Chapter 01.

346 140 332
                                    

Rui melebarkan mata ketika memergoki seorang pria tengah memukuli seorang junior di sudut gudang kampus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Rui melebarkan mata ketika memergoki seorang pria tengah memukuli seorang junior di sudut gudang kampus. Napas gadis itu terengah-engah, dia berjalan mundur dengan mulut tertutupi kedua tangan. Jantungnya berdegup kencang, sebuah metronom ketakutan berdebar di dadanya, menenggelamkan semua suara.

Tanpa rencana, Rui tiba di sana karena dia memiliki tugas piket dan mengambil peralatan yang dibutuhkan. Namun, ia justru menemukan fakta mengejutkan tentang Raven Roderic, seorang juara yang disegani, tengah terlibat alam kekerasan yang tak disangka-sangka. Lelaki itu adalah mahasiswa terpandang di University of Sterling, sebuah universitas terkemuka yang didirikan oleh pemerintah Indonesia di Colombia.

Sekarang, Rui diliputi kebingungan. Jadi, dia berlari dan dikejar oleh Raven hingga mereka tiba di stadion akuatik kampus. Dalam kejaran itu, napas Rui makin tercekat, hingga akhirnya Raven berhasil menjangkaunya. Pria itu memangkas jarak di antara mereka, membuat tubuh Rui menabrak tembok.

"Cruisha Raquela, bukan?"

Raven mencondongkan tubuhnya, merasakan suara napas Rui yang memburu. Jemarinya membelai ujung rambut Rui, membuat gadis itu seketika menahan napas.

Rui tak membalas perkataan Raven, mencoba mendorong tubuh pria itu menjauh. Tapi, tenaganya tidak cukup kuat untuk menghadapi kekuatan Raven yang sangat besar. Raven memojokkan Rui ke dinding, membuat gadis itu bergidik cemas.

Pikiran Rui berpacu tak menentu saat dia berdiri berhadapan dengan Raven. Gelombang pembangkangan yang sembrono menguasainya, memaksa gadis itu untuk bertindak dengan dorongan gila.

Tanpa pikir panjang, dia mengumpulkan air liur di mulutnya dan melemparnya ke arah wajah Raven - nyaris meleset dari sasaran karena pria itu berhasil menghindar.

Reaksi Raven sangat cepat. Ekspresi jijik terpancar dari wajahnya saat air liur Rui mengotori hoodie-nya. Kemarahan membara di kedua mata, tangannya menjulur untuk mencengkeram kerah gadis di hadapannya. Kepanikan melanda Rui saat ia meronta, melawan cengkeraman kuat Raven, kurangnya udara membuatnya terengah-engah.

Raven mengangkat Rui dengan mudah, menekan tubuhnya ke dinding. Keputusasaan Rui memuncak saat ia memohon kepada Raven untuk melepaskannya. Setiap usaha digagalkan oleh cengkeraman Raven yang semakin kuat.

"Akh! Le-lepasin gue!"

Suara Rui tercekat di tenggorokan, tangannya memegang lengan Raven yang melingkari lehernya. Gerakan Rui menunjukkan kepanikan yang semakin menjadi-jadi.

Rui menggapai bahu Raven dan menendang perutnya, namun tendangan gadis itu tak mengenai sasaran. Raven berhasil menangkis serangan, membalas dengan cengkeraman yang lebih kuat. Rui berjuang untuk melepaskan diri, tetapi pria itu tak berniat untuk melepaskannya sama sekali.

"Answer me, if you want to promise to shut your fucking mouth." Suara serak Raven terdengar menggema.

Rui menaikkan satu alis. "Janji apa? Gue nggak ngapa-ngapain!"

Cengkeraman Raven menguat, membuat leher Rui memerah. "Answer me, Cruisha."

Rui akhirnya menyerah, ia menganggukkan kepala dengan cepat, membuat Raven mengendurkan cengkeraman. Merasa muak, Rui memegang lengan Raven, mencakar dengan kukunya yang panjang. Raven meringis, tetapi tetap tidak melepaskan gadis itu.

"Le-lepasin gue, you are a crazy bastard!" Rui berteriak dengan suara tercekik. Kakinya masih tergantung di udara, mencoba untuk menendang Raven yang tak bergeming.

Raven mendengus sembari melepaskan cengkeramannya. Dia memegangi kedua bahu Rui, menghentaknya ke dinding.

"Damn it! You're so deaf, aren't you?"

Raven mendekatkan kepalanya pada Rui. "Say yes, Cruisha."

Hidung mereka hampir bersentuhan. "Tell me that you won't open your mouth about what happened in the warehouse earlier."

Rui menahan napas, memejamkan mata dan membukanya perlahan. Ia mendorong dada Raven dengan kasar, membuat pria itu tersentak.

"You want answers, huh? The answer is no! Hell no, Roderic."

Mata Rui berkobar-kobar penuh perlawanan saat ia berjalan menjauh dari Raven, jari tengahnya teracung ke atas sebagai tanda pemberontakan.

"Gue bakal laporin semua yang lo udah lakuin. Siap-siap aja diskors, Roderic!"

Wajah Raven mengeras karena marah. Dia menerjang ke arah Rui, menahan langkahnya dengan kasar. Tubuh mereka saling beradu, dorongan demi dorongan. Tak lama, Raven menangkap tubuh mungil Rui dari belakang, berniat melemparkannya ke kolam renang terdekat.

Alih-alih menceburkan Rui ke kolam renang, Raven malah terseret bersama gadis itu. Rui, dengan sisa tenaganya, menarik Raven erat. Tubuh besar pria itu menghantam dirinya, membuat keduanya jatuh bersamaan ke dalam pelukan dingin air kolam.

Begitu tubuh mereka menyentuh permukaan, Rui segera menghirup udara dengan terburu-buru, menyembulkan kepalanya dari air yang membungkus mereka. Dia berenang menuju tepi, mata mereka bertemu di sela-sela gemericik air.

Dengan satu lirikan tajam, Rui memutuskan untuk tak membuang waktu. Seringai tipis menghiasi wajahnya saat dia berlari menuju pintu keluar, tak lagi menoleh.

Di tengah kolam, Raven terengah-engah, tubuhnya terasa berat, didera sengatan tajam kaporit yang meresap ke dalam pori-porinya. Gerakannya lamban, terperangkap oleh kekejaman air kaporit yang mencekiknya perlahan.

Raven mendesah putus asa.

"If you dare open your mouth, i will kill you, Cruisha."

Suaranya nyaris tenggelam dalam deru air.

Perlahan ia memejamkan matanya.

Pria itu hanyut ke dasar kolam.

Pria itu hanyut ke dasar kolam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐏𝐀𝐈𝐍𝐓 𝐌𝐄 𝐀𝐒 𝐀 𝐕𝐈𝐋𝐋𝐀𝐈𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang