"Kau akan pergi juga?" tanya Ana melihat Olivia sudah siap dengan gaun yang baru dibelinya. Olivia sedang merapikan riasan wajahnya.
Dengan percaya diri, Olivia mengangguk. "Seseorang harus mengawasi Jenna, bukan? Oh, dan aku mau Jenna berdansa dan make out dengan pria lain. Aku ingin lihat reaksi CEO brengsek itu."
"Kau tahu aku yang menyudahi hubunganku dengannya, 'kan?" gerutu Jenna. Ia sedang kesulitan memasang aksesoris untuk gaunnya.
Iris menghampiri Jenna dan membantunya. "Maaf aku tidak menjawab teleponmu tadi siang."
"Ya, what about that?" omel Jenna. "Lupakan. Hal itu sudah biasa."
"Aku pergi keluar dan lupa membawa ponselku," jelas Iris.
Mengerti, Jenna hanya angkat bahu. Lagipula ia dan teman-temannya yang lain tahu kalau Iris selalu sulit dihubungi karena tidak seperti kebanyakan orang, ponsel baginya hanya benda yang tidak penting selain untuk berkomunikasi. Berbeda dengan Olivia yang hampir 24/7 selalu dekat dengan ponselnya.
Olivia kembali bersuara. "Setidaknya dia harus berusaha lebih keras, tahu? Bukan tiba-tiba menjadi manusia es yang tidak punya hati keesokan harinya."
"Mungkin itu coping mechanism Kane? Menutup diri begitu merasa sesuatu akan menyakitinya," sahut Ana.
"Tetap saja!" Olivia menggerutu. "Malam ini CEO manusia es itu akan terpikat dan mengikuti Jenna seperti anak anjing."
"Olivia, kita tidak boleh membuat keributan, oke? Datang dan nikmati acaranya. Tidak ada drama," ujar Jenna menegaskan.
Iris yang masih di dekat Jenna berbisik, "Kau mau aku menyelipkan obat tidur padanya?"
Olivia mencibir. "Aku mendengarnya, Iris!"
Keempatnya tertawa. Jenna merasa lebih tenang sekarang setelah seharian merasa sangat cemas dengan apa yang akan ia hadapi. Ini pesta formal mewah pertamanya. Pesta mewah yang pernah dihadirinya adalah ulang tahun kantor ayahnya saat ia berusia sepuluh tahun.
"You're going to be okay." Iris melihat gurat khawatir di wajah Jenna. "Just be there and have fun."
Mengangguk, Jenna meraih tubuh Iris dan memeluknya. "God, aku tidak tahu kenapa aku tiba-tiba emosional," isaknya kecil.
Ana menghampiri keduanya dan ikut berpelukan. "Ugh, I love you so much, dorks!"
Olivia menggerutu. "Oh ayolah! Ini bukan prom!"
Masih dengan gerutu, Olivia menghampiri ketiga sahabatnya dan ikut ke dalam pelukan. "I love you, bitches," ucapnya kemudian.
•••
Keduanya dijemput oleh mobil kantor ke lokasi pesta. Begitu sampai di sebuah hotel megah bintang lima di wilayah Upper West-side, keduanya mendecak kagum.
"Damn, aku tidak menyangka akan berada di tempat seperti ini," ujar Jenna.
Saat masuk ke salah satu ballroom yang terhubung ke rooftop, Jenna merasa kembali gugup. Semua orang di hadapannya benar-benar asing. Ia takut melakukan sesuatu yang mempermalukan dirinya dan perusahaan.
"Tarik napas. Kau berhak berada di sini. Jangan gugup." Olivia meremas tangan Jenna.
Keduanya berjalan perlahan menyusuri tempat itu. Jenna mencari orang yang dikenalnya. Ia berharap bisa bertemu Kane atau orang-orang di kantornya. Setidaknya untuk memperlihatkan kalau ia sudah hadir di sini agar bisa cepat pulang.
"Tunggu di sini. Aku akan mengambil minum." Olivia berjalan meninggalkan Jenna.
Oh, shit. Berdiri sendiri di tempat penuh dengan orang asing membuat keringat Jenna bermunculan meski ruangan ini super dingin. Ia tidak berani menatap sekeliling dan hanya berani melihat ke karpet tebal di bawahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loathe You | BOOK 1 | TERBIT ✔️
Romance[LIMA CHAPTER TERAKHIR DIHAPUS UNTUK PROSES PENERBITAN] Hampir lulus kuliah, Jenna Lim hanya ingin segera punya pekerjaan agar tetap bisa menetap di New York. Dia kemudian mendapat pekerjaan sebagai anak magang di kantor milik Kane Hayes atas rekome...