PROLOG

74 2 13
                                    

Hii semuanya👋🏻
Pertama-tama aku mau ucapin,
Selamat datang dicerita pertamaku🧚🏻‍♀

Follow dulu akun author, supaya ada notif ketika aku update nanti.

Ig. @tanganpenaaksara_
Tiktok. @bluepennn_

Semoga berkenan dan suka ya, selamat membaca💟

▪︎▪︎▪︎

0. PROLOG

Tulisan untuk seorang perempuan, dengan sejuta harapan.


Seseorang yang diketahui bernama Ansera Prissya itu, membuang napas lelah, seperti hari-hari sebelumnya, kemarin sepulang sekolah ia kembali mendapatkan sebuah kertas berbentuk pesawat dengan tulisan yang sama di depannya. Entah siapa pengirimnya, namun yang pasti ia benci dengan sikap seseorang yang bertindak sok' misterius seperti ini.

Tak sedikitpun ada niatan untuk membuka dan membaca isinya. Karena menurutnya, sesuatu yang diawali dengan ketidakjelasaan akan berakhir sia-sia, termasuk pesawat kertas tersebut yang sekarang sudah beralih tempat menjadi di tong' sampah yang berada dibawah samping meja belajarnya.

Setelah membuang pesawat kertas tersebut dan menutup kembali tasnya, Ansera segera berjalan ke arah pintu kamar. Saat pintunya terbuka gadis itu terdiam begitu pandangan matanya melihat siapa yang ada dihadapannya sekarang.

Hembusan napas lelah kembali keluar dari bibir gadis itu, ia menyesal karena tidak cepat-cepat pergi ke sekolah, sehingga kalah cepat dengan pria paruh baya yang sekarang menatapnya penuh dengan amarah.

"MEMALUKAN!"

PLAKKK!!!

Kepala Ansera tertoleh ke samping akibat tamparan keras yang dilakukan papanya, tangan kecilnya sontak memegang pipi kanannya yang sekarang sudah dipastikan memerah.

"PAPAH KASIH SEMUA YANG KAMU MAU, INI BALASAN KAMU ANSERA?!!" Bentak Liam begitu keras, lalu melemparkan lembaran kertas tepat diwajah anak perempuannya itu.

Seketika Ansera memejamkan matanya begitu lembaran kertas itu menyentuh wajahnya, selalu seperti ini Liam dengan segala amarah yang selalu ditunjukkan untuknya. Berbuat atau tidak, Ansera akan tetap salah dimata seorang pria yang memiliki peran sebagai papanya, Liam Pradipa.

"Sejak kapan papah peduli?" Balas Ansera santai, meskipun suasana hatinya tidak sesantai itu.

Liam yang mendapat jawaban seperti itu semakin dibuat emosi, tangan besarnya kembali ia angkat untuk melayangkan lagi tamparan kepada putrinya itu. Namun belum sempat tangan besar itu menyentuh kembali pipi mulus putrinya, gadis itu sudah menahannya.

"Kalo papah pulang cuman untuk lukain fisik aku, mendingan papah gak usah pulang sekalian." Tutur Ansera, matanya sudah berkaca-kaca sambil menatap Liam.

"Apa yang papah kasih, gak akan sebanding sama luka yang ada dihati aku pah." Tangan kecilnya perlahan ia turunkan, kemudian ia bergerak mengambil kertas-kertas yang berserakan dilantai.

"Papah gak usah khawatir, aku bisa perbaiki semuanya tanpa campur tangan papah. Aku duluan," setelah mengatakan itu, Ansera melangkah berniat pergi dari hadapan laki-laki paruh baya itu.

365 Paper AirplanesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang