"Jangan ngemis minta dikabari, kalo kamu penting pasti diutamain."
_Life after break up_•••••••
"Sad banget lo Sha."
Duduk termenung ditepian balkon dengan kaki ditekuk dan tangan melingkar di kakinya tersebut. Wajah sendu sangat mendominasi. Pantas saja jika Ayu mengatai Ilesha sad. Ini sangat langka, jarang sekali gadis ceria seperti Ilesha nge-sad seperti ini.
"Kalo gue dorong dari sini..." Ayu menatap ke bawah dimana ketinggian balkon kamarnya itu mencapai hampir 10 meter. Ia kembali menoleh pada Ilesha. "Lo masih bakal peduli gak sama tubuh lo?" lanjutnya bertanya.
Ilesha melirik sekilas kearah Ayu lalu kembali menatap gumpalan awan diatasnya. "Peduli lah anying! Gak bakal koit juga kalo lo dorong gue dari sini! Gue juga gak punya harta ngapain lo mau dorong gue?"
Memang benar, kalaupun jatuh tak akan mungkin menimbulkan kematian, paling hanya patah tulang biasa.
"Gue kira lo mau bundir, Sha. Makanya, gue tawarin duluan hehe..."
Tak
Ilesha memukul pelan kepala Ayu. Bisa-bisanya fathner dosanya itu mengiranya akan bunuh diri. Ia pikir Ilesha gila? Stres? Gak waras? Sampai harus mengakhiri hidup dengan mengenaskan? Walaupun otaknya yang sebesar biji wijen seperti apa yang Bentala bilang, pikirannya masih panjang. Ia juga masih menginginkan menjadi nyonya konglomerat, tidak mungkin jika ia harus mati sebelum keinginannya itu tercapai.
"Gue masih waras kali, Yu."
"Emang lo gak mau cerita gitu, Sha? Dari tadi lo diem," tanya Ayu. Semenjak kedatangan Ilesha kerumahnya gadis itu hanya diam dan tak berbicara apa-apa sampai saat ini, membuat Ayu--sebagai sahabat baik, solehah, tulus, dan cantik jelitanya Ilesha merasa khawatir.
Ilesha mengubah posisi duduknya. Kakinya ia juntaikan kebawah lalu ia gerakan dengan perlahan. "Gue takut, Yu." Sebelum melanjutkan Ilesha sempat menarik napasnya lalu membuangnya dengan kasar. "Gue takut hubungan gue gak direstui Kak Ruhi__"
"Bu Ruhi?" sela Ayu dengan membeo. "Gak mungkin sih kalo gak direstui_"
"Gak menutup kemungkinan."
Ayu Ikut duduk disebelah Ilesha. "Maksud lo?"
"Kemaren Kak Ruhi marah sama Zayn__"
Lagi-lagi Ayu menyela, "Zayn itu Bentala kan?" tanyanya karena jarang sekali mendengar nama Bentala dengan sebutan Zayn, dan itu hanya Ilesha yang memanggilnya.
Ilesha mengangguk. "Btw, marah karena apa?" lanjut Ayu bertanya.
"Kemaren gue kan joging sama Zayn. Terus pas mau pulang gue gak sengaja ilangin karcis parkir dan berakhir kita debat. Karena gak tau harus gimana, mau gak mau Zayn menyuruh kakaknya buat anterin STNK motornya ke Alun-alun kota bogor. Lo bayangin aja jaraknya lumayan jauh, gimana kak Ruhi gak marah coba?"
Ilesha menunduk membuat rambut sedikit panjangnya menjuntai menutupi sebagian wajahnya. Ia memainkan ujung kukunya. "Sampai sekarang juga Zayn gak ada kabar."
Ayu diam. Mencoba untuk tidak menyela lagi. Ia sadar, jika memotong percakapan akan terlihat buruk, attitude nya yang selama ini ia jaga bisa rusak.
"Kemaren gue telpon Harsa. Gue tau Zayn lagi sama Harsa, tapi Zayn nyuruh Harsa matiin telponnya, gue masih bisa denger soalnya. Apa Zayn semarah itu ya sama gue?" Ilesha menoleh pada sahabat disebelahnya.
"G-Gak tau juga sih ya." Ayu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia bingung harus menjawab bagaimana. "Marah sih pasti, tapi... kalo marahnya sampai gak ngasih kabar dan ngediem sampai sekarang, itu sih udah keterlaluan. Setidaknya, Bentala ngasih tau lo biar lo ga overthingking kaya gini."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ephemeral (Tamat)
Teen FictionGengre: Romance, Misteri •••🦋••• Sinopsis: Ilesha Mutiadaksa adalah seorang gadis yang dibayangi masa lalu kelam, membuatnya berjanji untuk tidak lagi membuka hati pada siapa pun. Namun, semua berubah ketika Bentala Zayn Shailendra hadir dalam hi...