Chapter 4

777 58 37
                                    

Hai, maaf lama updatenya. Semoga aja masih ada yg nungguin. hehe
Mohon sempatkan mengklik VOTE ya kawan-kawan... sangat dibutuhkan ^_^

Enjoy! Happy Reading!
_____

Sengatan terik matahari siang itu membakar emosi, berletupan di ubun-ubun mengimbangi ritme jantung. Kekesalanku pada Levi tak utuhnya sirna barang sekali. Rasa cemburu ini bagai cambuk hati, mencabik-cabik tiada henti walau tangisku mengemis ampun dari si Penguasa langit dan bumi untuk berhenti.

Tidak ada pilihan selain mendatangi Daehan, memohon bantuannya untuk menyisihkan kekalutanku sedikit saja. Semangatnya tampak jelas begitu Daehan kuhubungi untuk bicara empat mata. Aku cemas dia masih mengharapkanku, berkali-kali kuperingati dia, bahwa aku memiliki suami dan jangan lagi merayuku untuk kembali.

"Sohee, maaf membuatmu menunggu..." Tak butuh banyak waktu, orang yang dinanti datang sambil berlari-lari kecil ke arahku.

"Bukan masalah..." Kuhampiri dia dengan seulas senyum.

"Jadi, apa ini tentang suamimu?" Daehan kelihatan gugup serta bersalah ketika kami berdampingan menuju Jeepnya.

Aku jadi senewen. "Jangan cemas. Maafkan Levi soal yang kemarin, dia sedikit sensitif belakangan."

Bisa kudapati sepintas raut sedih terbaca di wajah kusut Daehan setiap kusebut nama Levi di depannya. Cepat-cepat aku membuang muka darinya, tahu betul apa yang membuatnya nelangsa.

"Aku ingin bertanya sesuatu, mungkin terdengar konyol. Tapi kau tahu aku tidak bisa bahasa Jepang kan?" tanyaku, masih gugup benar mengingat kejadian semalam.

Daehan diam sebentar, lalu menggangguk ragu mengiyakan. "Apa yang bisa kubantu untukmu?"

Kukeluarkan secarik kertas remuk dari saku dan kuserahkan padanya. Daehan mengamati tulisan kanji itu dengan seksama, alisnya naik sebelah. "Sohee, apa kau masih marah padaku soal Mika?" tanyanya hati-hati. Aku terkesiap, tatapanku menajam padanya. "Aku sudah tidak mau membahasnya. Ini bukan tentang dia."

"Lalu kenapa kau memberiku kertas ini? Nama ini, kanji milik Mika kan? Dari mana kau dapat kanji namanya?"

Mataku terbelalak menyorotnya. "Apa maksudmu!?"

Air muka Daehan menegang, remukan kertas itu dirapikan lalu disodorkan lagi padaku. "Jika kau masih berpikir aku berhubungan dengannya. Kau salah besar," geramnya.

Aku menatap bingung sobekan kertas di tanganku, tanpa sadar kepalaku menggeleng pelan. "Bukan, kau pasti gila... Ini bukan, Mika."

Mustahil si jalang itu berhubungan dengan suamiku! Mereka tidak mungkin saling kenal.

Dalam beberapa menit, aku masih terpaku.

Ah! Sial! Tidak hanya sekali wanita ini menghubungi Levi! Ketika makan malam, Levi meninggalkanku sendirian untuk mengobrol dengannya? Membicarakan apa? Sampai Mika menghubunginya lagi meski hari larut malam?

Saat itu juga tanda bahaya berbunyi dalam kepala, kusimpan kembali kertas itu dengan rapi. Yakin itu benar Mika karena kanji nama selalu berbeda tiap orang, meski ada ribuan Mika di Jepang, jelas kanji ini memang miliknya. Kuputuskan tetap tenang seperti biasa, perang boleh terjadi kapan saja, tetapi strategi tetap yang utama.

Senyumku terbit setelah beberapa menit berjengit kaku, aku mengajak Daehan makan siang tapi dia menolak karena ada urusan.

Sireneku terus berbunyi, untuk apa Mika menyusupi hidupku lagi? Dendam karena pernah kutampar beberapa kali? Mempermalukannya? Bersumpah dia pantas mendapatkannya!

Rasa curiga mengerubungiku. Kenapa Levi menulis nama Mika dengan kanji? Seingatku, selama di Seoul Mika sendiri selalu menuliskan namanya dengan korea/hangeul. Lantas kenapa Levi tidak demikian?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 20, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Our First KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang