Hi! Natnat kembali!
•HAPPY READING🍒•
Tepat pukul lima sore, Silvy tiba di rumahnya dengan diantar taxi online. Tak jarang ia berangkat sekolah bersama Irene yang kebetulan satu arah dan tinggal di komplek perumahan yang sama. Tapi berhubung ia sedang marah pada sahabatnya itu perkara game siang tadi, jadilah ia memesan taxi karena masih gengsi untuk memaafkan Irene walau gadis itu sudah mohon-mohon.
Sepi menyambut setelah ia masuk ke dalam rumah bergaya minimalis tersebut. Di jam seperti ini Mama biasanya sedang berada di butik miliknya. Iya, Mama Silvy adalah seorang designer, memang bukan designer terkenal, tapi sudah cukup dikenal kalangan karena hasil karya Mamanya yang tak kalah baik dengan designer lainnya. Sementara Papa, dua hari lalu sudah terbang ke luar kota untuk urusan pekerjaan. Papanya memang selalu sibuk di kantor, kadang juga bepergian dan singgah ke kota ini dan ke kota itu. Sebagai anak tunggal Silvy bersyukur karena meski terkadang merasa kesepian karena kedua orangtuanya tengah dilanda kesibukan pekerjaan, sesekali mereka tetap meluangkan waktu untuknya.
Silvy segera menaiki tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Usai melepas seragam sekolahnya dan hanya menyisakan tanktop berwarna cream, gadis itu segera menyambar handuk di belakang pintu kamar dan segera memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri.
Tidak butuh waktu lama, hanya lima belas menit saja Silvy sudah keluar dengan wajah lebih fresh. Ia mengamati pantulannya sendiri pada kaca full body yang memang sengaja di tempel pada tembok kamarnya.
"Iiissshh!"Silvy mengacak rambutnya gemas hingga berantakan. Tiba-tiba saja ia kembali teringat dengan kejadian tadi siang, dimana ia yang mau saja dibodohi oleh Irene.
"Silvy!!! Lo kenapa o'on banget sih?! Tau sendiri si Irene jahil begitu, kena sendiri kan lo?!"Bibir bawahnya tampak maju beberapa centi.
Beberapa asumsi buruk turut hinggap di kepalanya. Satu-satunya yang harus dipikirkan Silvy sekarang adalah, bagaimana caranya menghilang ketika nanti ia dan Dellio tak sengaja bertemu kembali?
Sedang sibuk berpikir tiba-tiba ponsel yang ia letakkan di atas nakas berdering menandakan seseorang sedang menelponnya.
Silvy memutar bola matanya malas melihat siapa gerangan. Irene dan ulahnya, 10 panggilan tak terjawab!! Silvy tidak habis pikir, setelah permintaan maafnya ia tolak di sekolah sekarang sahabatnya itu malah meneronya melalui telpon?
Ia pun segera menggeser naik tombol hijau dengan malas untuk mengangkat panggilan yang ke-11 kali dari Irene.
"Ha-"
"HALLO SILVY SAYANG!! OMG!!!AKHIRNYA LO ANGKAT TELPON GUE JUGA!! GUE KIRA LO MASIH MARAH TAU!!!!!"
Silvy menjauhkan ponsel dari telinganya, sungguh suara Irene sangat cempreng dan keras bahkan tanpa di loudspeaker.
"Hallo? Hallo Sil, lo masih hidup kan?"
"Ngapain lo nelpon gue?"Tanyanya dengan nada sok ketus.
"Gue kira lo masih marah tau sama gue! Makanya gue spam hahaha...barang kali lo kangen sama Irene yang cuantik dan imoet ini...."
"Dih! Pd banget lo, gue emang masih marah. Dah jangan telpon!"
"IHH SIL JANGAN DIMATIIN DULU!"
Belum sempat Silvy mematikan sambungan telepon, telinganya kembali di kejutkan oleh suara cempreng Irene. Siapapun, tolong donasikan uang operasi untuk mengoperasi pita suara sahabatnya yang terlalu loss.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth or Dare
Teen FictionIni semua berawal dari game konyol Truth or Dare yang Silvy mainkan dengan ketiga sahabatnya. Jika saja waktu itu ia tidak memilih Dare mungkin saat ini hidupnya tenang dan bebas tanpa gangguan dari si menyebalkan Dellio. ***** Start: 4 Agustus 202...