Chapter 15

84 19 11
                                    


(GAK ADA SEAN DI CHAPTER INI, MAAP YAK. TAPI CHAPTER INI BANYAK TTG LOEY DAN KISAH MASA KECIL IRENE, SAMPE TRAUMANYA> harapannya sih, di chapter ini kalian bisa paham apa yang dipikirin Irene selama ini akibat dari masa kecil yang dialami dia) kalau kalian lupa plis baca chapter sebelumnya, atau bahkan dari awal aja biar makin mudeng. soalnya aku terlalu lama hiatu, maap:(

-----

Sudah hampir seminggu Irene menghabiskan waktunya sendirian. Ia mendengarkan nasihat paman Yunho dengan mengunci jendela dan meletakkan senapan berburu di amar pamannya ke sebelah tempat tidurnya. Bahkan saat hendak tidur, Irene tetap terjaga dan sulit untuk memejamkan mata. Wajah sang duke sering muncul diantara mimpi dia yang dipukuli dan dibuang oleh kerabatnya. Kenangan ciuman malam itu terus terngiang dalam mimpinya. 

Setiap hari ia merawat ternak, halaman rumah, dan menyapu rumah sampai benar-benar bersih. Ia mencuci semua tirai jendela dan tempat tidur, bahkan merapikan gudang. 

Irene telah menghabiskan sepanjang harinya sendirian, mondar-mandir seharian sampai malam tiba dan membawa mimpi buruk lagi seperti biasanya.  Pada hari ke tujuh, dia keluar untuk mengurus halaman belakang. 

Park Yunho secara teratur memnghabiskan sebagian besar waktunya di tempat kerja. selain membantunya bekerja, Irene melakukan tugas untuk belajar setiap hari. Hidup bersama bukan berarti semua dilakukan bersama-sama. Mereka hanya duduk di meja yang sama dan berbagi cerita dari hari-hari mereka dan seterusnya. 

"Ini pertama kalinya" gumam Irene sambil termenung.

Sejak dia pergi ke Arthdal, dia tidak pernah berpisah dengan paman Yunho bahkan sehari pun. Dia selalu berada di sisinya, dan tidak pernah ada hari sendirian. Park Yunho selalu ada bersamanya, baik siang maupun malam. Tapi sekarang dia sendirian.

Kepergian paman Yunho selama hampir seminggu ini membuat Irene sadar betapa kesepian, sedih, dan takutnya dia ketika berada di dunia ini, sendirian.

Irene dengan susah payah berjongkok setelah beberapa saat berdiri terdiam. Ia langsung memeras susu kambing sambil terus melirik ke seberang halaman. 

Ia terus berdoa semoga paman Yunho cepat kembali. Dia cukup yakin bahwa paman Yunho akan kembali segera. Kesepian, kesedihan masa kanak-kanaknya, dan kenangan buruk akan ciuman pertamanya harapannya cepat terlupakan dengan kehadiran paman Yunho untuk terus menemaninya.

Ia harap semuanya akan baik-baik saja.

----

"Loey Park"

Loey menoleh ke belakang dan terkejut setelah seseorang tiba-tiba memanggilnya dari belakang. Ayahnya sudah berdiri di belakang kursinya.

"Ya, Ayah?"

"Kamu pulang lebih awal"

Loey berganti antara menatap ke luar jendela yang masih terang dan wajah ayahnya. Bibir Dr. Park menyunggingkan senyum lembut saat melihat mata tajam putranya. "Ini akhir pekan, Loey"

Dr. Park tersenyum dan bersandar di kursi samping tempat Loey belajar. Itu adalah kebiasaan setiap kali ayahnya memiliki sesuatu untuk diceritakan. Loey menarik kursi di depan meja dan duduk menghadap ayahnya, sedikit gugup.

Ayahnya tidak menjawab dan diam pada hari itu. Setelah menatap Loey lama, yang dia katakan hanyalah memberinya waktu beberapa hari untuk memikirkannya. Karena itu, dia tidak melakukan apapun selain menunggu. Meskipun keinginannya untuk menghampiri Irene semakin kuat, tapi ia berusaha menahannya agar tidak memberikan janji ambigu dan menyakit hati Irene.

"Aku sangat mengerti bagaimana perasaanmu. Aku tahu betapa kamu mencintai Irene. Tapi Loey, kau dan dia masih terlalu muda untuk membicarakan pernikahan"

Arthdal (Cry, Beg, and Smile)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang