Seorang suami

17.9K 46 0
                                    

Abiihhhh... Caca mau martabaknya yang banyak coklaatt dan kacangnyaa yaaa!!" Teriak riuh Tasha anakku diujung telfon.

Kulirik sebentar jam dinding diruanganku yang ternyata sudah menunjukkan waktu lewat dari jam 5 sore.

Aku menghela nafas. Belakangan ini aku selalu disibukkan dengan pekerjaan, hingga aku lupa kalau ada sesuatu yang lebih berharga daripada sekedar tumpukan dokumen yang ada di atas mejaku ini.

"Iya sayang. Abi ga lupa kok." Balasku tersenyum gemas.

"Buruan pulangnya!! Caca dan adek udah kangen sama Abiiiihhh!!" Ucap Tasha melanjutkan dengan suaranya yang lucu.

"Oh ya? Adek juga kangen sama Abi?"

"Iyaalah!! Dia pengen main bola sama Abi!"

"Kok bisa? Adek kan masih di dalam perut Umi?"

"Iyaaa!! Tapi dia suka nendang-nendang tauukkk!"

Aku tertawa, "Haha iya udah! Abihh langsung pulang yaaa!"

"Martabaknya jangan lupaaaaaaaaaaa!!" Teriak Tasha seperti menjauh dari telpon.

"Plek-ketiplek banget sama kayak kamu, Bi! Doyannya martabak coklat sama kacang." Kali ini, suara lembut Liya yang menyapa.

"Iya dong! Anak siapa dulu!" Jawabku berbangga.

"Umi juga mau dong martabaknya! Tapi yang telor ya Bi!" Pinta Liya tak kalah manja.

Membuatku semakin rindu untuk segera pulang ke rumah, "Iya sayang! Telornya 4 kan?"

"Iyaaa betulll sekaliiihhh suamikuuuuu!!" Balas Liya terdengar tak kalah girang.

Dengan sedikit senyum di bibir, aku kemudian menutup telepon setelah mengucap salam dan mulai menyiapkan diri untuk segera pulang.

Rasanya cukup lega setelah seharian terpenjara dalam kesibukan pekerjaan yang tampak tidak pernah habisnya ini.

Promosi jabatanku memang cukup menggiurkan dari segi materi, namun hal tersebut tentunya juga dibarengi dengan berkurangnya jumlah waktu yang bisa aku berikan kepada keluargaku.

Beruntungnya, semenjak aku memberi kabar kehamilan kedua istriku kepada Pak Thomas selaku atasanku, aku akhirnya diberi keringanan untuk dapat lebih fleksibel dalam mengatur waktu kerja.

Meskipun sebenarnya masih sulit bagiku untuk menemukan keseimbangan diantara keduanya.

"Pak Hadi sudah mau pulang?" Tanya Shena, bawahanku di kantor yang baru beberapa bulan ini bergabung di perusahaan.

Dengan agak kikuk aku mengangguk pelan, "Iya Shen." Balasku sesingkat mungkin.

Aku sejujurnya agak kurang nyaman dengan keberadaan Shena di kantor, karena dia tampak selalu memakai pakaian yang agak ketat dan sedikit terbuka, sehingga dapat ku lihat dengan jelas lekukan-lekukan tubuhnya maupun bagian-bagian lain yang sepatutnya tidak dilihat oleh lain.

Dan sebagai seorang lelaki normal, tentu saja aku akan merasa tertarik kepadanya.

Akan tetapi mengingat bagaimana aku adalah seorang pria yang sudah beristri, aku memutuskan untuk membatasi interaksiku dengan orang seperti Shena.

Lagipula, Liya istriku masih sangat jauh lebih unggul dari urusan kecantikan maupun sikapnya dibandingkan dengan Shena.

"Tumben, Pak! Biasanya selalu pulang malem." Shena tersenyum sedikit meledek.

Aku tersenyum kecut, merasa agak terganggu dengan perhatiannya. "Ya, ada urusan keluarga," jawabku singkat sambil terkekeh, berusaha menutup pembicaraan.

Di Masa Kehamilan Istriku (Cuckold's Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang