dan menjadi gelap. Tubuhnya luruh ke bawah. Namun, sebelum jatuh ke aspal, dua pria tadi dengan sigap membopong Serena dan memindahkannya ke dalam mobil mereka.

Seorang pria tua yang sudah menunggu di mobil mengulas senyum begitu Serena diletakkan di sampingnya.

"Anak jalang itu ternyata cantik juga. Aku akan rela melepaskan uang sepuluh juta dolarku untuk bisa menghabiskan malam panas bersama gadis ini," ucap si pria tua membelai pipi mulus Serena. Tatapan penuh nafsunya mengarah pada tubuh Serena saat ia memandangi gadis itu tanpa berkedip.

Si pria tua menelan ludahnya dengan susah payah. Ia lalu berucap pada salah satu orangnya yang sedang mengemudikan mobil. "Sekarang bawa aku ke hotel! Aku sudah tidak sabar menghabisi gadis ini."

"Siap, Bos."



***



Serena terbangun saat merasakan ada pergerakan di sampingnya. Ia bangkit duduk sambil memegangi kepalanya yang berdenyut sakit.

"Di mana aku sekarang?" tanyanya bergumam menatapi kamar yang terasa asing.

"Kau sudah bangun ternyata," tukas sebuah suara.

Serena seketika terkejut. Ketakutan kembali menghinggapinya saat pria tua berkepala plontos yang semula duduk di sofa, melangkah menghampirinya.

Pria tua itu menatap Serena penuh nafsu. "Kau tidak usah takut, Cantik. Kau hanya perlu memuaskanku malam ini. Dan aku anggap hutang sepuluh jutamu lunas."

Serena bergeleng cepat. Ia beringsut mundur menghindari tatapan si pria tua yang menjijikkan. Aroma alkohol bercampur rokok yang menguar dari si pria tua membuat Serena mual.

Ia buru-buru menepis saat tangan si pria tua hendak mengelus pipinya. "Jangan lakukan ini, Tuan! Aku mohon. Berikan aku waktu lagi. Aku berjanji akan melunasi hutangku."

Si pria tua tersenyum meremehkan. "Huh, kau mau melunasi hutangmu? Aku tidak yakin. Bahkan dengan menjual tubuhmu saja. Kau tidak akan mendapatkan uang sebanyak itu, Cantik," balasnya dengan menjilati bibirnya sendiri saat matanya mendarat pada payudara Serena yang masih dilapisi baju. Ia membayangkan betapa indah bentuk dua benda kenyal itu.

Tanpa peringatan si pria tua melompat dan menindih Serena. Tubuh gempalnya membuat Serena kesulitan bergerak. Ia mencekal tangan Serena agar gadis itu tidak bisa berontak darinya.

"Tuan, berhenti! Jangan lakukan ... hmpph." Serena kemudian tidak bisa bersuara lagi. Karena mulutnya dibungkam oleh mulut si pria tua.

Seketika perut Serena bergejolak saat mulut berbau si pria tua menempel di bibirnya, berusaha untuk menyusup masuk.

Serena hanya bisa bergeleng dengan air mata yang mengalir deras. Ia tidak bisa melepaskan diri karena tenaganya tak sebanding dengan pria tua bertubuh penuh lemak itu.

Tangisan Serena semakin histeris saat badannya kini tak tertutupi apapun. Dan si pria tua mengeluarkan kemaluannya.

Namun, ketika si pria tua akan melakukan penyatuan. Pintu mendadak didobrak dengan keras oleh seseorang.

Si pria tua melepaskan ciumannya. Ia mendengus kesal menatap pintu. "Bajingan mana yang berani mengganggu waktu bersenang-senangku?"

Tak perlu banyak waktu. Pintu sudah berhasil terbuka dengan satu kali tendangan.

Seseorang dengan jas rapi muncul dan menatap tajam si pria tua. Lalu, tatapannya beralih pada Serena yang telanjang.

Tidak ada yang bisa Serena lakukan selain membelalakkan matanya, melihat pria yang sama sekali tidak asing tengah berdiri di depannya.

Bibir Serena terbuka dan satu nama ia gumamkan. "Kak Lucas?"



-To Be Continued-

Gadis Tawanan sang CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang