Setelah Lyra memberikan kecupan selamat malam kepada ayah dan ibunya, mengganti gaunnya dengan baju tidur serta menutup jendela dan pintu kamarnya— dia pun mengambil posisi nyaman di ranjangnya. Kedua kakinya diluruskan, kemudian dia menutupinya dengan selimut katun putih bermotif garis hijau. Tidak lupa, Lyra sebelumnya merendam kakinya dengan air hangat dan minyak lavender kemudian membungkusnya dengan kaus kaki. Lyra menyempurnakan ritual tidurnya dengan menyandarkan punggungnya di bantal-bantal besar berisi bulu angsa yang empuk.
Buku bersampul hijau yang baru saja dia pinjam kini sudah berada di pangkuannya. Ukurannya cukup besar, sekitar empat kali kepalan tangan Lyra. Tebalnya menyamai roti baguette yang baru dipanggang.
Biasanya, buku seperti itu berupa ensiklopedia atau kamus bahasa asing. Rekor buku kamus terbesar dan terberat masih dipegang oleh kamus bahasa bangsa Ithadurna yang konon keturunan duyung. Mereka punya lebih dari dua ribu kata yang ketika diucapkan seperti orang berkumur-kumur.
Konon sampai sekarang sarjana Arbavia tidak bisa memastikan apakah seluruh isi buku kamus itu karangan atau nyata. Karena tidak ada yang cukup berani mengetes isi buku itu langsung di Ithadurna. Mereka bangsa tertutup yang mudah tersinggung. Konon melambaikan tangan dari atas kapal saja bisa dianggap tantangan perang.
Tapi buku hijau itu terasa ringan di tangan Lyra. Seolah isinya hanya jurnal payah remaja dalam bentuk cerita roman. Itu mengejutkan. Seharusnya itu tidak logis. Tapi, buku itu dibawa dari sebuah toko artefak sihir di gang mencurigakan. Jadi, Lyra memutuskan untuk membuang jauh-jauh rasionalitasnya ketika dia akan membuka halamannya.
Pada suatu hari ...
Kalimat pertama membuat alis Lyra naik sedikit. Apakah ini buku dongeng?
Putri berambut emas sedang bersedih. Walaupun seorang pemberontak yang berkuasa berjanji akan menikahinya, dia tidak puas. Sang putri ingin pergi. Mencari jawaban.Tapi dia tidak tahu harus kemana.
Sang putri memutuskan untuk bersenang-senang dan menari. Memakan panekuk pisang dan serta pai daging rusa kemudian tertidur karena kebanyakan minum anggur.
Namun nuraninya tetap bersiaga. Ketika malam tiba, langit berubah mendung. Hujan turun dan mewarnai tanah dengan warna merah darah. Dia pun berubah menjadi prajurit dengan belati peraknya. Dia bertemu takdir yang berjodoh dengannya. Kini sang putri menyambut masa depan yang penuh tangis serta senyum dan sangat banyak manisan.
Ketika Lyra ingin membuka halaman berikutnya. Isinya kosong. Dia terdiam, merasa kecewa karena dia pikir akan menghabiskan malam membaca sesuatu yang cukup seru untuk menjadi inspirasi mimpinya.
Lyra memastikan apakah ada kata-kata lain yang tertulis di sana? Tapi nihil. Namun, ketika Lyra mendekatkan halaman buku itu ke lilin, warnanya sedikit berkilap. Seolah-olah tintanya baru saja dituliskan di sana. Baunya juga mengingatkan Lyra dengan darah angsa yang kadang menjadi campuran tinta untuk memberi warna yang lebih terang.
Lyra menyentuh beberapa huruf dengan jarinya. Masih basah. Tapi, buku itu tidak pernah lepas dari pandangannya. Siapa yang menulis karangan payah di sana hanya untuk memberinya kebingungan?
Kemudian sekali lagi Lyra ingat asal-usul buku itu. Buku itu artefak magis. Jadi, mungkin tulisan yang ada di buku itu, punya makna istimewa bagi dirinya.
Lyra merasa gelisah dan menegakkan tubuhnya. Dia pun mulai mengeja.
Putri berambut emas. Apakah, itu dirinya? Lyra berambut pirang, tapi bukan pirang pucat. Keluarga Thelvais terkenal dengan rambut pirang yang warnanya dalam dan tegas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never a Happy Ending - NaNoWriMo2024
ФэнтезиLeofric, sang pemberontak. Dengan kesadaran penuh dia berusaha mendobrak aturan, mengabaikan takdir luar biasa yang telah dianugerahkan padanya dan mengatur garis hidupnya sendiri. Lyra, si pesimis yang selalu cemas akan takdirnya. Dia berusaha menc...