BAB 29: Sedikit Gila

29 9 0
                                    

"Buat kelulusan mau pakai kebaya warna apa?"

Gadis itu memberhentikan langkahnya dan menoleh pada cowok di sampingnya. Es krim yang sedang ia makan meleleh ke tangan, membuatnya harus menjilatnya terlebih dahulu sebelum berbicara. "Kayaknya sih denim, tapi aku belum yakin. Kenapa emangnya?" Ilesha mengangkat satu alisnya, penasaran mengapa Bentala menanyakan hal itu.

Apa mungkin ia akan membelikannya kebaya untuk acara wisuda nanti? Ah, itu tidak mungkin everybody.

Bentala menggeleng. "Nggak, nanya aja."

Sudah Ilesha duga. Sangat mustahil Bentala membelikannya kebaya.

Cih! Siapa juga yang mengharapkan.

"Lagi ngebayangin soalnya," lanjut Bentala.

Ilesha mengerutkan keningnya. "Ngebayangin apa?"

"Nanti kesannya bakal jadi kayak simulasi nikah, gak ya?"

"Ukhuk!"

Ilesha tersedak es krimnya sendiri, membuat Bentala reflek menepuk pelan punggung Ilesha. "Padahal cuma makan es krim, bisa tersedak gitu sih?"

"Lo yang bikin gue tersedak, anying!"

"Bisa-bisanya kepikiran kesana."

Bentala menggaruk lehernya, memperlihatkan deretan giginya yang rapi. Ia juga tidak tahu mengapa tiba-tiba otaknya lari kesana, padahal ia sedang memikirkan habis ini cari makan dimana.

"Abis di acara kita ke KUA," sambung Ilesha.

"Ngapain?" tanya Bentala dengan penasaran.

"Ukur tanah KUA, luasnya berapa, panjangnya berapa. Siapa tahu pas buat pembangunan mall," jawab Ilesha sambil tersenyum nakal.

"Anjir, tanah KUA digusur direktur," ucap Bentala sambil tertawa kecil, meladeni candaan Ilesha dengan ringan.

Ilesha berjalan ke sisi trotoar, di mana sebuah tong sampah berdiri. Dengan hati-hati, ia membuang cone es krim yang sudah tak ia makan. Mereka kini berada di Alun-alun Kota Bogor. Subuh tadi, Bentala tiba-tiba mengajak Ilesha untuk jogging bersama di sini. Sembari berjalan, Bentala melirik Ilesha yang tampak tidak nyaman dengan terik matahari pagi.

"Aku takut banget," ujar Ilesha, terduduk di sisi kiri trotoar dengan kaki selonjoran. Ia tidak memikirkan kemungkinan kakinya menghalangi jalan orang lain yang lewat, tetapi untungnya, trotoar cukup sepi dari pejalan kaki.

"Takut kenapa?" Bentala ikut duduk di sebelahnya. Ia melipat kakinya dengan kedua tangan yang dilipat lalu ditumpuk di atas lututnya, memperlihatkan sikap santai. Bentala menatap Ilesha dengan penuh perhatian, mencoba memahami kekhawatiran gadis di sampingnya.

"Takut makeup jelek nanti pas wisuda," jawab Ilesha.

"Mau makeup mau nggak, kamu tetap cantik."

Ilesha yang sedari tadi menatap jalan langsung menoleh dan bertubrukan dengan tatapan Bentala yang juga sedang menatapnya. "Kalau udah lihat bare face aku, gak yakin bakal tetap muji cantik."

"Tapi jujur, aku lebih suka sama cewek yang nggak pakai makeup. Iya sih, pakai makeup itu bakal kelihatan lebih cantik. Cuma aku lebih suka yang makeup-nya natural," tutur Bentala, membuat Ilesha terkekeh.

Apa maksudnya? Ia tidak cantik ketika ber-makeup gitu? Wah... Bentala parah sih, tak menghargai effort Ilesha. Ia kan mempercantik diri hanya untuk Bentala.

"Nyenyenye... Paling ada yang lebih cantik juga pasti langsung dilirik."

Bentala terkekeh. "Iya lah, kan naluri laki-laki," jujurnya, membuat Ilesha kesal dan membuang wajah ke sisi kiri. "Tapi kalau di sebelahnya kamu, gak bakal."

The Ephemeral (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang