18. Satu langkah maju

218 22 11
                                    


Zahra mengutuk Revan didepan Jafran dan tunangannya, Adrian. Jafran benar benar tidak menyangka jika Zahra orangnya sangat bar bar sekali. Adrian yang duduk di sebelah Jafran pun tampaknya tidak ada niatan untuk menarik Zahra yang sudah menunjuk nunjuk Revan. Sementara Revan hanya menunduk dan bibirnya bungkam. Dia tidak membela diri karena memang Revan yang salah, Jafran pun tidak ikut serta membelanya karena dia juga tahu bahwa temannya memang pantas di caci maki.

“Bajingan lo emang! Lo mikir enggak kalau istri lo lagi hamil dan lo biarin dia keluyuran sendirian? Van, lo punya otak nggak si?” ucap Zahra dengan menggebu gebu.

Zahra memijat pelipisnya dan menatap Revan dengan tatapan tajam, kedua matanya sudah memerah pertanda memang Zahra sudah marah besar pada pria didepannya ini.

“Kata gua juga lo nggak usah kirim kirim apapun ke gua, Revan! Lo tuh tolol apa bodoh sih? Rumah tangga lo berantakan jadinya, sekarang siapa yang harus tanggung jawab? Gua? Gua aja ngelarang lo buat ngasih bahkan gua balikin semuanya! Gua tau elu goblok tapi otak lo dipake dong!” Pekik Zahra.

Jafran menggelengkan kepalanya tak menyangka Zahra yang terkenal lemah lembut dan halus dalam bicara ternyata kalau marah khodamnya bisa keluar. Terdengar helaan nafas panjang dari sebelahnya, Jafran melihat Adrian bangkit dan mengelus punggung Zahra.

“Udah, Ra. Sekarang kan Nafa udah nggak tahu dimana, kamu marah marah sama Revan juga nggak akan merubah keadaan—”

“Merubah! Biar ni orang mikir kalau didunianya bukan gua doang! Ada istrinya yang bener bener cinta sama dia tapi dia sia siain!” ucap Zahra.

“Iya, sayang. Udah ya—”

“Gua minta maaf, Ra.” Lirih Revan.

Dia mendongak dan menatap sayu Zahra disebelahnya. Zahra masih saja cantik meski sudah marah marah seperti ini, jika saja posisinya mereka masih Bersama mungkin Revan akan tertawa dan langsung memeluk Zahra agar amarahnya reda. Namun dia tidak bisa, disebelah Zahra ada tunangannya. Rasanya ada sedikit rasa sakit didadanya saat melihat Zahra datang dan memperkenalkan Adrian sebagai tunangannya pada Revan.

“Jangan minta maaf ke gua! Tapi ke istri lo!”

“Gua enggak tahu dia dimana—”

“Cari!”

Revan menghembuskan Nafas panjang. Masalahnya dia tak tahu harus mencari kemana keberadaan Nafa, nomornya saja diblokir oleh Nafa. Dalam 10 hari ini Revan tidak bersemangat dalam hal apapun makanya dia sampai masuk rumah sakit karena pola makan Revan tidak sehat. Kalau dibilang khawatir, Revan sangatlah khawatir pada istrinya. Apalagi saat dia tahu Nafa Tengah mengandung anaknya, Revan tidak bisa tak menyalahkan dirinya.

Revan tahu jika Nafa memang pulang ke Semarang, tetapi dia tak tahu apakah sekarang Nafa sudah disana atau belum? Dan dengan siapa Nafa pergi? Revan tak tahu. Yang jelas dia selalu berdoa untuk keselamatan Nafa dan anaknya.
Revan tidak terkejut dengan sikap Zahra yang seperti ini, memang dia sudah tahu jika marah Zahra akan membentak dan berteriak tetapi jika sudah tenang biasanya Revan akan memeluk Nafa. Namun kali ini dia tidak bisa melakukan hal itu.

“Nafa pulang kayanya, Ra.” Lirih Revan.

“Ke rumah bapaknya?”

Revan mengangguk dan Zahra menghembuskan nafas panjang.

“Kalau dia ngadu sama bokapnya, mampus lo! Lo akan disuruh menceraikan dia.” Ucap Zahra.

Cerai? 10 hari tanpa Nafa aja dia sudah seperti ini apalagi selamanya tanpa Nafa. Revan belum siap untuk melepaskan seseorang yang dia cintai untuk kedua kalinya. CUkup Zahra saja yang dia lepaskan, jangan Nafasya. Apalagi Nafa kini mengandung anaknya maka itu berarti dirinya akan dipanggil Ayah dan Nafa dipanggil Ibu. Revan tidak mau melewatkan hal itu. Revan tak mau kehilangan dunianya lagi.

Love In Trouble : Revan | RENJUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang