GAC 'TRE'

27 6 0
                                    

"Duh alah, shhh ahhh" Aku merintih kesakitan ketika terjatuh ke depan, dan naas sepertinya ada dua dari kelima jemari kaki kananku yang patah.

Dan yang paling membuatku terkejut adalah gitar yang selama ini telah menemaniku telah rusak karena tertindih oleh tubuhku sendiri.

Aku hanya mampu memandangi gitar ku yang retak, yang tentu saja dampaknya adalah pada suaranya yang akan berubah menjadi jelek.

Aku menyeret sepasang kaki ku dan duduk di salah satu toko yang sedang tertutup dan agak gelap, namun tiba-tiba saja Zee berjalan seorang diri.

Ia mengambil beberapa foto gedung-gedung dan city light kota Surabaya pada malam hari, aku hanya mampu tersenyum dari dalam kegelapan.

Jujur saja aku gak bingung mengutarakan perasaan ini, aku suka padanya, tapi aku harus bagaimana menghadapi situasi saat ini?.

*Zee POV

Di tengah asiknya memotret keindahan kota pada malam hari, entah mengapa tiba-tiba saja ada sepasang laki-laki yang menggoda dan memojokkan ku.

"Hai cantik, boleh kenalan nggak" Ucap dari salah satu diantara mereka.

"Jangan ganggu" Jawabku dingin kepada mereka.

"Aishhh, kamu mau duit nggak, tapi harus ikut kita" Tawar dari temannya itu.

"Nggak, saya nggak mau"

"Ayolah" Salah satu dari mereka mulai menggenggam pergelangan tanganku dengan erat dan menarikku.

"Nanti kita sama-sama enak" Ucap dari laki-laki yang badannya paling kecil sendiri, namun tiba-tiba...

"Gaonok duek-duekan ambek enak enakan jancokkk!" (Ga ada uang-uangan sama enak-enakan jancokkk) Seorang laki-laki datang dari sisi kanan mereka berdua dan menabraknya seperti di american football.

Dan hasilnya mereka bertiga tersungkur ke tanah dan berguling-guling, dua orang asing tadi merasa kesakitan di sekujur badannya saat ini.

Namun aku merasa tak asing dengan laki-laki yang menolongku baru saja, ia melontarkan beberapa kalimat kepada mereka dan melemparkan uang koin kepada mereka berdua.

"Ancene wong gak due adab, duek?, nyoh panganen!" (Emang orang nggak punya adab, uang?, nih makan).

"Aryo...?" Aku mengenal suaranya, namun tidak dengan fisiknya malam ini, ternyata ia tak pergi jauh setelah aku melihatnya sedang mengamen di depan mataku.

"Aryo, siapa?, mungkin mba nya salah orang" Ucapnya lalu bergerak ingin pergi meninggalkanku dengan langkah yang terpingkal-pingkal, dan nampak juga darah yang mengalir di kakinya.

Aku sangat bertanya-tanya dengan sikapnya, selama ini aku selalu jahat kepadanya, menyakitinya, namun dia masih tetap menolongku walaupun aku memiliki banyak kesalahan.

"Tunggu" Alam bawah sadarku berkata untuk menggenggam tangannya kali ini.

"Udah Zee, cukup di sekolah aja kamu bully aku, aku ikhlas kok, apa aja biar kamu seneng" Ucap Aryo pasrah dan dengan dibumbui dengan sedikit ketakutan.

"Gue mau ngomong, ikut gue" Aku mulai menarik tangannya dan mengajaknya ke warung mie tempatku makan tadi.

"Tunggu" Ia melepaskan tangannya dari genggamanku, hal itu sedikit membuatku agak kesal kepadanya.

"Kenapa lagi sih?!"

"Aku gak mungkin ninggalin ayahku" Ia pergi berlari menuju ke dalam pelataran toko yang agak gelap dan mengambil sebuah gitar dengan banyak retakan di sisinya.

"Maksud lo apa?" Aku kebingungan dengan maksudnya, dia tadi menyebut 'ayah', namun saat kembali ia tak membawa siapapun.

"Nanti juga tau sendiri"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Guitar And CigarettesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang