gotong royong part 1

11.5K 22 0
                                    

Akhir pekan selalu menjadi penantian panjang bagi seorang pegawai kantoran sepertiku. Dua hari ini adalah waktu di mana aku bisa bernafas lega dari kepenatan pekerjaan dan menikmati momen bersama keluarga.

Biasanya, aku selalu menghabiskan waktu liburku dengan bermalas-malasan di rumah, atau pergi berlibur ke tempat-tempat menarik bersama Istri dan anakku.

Bahkan, tempo hari aku sudah merencanakan kunjungan ke kebun binatang di tengah kota, untuk mengajak Tasha anakku yang sudah lama ingin melihat langsung binatang-binatang yang selama ini hanya ia kenal dari buku cerita maupun televisi.

Namun rencana tersebut harus dibatalkan di hari H karena ternyata bentrok dengan jadwal gotong royong warga komplekku yang baru diberitahukan oleh Liya.

Awalnya aku mengira Tasha akan merengek dan memaksa kami untuk tetap pergi, namun entah apa yang dikatakan oleh istriku kepadanya, kini malaikat kecilku itu tampak lebih bersemangat pergi gotong royong ketimbang pergi ke kebun binatang.

"Kenapa, Bi?" tanya Liya saat melihatku kehilangan semangat. Rasa-rasanya badanku terasa berat untuk beranjak dari kasur.

“Ah, malas banget harus ikut gotong royong,” keluhku. “Kalau Abi nggak ikut, nggak apa-apa, kali ya?”

Liya tersenyum tipis, mengangkat alisnya. “Nggak apa-apa sih, paling cuma jadi omongan orang aja.” balasnya terkikik.

Aku menarik napas panjang, mencoba mengusir rasa malas yang membuncah. Liya benar, absennya aku dari kegiatan warga hanya akan menjadi bahan perbincangan tak berujung.

Apalagi kami masih terhitung warga pendatang di komplek ini sehingga lebih baik aku hadapi saja daripada harus menjadi topik gosip selama sebulan penuh.

“Ya sudah, Mi. Kamu sama Caca duluan aja. Abi mau siap-siap dulu,” ucapku, berusaha menyuntikkan semangat pada diriku sendiri.

"Okey siap bos!" teriak Caca, tampak lebih bersemangat dariku.

“Kita tunggu di lapangan RT ya, Bi!” kata Liya sambil mengajakku pamit.

Namun sebelum aku benar-benar bangkit dari tempat tidur, tubuhku tiba-tiba mematung dan tertegun saat baru memperhatikan kalau pakaian yang di kenakan oleh Liya cukup berbeda dari yang biasa dia pakai.

Atau mungkin sedikit berlebihan.

Pakaian Liya, yang biasanya terdiri dari setelan gamis panjang atau baju-baju longgar lain yang seperti menjadi kulit kedua baginya itu, kini tak lagi dia kenakan.

Sebaliknya, kini Liya tampak memakai atasan dengan baju legging warna hitam super ketat yang jelas sekali menonjolkan lekukan-lekukan tubuh bagian atasnya, terutama pada payudara serta bagian perutnya yang membuncit.

Baju legging tersebut, juga ia padukan dengan celana legging serasi yang membungkus dengan sempurna betisnya yang jenjang dan bentuk kakinya yang ramping.

Liya kemudian sengaja memakai sebuah rok selutut untuk sekedar menutupi bagian lekukan pantatnya. Namun meskipun begitu, aku masih bisa dapat melihat sekilas bongkahan daging pantatnya tersebut tercetak.

“Eh tunggu! U—umi mau pakai baju kayak gini?” tanyaku ragu, memandang heran pada penampilan istriku yang terlihat sangat seksi.

Liya tertawa, ”Yakali, Bi! Ini Umi pake jaket sama hijab yang gede kok!" Sambungnya menenangkan.

Dia kemudian dengan santai memakai sebuah jaket training, yang sejatinya masih juga belum bisa menutup seluruh lekukan tubuh atasnya, apalagi jaket tersebut bahkan tidak bisa ia katupkan pada bagian resletingnya dikarenakan terhalang oleh perutnya yang membuncit.

Di Masa Kehamilan Istriku (Cuckold's Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang