BAB 35 : Menyiapkan Gift

26 5 2
                                    

Angin sepoi-sepoi mengusik helaian rambut panjang seorang gadis yang tengah duduk di atas kasur. Rambutnya yang hitam legam terurai indah, berkibar-kibar mengikuti gerakan angin. Kasurnya dipenuhi dengan berbagai benda yang berserakan: gunting, sebotol lem, sebuah jam tangan berwarna hitam, botol parfum dengan aroma khas cowok, paper bag berwarna cram kotak-kotak, dompet kulit berwarna hitam yang dibaluti kardus kecil, dan beberapa alat tulis yang tersebar di sana-sini.

Gadis itu, dengan wajah penuh konsentrasi, menulis di selembar kertas yang dihiasi dengan gambar dinosaurus di sudut-sudutnya. Kertas itu tampak begitu estetis dan lucu, sesuai dengan kepribadiannya yang ceria. Sesekali, ia berhenti sejenak untuk mengetik di ponselnya, mencatat sesuatu di PPT digitalnya. PPT tersebut bertema "Happy Birthday" untuk seseorang yang sangat istimewa yang akan bertambah umur. Seorang laki-laki yang cuek tapi perhatian, baik dan lembut, serta sederhana. Laki-laki itu adalah Bentala Zayn Shailendra.

Ilesha sengaja membuat PPT ini dengan penuh ketelitian dan cinta. Setiap halaman dipenuhi dengan hiasan dan tulisan yang indah, membuatnya terlihat sangat berbeda dan istimewa. Ia ingin memberikan sesuatu yang berbeda dan bermakna kepada Bentala, sesuatu yang bisa membuatnya merasa sangat dihargai dan dicintai. Dengan setiap guratan pena dan ketukan jari di layar ponselnya, Ilesha menuangkan seluruh perasaannya, berharap Bentala akan merasakan betapa besar cintanya melalui PPT tersebut.

Seperti yang ia janjikan pada dirinya sendiri waktu itu, ia bertekad memberikan sesuatu di hari ulang tahun Bentala. Ia senang karena pada hari spesial pacarnya itu, ia bisa ada di sampingnya. Ilesha sudah tidak sabar untuk memberikannya nanti.

"Hah...." Ilesha membuang napasnya kasar ketika sudah menyelesaikan pekerjaannya. Ia merentangkan tangannya, sesekali menggerakkan kepalanya untuk mengurangi rasa pegal di lehernya.

"Beres juga," ucapnya saat melihat kotak sedang berisi gift-gift kecil yang ia bungkus dengan rapi telah dimasukkan ke dalam paper bag. Tak lupa juga ia menyelipkan gulungan kertas berisi kata-kata yang ia buat tadi ke dalam paper bag.

Ilesha juga sudah menyelesaikan jurnalnya. PPT ulang tahun dengan kesan dan pesan yang indah. Setelah PPT-nya, serta meletakkan paper bag itu ke atas nakas, ia melangkah mendekat ke arah jendela yang masih terbuka.

Ilesha menatap bintang yang bertebaran di atas langit, menemani sang bulan yang bersinar sangat terang.

Ilesha melirik ponselnya. "Zayn kemana sih?" ucapnya saat melihat room chat Bentala yang tak kunjung ada notifikasi dari orang itu.

Ilesha berdecak. "Ck!" Ia langsung mengetikkan pesan pada nomor Bentala dengan cekatan dan lincah.

Tidak butuh waktu lama pesannya terbalaskan.

Bentala Zayn Shailendra: Dramatis amat, ay.

"Ileshaa!"

Baru saja Ilesha akan membuka room chat-nya, tiba-tiba saja namanya dipanggil Yusuf, ayahnya.

"Apa, Yah?" tanya Ilesha sedikit berteriak.

Ilesha terdiam menunggu jawaban atau sekedar sahutan dari ayahnya. Satu detik, dua detik, hingga sepuluh detik ayahnya tak kunjung mengeluarkan suara lagi, membuatnya berdecak kesal. "Kebiasaan kalau manggil gak dilanjut." Ilesha menggerutu sambil melangkahkan kakinya keluar dari kamar.

•••🦋•••

"Udah dapet kampus yang cocok, Tal?" tanya Harsa dengan nada santai. Sosoknya yang tinggi dengan rambut belah dua, yang selalu rapi meskipun tanpa bantuan gel, menjadi ciri khas yang tak pernah ia tinggalkan sejak SMA. Tak hanya itu gigi gingsulnya juga sudah menjadi ciri khasnya.

Harsa sesekali mengetuk-ngetukkan jari di meja, mengikuti irama musik jazz yang mengalun lembut dari pengeras suara di sudut ruangan. Namun, pikirannya tidak sepenuhnya tertuju pada musik atau kafe itu. Di balik tatapannya yang tampak tenang, otaknya dipenuhi berbagai pertanyaan tentang masa depan. Ia bingung memikirkan apakah harus melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi atau terjun langsung ke dunia kerja. Walaupun ia tahu kedua hal itu sebenarnya bisa dijalankan secara bersamaan, keputusan tersebut tetap terasa berat.

The Ephemeral (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang